dosabesar
22nd April 2012, 06:52 PM
� tiga kunci kebahagian seorang lelaki: (1) istri shalehah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang, jika kamu pergi membuatmu merasa aman karena bisa menjaga kehormataan dirinya dan hartamu. (2) kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke manapun pergi. Dan, (3) rumah yang lapang, damai, penuh kasih sayang..� (HR Abu Dawud)
Hal yang pertama orang katakana kepada saya, mengapa saya membuat artikel yang bejudul Mengapa Kita Harus Cepat Menikah?. Wah, ini salah satu jawaban yang harus saya jawab. Simple saja, inilah salah satu standar hidup orang yang beriman.
Saya punya syair:
Setiap orang ibarat bulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ia tunjukan pada siapapun.
Pun sungguh cukup bagi kita,
Memandang sejuknya permukaan bulan,
Pada sisi yang menghadap ke bumi.
Menikah adalah keindahan, kecuali bagi yang menganggapnya sebagai beban. Rumah tangga adalah kemuliaan, kecuali bagi yang memandangya sebagai rutinitas tak bermakna. Menikah, da�wah dan jihad adalah seiring sejalan, kecuali bagi orang-orang yang terkacaukan logika dan nalarnya. Menikah adalah bagian dari dua hal ini, kecuali bagi yang memandangya sebagai buah yang di petik atau istirahat yang di ambil setelah lama beraktivitas bujang.
Kita perlu melihat banyak contoh dari ulama-ulama besar seperti, Usama Bin Zaid yang menjadi panglima besar di usia 18 tahun. �Lihatlah mush�ab ibn umair yang di usia duapuluhan menjadi untuk membuka da�wah di Madinah. Lihatlah Ali ibn Abi Thalib,,�
Mereka adalah yang memikliki gairah da�wah yang sebesar gunung, apakah setelah menikah maka
aktivitas kita terganggu atau kita tidak akan menggaipainya? Itulah pemikiran yang masih melekat pada diri yang masih menganggap menikah adalah beban. Seolah-olah, puncak prestasi kita bisa raih sebelum kita menikah.
Ketika Allah memberikan buah-buahan yang segar dan halal (menikah), mengapa kita harus mengambil
buah-buahan yang busuk dan di dalamnya terdapat ulet (pacaran). Dalam proses melihat kematangan atau keseriusan seseorang dalam menikah hanya empat, ialah sebagai berikut,
1. Niat, benar dalam terbesut dalam hasrat hati. Benar-benar mengikhlaskan diri. Dan benar lurus ke depan tanpa mempedulikan pujian kanan dan celaan kiri. Benar dalam kejujuran pada Allah. Benar dalam perasangka Allah. Benar dalam meneguhkan hati.
2. Tekad, benar dalam keberanian-keberanian. Benar dalam bejanji pada Allah dan dirinya bukan janji
pada orang lain. Benar dalam memasang target-target diri. Benar memiliki semangat untuk mendapatkan ridha Allah. Benar dalam memantapkan jiwa.
3. Komitmen, komitmen adalah ketika seseorang bertekad untuk berjanji pada dirinya untuk melakukan ini, itu dan sebagainya dan ketika di tengah-tengah perjalanan dia terpeleset, maka ia mampu untuk kembali lagi ke trek komitmennya. Itulah yang di namakan komitmen, karena manusia adalah makhluk yang paling banyak melakukan keasalahan, dan kita harus segera memohon ampun kepada Allah. Benar dalam melanggengkan semangat. Benar dalam menistiqamahkan dzikir, fikir, dan ikhtiyar.
4. Proses kerja, benar melakukan segala perintah Allah. Benar dalam metode. Benar dalam langkah-langkah yang di tempuh. Benar dalam profesionalisme dan ihsanya amal. Benar dalam setiap gerak anggota badan.
Dengan kita melihat cara kesiapan dalam batin, itu semua yang menggerakan adalah kita bukan orang lain. Banyak pemuda yang memperiotitaskan bahwa pacaran adalah sejarah kehidupan yang harus mereka lakukan, ibaratnya mereka memakan buah-buahan yang busuk dan haram. Ya, mungkin dulu kita pernah terbawa nafsu syahwat yang di kendalikan syetan tapi kita kembali pada syair yang di atas dan kita kembali ke trek.
Setiap orang ibarat bulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ia tunjukan pada siapapun.
Selagi keempat yang sudah saya sebutkan, kita juga perlu kesiapan ketika ingin menikah. Yaitu, Kesiapan Ruhiyah (Spiritual) kita harus mengubah sikap mental kita menjadi lebih bertanggung jawab, dengan menikahlah kita mendapatkan rasa tanggung jawab yang sesungguhnya. Kedua, Ilmiyah. Kita bersiap untuk menata rumah tangga dengan pengetahuan, kita tidak seperti hewan yang apabila di jalan sedang memiliki nafsu di tengah jalanpun dilakukan oleh binatang. Kitapun tidak mau disamakan dengan binatang. Ketiga, Periapan Jasadiyah (Fisik) apabila kita memiliki penyakit, kita langsung ikhtiyarkan kepada Allah agar terhidar dari keturunan. Keempat, Persiapan Maliyah (Material). Kalau ini tuntunannya adalah berpenghasilan, bukan kerja. Minimal komitmen untuk ke arah membeli mahar lalu di sempurnakan dengan kecerdasan finansial, menangkap peluang, mengelola sumber daya, dan menata anggaran. Keliama, persiapan Ij�timaiyah (Sosial). Artinya, siap untuk bermasyarakat, faham bagaimana bertetangga, mengerti bagimana besosialisasi dan mengambil peran di tengah masyarakat.
Saya teringat kata teman saya ketika kami sedang melakukan perjalan ke Bosra (Syria) dia mengatakan, orang yang tidak siap menikah adalah orang yang tidak siap taat kepada Allah. Bisa kita simpulkan dari kalimat yang begitu singkat tapi sangat masuk akal.
Dan saya menyimpulkan bahawa menikah adalah bukan kita memelapas aktivitas bujang kita, melainkan kita bersiap untuk lebih dekat kepda Allah, kita menyerahkan semua apa yang akan terjadi dan kita berusaha untuk memegang tanggung jawab sebagai muslim yang beriman, kita belum bisa merasakan nikmatnya perintah Allah yang di sabdakan pada surah Al-Baqarah ayat 187, sebelum kita menikah.
Artinya: di halalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu, dan kamu adalah pakainan bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu..
Maha besar Allah dengan segala ketetapannya. Allah begitu Maha mengetahui apa yang tidak dapat ditahan oleh hambanya ketika di malam bulan puasa, karena Allah yang menciptkan maka Allah lah yang mengetahui semua kekurangan kita.
Yang paling utama nikah adalah ibadah bagaimanapun itu nikah itu ibadah, salah satu orang yang akan Allah tolong adalah orang yang menikah dan ingin mendapatkan kesucian, pasti akan Allah tolong.
Wallahu a�lam..
Oleh, Muhammad Dhiyauddin Rabbani.
Mahasiswa Syria
mampir website saya gan http://ppisyria.com/
</div>
Hal yang pertama orang katakana kepada saya, mengapa saya membuat artikel yang bejudul Mengapa Kita Harus Cepat Menikah?. Wah, ini salah satu jawaban yang harus saya jawab. Simple saja, inilah salah satu standar hidup orang yang beriman.
Saya punya syair:
Setiap orang ibarat bulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ia tunjukan pada siapapun.
Pun sungguh cukup bagi kita,
Memandang sejuknya permukaan bulan,
Pada sisi yang menghadap ke bumi.
Menikah adalah keindahan, kecuali bagi yang menganggapnya sebagai beban. Rumah tangga adalah kemuliaan, kecuali bagi yang memandangya sebagai rutinitas tak bermakna. Menikah, da�wah dan jihad adalah seiring sejalan, kecuali bagi orang-orang yang terkacaukan logika dan nalarnya. Menikah adalah bagian dari dua hal ini, kecuali bagi yang memandangya sebagai buah yang di petik atau istirahat yang di ambil setelah lama beraktivitas bujang.
Kita perlu melihat banyak contoh dari ulama-ulama besar seperti, Usama Bin Zaid yang menjadi panglima besar di usia 18 tahun. �Lihatlah mush�ab ibn umair yang di usia duapuluhan menjadi untuk membuka da�wah di Madinah. Lihatlah Ali ibn Abi Thalib,,�
Mereka adalah yang memikliki gairah da�wah yang sebesar gunung, apakah setelah menikah maka
aktivitas kita terganggu atau kita tidak akan menggaipainya? Itulah pemikiran yang masih melekat pada diri yang masih menganggap menikah adalah beban. Seolah-olah, puncak prestasi kita bisa raih sebelum kita menikah.
Ketika Allah memberikan buah-buahan yang segar dan halal (menikah), mengapa kita harus mengambil
buah-buahan yang busuk dan di dalamnya terdapat ulet (pacaran). Dalam proses melihat kematangan atau keseriusan seseorang dalam menikah hanya empat, ialah sebagai berikut,
1. Niat, benar dalam terbesut dalam hasrat hati. Benar-benar mengikhlaskan diri. Dan benar lurus ke depan tanpa mempedulikan pujian kanan dan celaan kiri. Benar dalam kejujuran pada Allah. Benar dalam perasangka Allah. Benar dalam meneguhkan hati.
2. Tekad, benar dalam keberanian-keberanian. Benar dalam bejanji pada Allah dan dirinya bukan janji
pada orang lain. Benar dalam memasang target-target diri. Benar memiliki semangat untuk mendapatkan ridha Allah. Benar dalam memantapkan jiwa.
3. Komitmen, komitmen adalah ketika seseorang bertekad untuk berjanji pada dirinya untuk melakukan ini, itu dan sebagainya dan ketika di tengah-tengah perjalanan dia terpeleset, maka ia mampu untuk kembali lagi ke trek komitmennya. Itulah yang di namakan komitmen, karena manusia adalah makhluk yang paling banyak melakukan keasalahan, dan kita harus segera memohon ampun kepada Allah. Benar dalam melanggengkan semangat. Benar dalam menistiqamahkan dzikir, fikir, dan ikhtiyar.
4. Proses kerja, benar melakukan segala perintah Allah. Benar dalam metode. Benar dalam langkah-langkah yang di tempuh. Benar dalam profesionalisme dan ihsanya amal. Benar dalam setiap gerak anggota badan.
Dengan kita melihat cara kesiapan dalam batin, itu semua yang menggerakan adalah kita bukan orang lain. Banyak pemuda yang memperiotitaskan bahwa pacaran adalah sejarah kehidupan yang harus mereka lakukan, ibaratnya mereka memakan buah-buahan yang busuk dan haram. Ya, mungkin dulu kita pernah terbawa nafsu syahwat yang di kendalikan syetan tapi kita kembali pada syair yang di atas dan kita kembali ke trek.
Setiap orang ibarat bulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ia tunjukan pada siapapun.
Selagi keempat yang sudah saya sebutkan, kita juga perlu kesiapan ketika ingin menikah. Yaitu, Kesiapan Ruhiyah (Spiritual) kita harus mengubah sikap mental kita menjadi lebih bertanggung jawab, dengan menikahlah kita mendapatkan rasa tanggung jawab yang sesungguhnya. Kedua, Ilmiyah. Kita bersiap untuk menata rumah tangga dengan pengetahuan, kita tidak seperti hewan yang apabila di jalan sedang memiliki nafsu di tengah jalanpun dilakukan oleh binatang. Kitapun tidak mau disamakan dengan binatang. Ketiga, Periapan Jasadiyah (Fisik) apabila kita memiliki penyakit, kita langsung ikhtiyarkan kepada Allah agar terhidar dari keturunan. Keempat, Persiapan Maliyah (Material). Kalau ini tuntunannya adalah berpenghasilan, bukan kerja. Minimal komitmen untuk ke arah membeli mahar lalu di sempurnakan dengan kecerdasan finansial, menangkap peluang, mengelola sumber daya, dan menata anggaran. Keliama, persiapan Ij�timaiyah (Sosial). Artinya, siap untuk bermasyarakat, faham bagaimana bertetangga, mengerti bagimana besosialisasi dan mengambil peran di tengah masyarakat.
Saya teringat kata teman saya ketika kami sedang melakukan perjalan ke Bosra (Syria) dia mengatakan, orang yang tidak siap menikah adalah orang yang tidak siap taat kepada Allah. Bisa kita simpulkan dari kalimat yang begitu singkat tapi sangat masuk akal.
Dan saya menyimpulkan bahawa menikah adalah bukan kita memelapas aktivitas bujang kita, melainkan kita bersiap untuk lebih dekat kepda Allah, kita menyerahkan semua apa yang akan terjadi dan kita berusaha untuk memegang tanggung jawab sebagai muslim yang beriman, kita belum bisa merasakan nikmatnya perintah Allah yang di sabdakan pada surah Al-Baqarah ayat 187, sebelum kita menikah.
Artinya: di halalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu, dan kamu adalah pakainan bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu..
Maha besar Allah dengan segala ketetapannya. Allah begitu Maha mengetahui apa yang tidak dapat ditahan oleh hambanya ketika di malam bulan puasa, karena Allah yang menciptkan maka Allah lah yang mengetahui semua kekurangan kita.
Yang paling utama nikah adalah ibadah bagaimanapun itu nikah itu ibadah, salah satu orang yang akan Allah tolong adalah orang yang menikah dan ingin mendapatkan kesucian, pasti akan Allah tolong.
Wallahu a�lam..
Oleh, Muhammad Dhiyauddin Rabbani.
Mahasiswa Syria
mampir website saya gan http://ppisyria.com/
</div>