Log in

View Full Version : Tanda-Tanda 100 Hari Mau Meninggal


dosabesar
22nd April 2012, 08:30 PM
Bismillahirrahmanirrahim.



Assalamu'alaikum Wr. Wb.



Dear Muslimin / Muslimah yg dimuliakan Allah SWT



http://ceri.ws/smilies/nosara.gif



Saya sengaja mengirim kembali artikel ini semoga masih sempat

membacanya

disela-sela kesibukan kita. Jangan langsung di forward ke teman kita

kalau kita belum membacanya. Ingat ! Undangan kematian kita pasti

datang ....



Semoga kita bisa meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Allah SWT setelah

membaca artikel ini. Amin Yaa Robbal 'Aalamin....





MENYAMBUT AL-MAUT ...



Hikmah Oleh :

Redaksi 14 Feb 2005 - 3:40 am Swaramuslim




[/spoiler][spoiler=open this] for Tanda-tanda:






Tanda-Tanda 100 Hari Mau Meninggal



image

Kematian adalah peristiwa akbar yang akan menimpa siapa saja yang

bernama makhluk hidup. Cepat atau lambat, kematian itu pasti akan tiba.

Yang membedakan hanya waktu, siapa yang akan dipanggil lebih dulu dan

siapa yang masih ditangguhkan. Jatah untuk ke arah panggilan itu

masing-masing sudah jelas.



Dalam firman-Nya Allah SWT menjelaskan urut-urutan kepastian kematian

ini, yang diawali dengan mengingatkan asal muasal kejadian manusia sbb:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang

tersimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami

jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal

daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu

tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan

dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta

Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian

benar-benar akan mati." (QS.Al-Mu'minun:12-15).



Kita semua ini tidak lain adalah makhluk-makhluk yang sedang pasrah

menuggu datangnya al-maut. Suka atau tidak suka. Siap atau pun tidak

siap. Kematian akan datang juga. Mungkin nanti, besok, lusa atau bahkan

setelah ini .



Karena kesibukan, orang sering dibuat lupa dengan sunatullah ini.

Kesibukan sering mengantarkan orang lupa pada jadwal tetap yang pasti

akan dialami. Kekagetan biasanya muncul setelah ada sanak-saudara atau

tetangga yang meninggal. Pada saat itu baru muncul kesadaran bahwa

panggilan bergilir ke alam baka masih terus berlanjut. Undangan

kematian

masih tetap datang.



Anehnya, banyak informasi kematian yang diterima baik melalui televisi,

majalah, maupun koran, sering tidak menggetarkan hati. Bahkan

kadang-kadang informasi atau berita tersebut kadang-kadang dinilai

sebagai hiburan belaka. Berita perihal kematian - yang mengerikan

sekalipun- tidak ubahnya dengan berita-berita yang lain seperti berita

kasus politik atau kasus kriminal. Kematian yang menimpa masyarakat

Aceh

akibat badai tsunami misalnya, hampir seluruh orang turut terbelalak,

menangis, bahkan ada yang histeris. Seolah-olah tidak yakin kalau hukum

kepastian itu juga berlaku untuk semua orang. Mereka meranung dan

meratap kenapa hal tersebut bisa terjadi, mengapa anak-anak atau balita

harus meninggal dunia.



Lolongan itu justru aneh, karena lupa, dibalik itu masih ada jadwal

panggilan untuk dirinya juga, sudah ada di depan matanya, tinggal

beberapa saat lagi tiba gilirannya. Manusia terkadang memang lucu.



Sesungguhnya tidak ada yang istimewa dari peristiwa apapun di dunia

ini.

Tidak pula karena wafatnya orang terkenal, pemimpin dunia, publik

figur,

atau apapun namanya seorang TKW yang meninggal karena dianiaya oleh

majikannya. Semuanya kembali pada perjalanan akhir yang bersangkutan,

yaitu adakah nilai iman dan taqwa di dalam hatinya. Itulah bekal yang

paling baik sekembalinya manusia setelah mengarungi hidup di dunia.

Taqwa itulah bekal kembali yang paling baik setelah manusia berpulang

ke

alam baqa sana. Bila ada bekal taqwa, berarti ada bekal yang siap

dibawanya untuk "melapor" di hadapan Tuhan.



Mengapa peristiwa kematian tidak banyak mengundang kesadaran kita?

Padahal di sana lengkap terpampang sejumlah mayat yang bergelimpangan,

juga dengan uraian-uraian kejadian yang kadang didramatisis media massa

sehingga tampak begitu mengerikan? Mengapa jadi demikian?



Hal itu dikarenakan kita manusia telah begitu lelah menghadapi

kehidupan

ini. Manusia telah disibukkan oleh berbagai kegiatan mencari

penghidupan

yang membuatnya lupa. Juga dipadatkan oleh masalah yang bertumpuk.

Masalah itu setiap hari semakin bertambah banyak. Karena kelelahan

itulah, sehingga informasi yang datangnya dari kampung akhirat bukan

bernilai pendidikan dan peringatan lagi bagi kita.



Menyangkut hal ini, salah seorang sahabat pernah bertanya kepada

Rasulullah saw, " Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan

berguna bagiku dari sisi Allah?" Nabi saw lalu bersabda :"Perbanyaklah

mengingat kematian, maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan

hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah

kenikmatan Allah, dan perbanyaklan do'a. Sesungguhnya kamu tidak

mengetahui kapan do'amu akan terkabul." (HR.Ath-Thabrani).



image

Ingat pada kematian akan membuat manusia punya kendali diri. Pangkal

dari lupa dan keserakahan sebenarnya bermula dari sini, yaitu tidak

ingat akan mati. Yang dibayangkan bagaimana bisa hidup lebih lama,

bersenang-senang lebih banyak, dan dapat menghabiskan waktunya untuk

bersuka ria dengan leluasa. Kalau ada jatah, bahkan minta umurnya lebih

lama hingga seribu tahun!



Yang serakah bertambah keserakahannya, yang rakus semakin rakus dan

yang

zhalim semakin bertambah-tambah kezhalimannya. Kecendrungan ke arah

sana

dimiliki oleh siapa saja, lebih terkhusus oleh mereka yang lupa dengan

al-maut.



Rasulullah saw bersabda :"Cukuplah maut sebagai pelajaran (guru) dan

keyakinan sebagai kekayaan." (HR.Ath-Thabrani)



Seandainya kematian ini telah dipetik sebagai pelajaran (guru), maka

hati manusia secara otomatis akan terkendali. Kecurangan, kerakusan,

kesombongan dan berbagai bentuk penyakit hati yang bersarang di dada

akan dibunuh oleh takutnya pada mati.



Sebagus apapun rupa, pada akhirnya akan binasa. Secantik bagaimanapun

isteri yang kita miliki, anak yang kita senangi, perhiasan dan istana

yang ada, semua akan ditinggalkan juga. Semuanya akan diakhiri oleh

kematian.



Karena hukum pastinya kematian ini, Nabi saw. Mengingatkan agar dalam

pergaulan kita tidak mudah tertipu oleh bayang-bayang. Kita tidak

diperbolehkan memvonis seseorang itu baik atau jahat, beruntung atau

celaka. Karena kunci dari semua itu adalah pada ujung pejalanan

hidupnya.



"Janganlah kamu mengagumi amal seorang, sehingga kamu dapat menyaksikan

hasil akhir kerjanya." (Ath-Thusi Ath-Thabrani).



Boleh jadi kita sering heran. Tidak jarang orang yang kelihatan

baik-baik, rajin beribadah dan puasa, meninggal dalam keadaan

bermaksiat. Sementara di sisi lain, kita juga menjumpai kasus yang

tidak

masuk akal, karena orang yang semula kita katakan brengsek, suka

mengganggu ketentraman lingkungan, bahkan dalam kalkulasi hitungan

kita,

tidak pernah ada bayangan bakal mencium bau syurga sekalipun, justru

mengakhiri hidupnya dengan husnul-khatimah.



Tapi kasus-kasus seperti itu bukan untuk membuat kita ragu dan

plin-plan. Pegangan hidup kita harus tetap jelas dan istiqomah.

Menegakkan kepribadian Islam sama sekali tidak boleh surut, dengan

tetap

menyebarkan nilai-nilai Al-Qur'an dan As-Sunnah untuk diri kita dan

lingkungan.. Karena Allah SWT tetap maha Adil. Kalau Dia memutuskan

untuk memberi hidayah terhadap seseorang, maka tentulah ada pada diri

seseorang itu nilai yang baik yang layak sebagai landasan pemberian

hidayah itu. Ketentuan dan kehendak Allah di luar kaidah apapun yang

dikenal manusia, hanya saja Allah menunjukkan cara yang bisa dipahami,

misalnya dengan kaidah sebab-akibat.



Semua terjadi karena kehendak Allah terhadap makhluk-Nya agar

sunnah-Nya

dipelajari, direnungkan, dan dihayati apa makna-maknanya. Dan yang

terpenting agar kita dijauhkan dari akhir kehidupan yang rugi dan

sia-sia, yaitu suul khatimah. Marilah kita ingat sekali lagi, bahwa

kita

akan mati, dan mungkin saja itu terjadi besok pagi. (amirhady/Alqolam)















</div>