vals
27th January 2012, 08:06 AM
Greenpeace Merencakanan �Pemerasan� Melalui Monopoli FSC Untuk Hutan Indonesia
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1327526812478662397.jpg
Mantan aktivis lingkungan hidup Greenpeace yang terkenal, Patrick Moore (http://en.wikipedia.org/wiki/Patrick_Moore_%28environmentalist%29), mengkritik dan menuding Greenpeace telah merencanakan strategi �pemerasan� tehadap hutan Indonesia atas kepentingan dan monopoli Forest Stewardship Council (FSC) (http://en.wikipedia.org/wiki/Forest_Stewardship_Council) melalui The Telegraph, 21 Januari 2012, dengan judul �Greenpeace�s forest policy is unsustainable (http://blogs.telegraph.co.uk/news/jamesdelingpole/100131545/greenpeaces-forest-policy-is-unsustainable/)�,
Ada dua hal yang menarik dari judul di atas yaitu pemerasan dan momopoli. Dua kata yang mungkin sangat �haram� untuk dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya �pengawal lingkungan dunia� itu. Namun Moore dapat menggambarkannya dengan baik.
Mengenai hubungan pemerasan dan monopoli, Moore menganalogikan dalam sebuah contoh kasus dimana terdapat satu kelompok aktivis dengan ambisi politik tertentu dan karena hubungan dekat mereka dengan salah satu produsen komputer terlibat dalam kampanye untuk mengancaman para pengecer tertentu di Inggris.
Para pengecer target diberitahu bahwa mereka harus membeli komputer hanya dari produsen pilihan, yang tak lain terkait erat dengan kelompok aktivis tersebut. Perbuatan para aktivis ini secara langsung merugikan pengecer lain, persaingan pasar, dan konsumen pada umumnya. Jika pengecer berani untuk membeli dari produsen komputer lain, kelompok aktivis akan terus kampanye untuk menyebarkan informasi yang salah, melecehkan dan mempermalukan pengecer, dan berusaha menodai nama dan merek mereka. Jika skenario fiktif dibuat seolah-olah nyata, kemungkinan akan menyebabkan penyelidikan. Dalam dunia kejahatan terorganisir, jenis strategi seperti ini dapat disebut pemerasan. Dan apabila skenario tersebut berhasil, maka produsen komputer yang menjadi rujukan mereka itu akan memonopoli pasar pengencer.
Strategi seperti inilah yang dilakukan oleh Greenpeace dengan target produsen hasil hutan di Indonesia (meskipun tanpa ancaman kekerasan yang sering dikaitkan dengan pemerasan). Karena strategi ini lah mantan rekan di Greenpeace dipuji sebagai pemimpin oleh para aktivis lingkungan yang lain.
Greenpeace mengancam nama dan merek pengecer dan produsen yang tidak setuju dengan kebijakan kertas dan serat kayu yang didukung oleh Greenpeace. Mereka memberikan preferensi ke salah satu lembaga sertifikasi hutan tertentu, Forest Stewardship Council (FSC), melebihi semua badan sertifikasi hutan lainnya.
Para aktivis Greenpeace tidak peduli bahwa sertifikasi hutan lainnya juga menegakkan standar-standar sertifikasi hutan yang ketat, baik yang sesuai atau melebihi kebijakan yang dibuat oleh FSC. Bahkan mereka tidak peduli ketika para seniornya mengakatkan bahwa produsen hasil hutan Indonesia saat ini telah mematuhi standar lingkungan dan sosial yang ketat dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat lokal yang hidup dibawah garis kemiskinan di daerah dimana produsen beroperasi.
Bahkan mereka juga tidak peduli bahwa produsen produk hutan terkemuka di Indonesia telah melakukan langkah agresif terhadap sertifikasi hutan tanaman industri melalui berbagai pendekatan independen, termasuk standar nasional Indonesia yang ketat, seperti yamg dilakukan oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).
Sebaliknya, apa yang penting bagi Greenpeace adalah hubungan dekatnya dengan FSC. Greenpeace berperan dalam mendirikan dan memelihara FSC, bersama dengan sesama aktivis lingkungan lainya melakukan kontrol politik yang ketat atas organisasi. Hal yang pasti menurut Moore, bahwa Greenpeace hanya ingin melihat FSC berkembang dan �mebinasakan� semua standar sertifikasi lainnya.
Tidak ada sertifikasi hutan lainnya memiliki keuntungan dari dukungan Greenpeace. Bahkan Greenpeace tidak hanya mempromosikan FSC, mereka aktif mengancam pengecer atau produsen yang memutuskan untuk membeli kayu dan produk kertas yang menggunakan sertifikat lain, padahal standar sertifikasi hutan yang ditemui sama ketatnya.
Pada dasarnya Greenpeace ingin mencoba menciptakan monopoli untuk FSC di Asia dengan menggunakan strategi ancaman dan intimidasi.
Sebelumnya Greenpeace pernah mencoba strategi yang sama di Amerika Utara, yang mendorong pengecer perbaikan rumah dan pembangun rumah agar membeli produk berlabel FSC. Tapi pengecer perbaikan rumah dan pembangun rumah akhirnya menyadari bahwa mereka bisa memberikan nilai lebih kepada pelanggan mereka tanpa harus mematuhi seruan tersebut, sementara masih mejamin pelestarian hutan yang berkelanjutan. Disinilah Geenpeace mengalami kegagalan. Setelah kegagalan mengamankan monopoli FSC di Amerika Utara, maka Greenpeace sekarang mencoba untuk melakukannya di Asia, dengan fokus khusus pada Indonesia.
Tragedi sebenarnya adalah bahwa demi label sertifikasi hutan dan atas nama monopoli, Greenpeace mengabaikan penyebab sesungguhnya dari kerusakan hutan di Indonesia: praktek-praktek pertanian yang tidak berkelanjutan, perambahan hutan ilegal, dan penebangan liar dan perburuan.
Demi mempromosikan dan mendukung monopoli FSC serta membatasi pilihan konsumen dan persaingan pasar, Greenpeace lupa bahwa upayanya tersebut tidak memiliki dampak apapun pada kelestarian hutan Indonesia, yang selama ini mereka dengungkan.
Patrick Moore (http://en.wikipedia.org/wiki/Patrick_Moore_%28environmentalist%29) adalah merupakan anggota awal pada saat berdirinya Greenpeace . Moore bergabung dengan Greenpeace sejak tahun 1971 dan kemudian mengundurkan diri pada tahun 1986 karena alasan pribadi. Setelah keluar dari Greenpeace, dia mendirikan konsultan di bidang industri yang berorientasi lingkungan, Greenspirit Strategies, yang berkududukan di Vancouver. Sejak pengunduran dirinya, Moore banyak mengkritisi kebijakan-kebijakan Greenpeace yang dinilai telah jauh dari semangat dan tujuan awalnya. Salah satunya melalui bukunya yang berjudul Confessions of a Greenpeace. Forest Stewardship Council (FSC) (http://en.wikipedia.org/wiki/Forest_Stewardship_Council) adalah sebuah organisasi nirlaba, yang didirikan pada tahun 1993 untuk mempromosikan manajemen yang bertanggung jawab tehadap hutan dunia. Alat utama yang digunakan mereka adalah dengan pengaturan standar, sertifikasi independen dan pelabelan produk-produk hutan. Lewat alat utama ini, FSC menawarkan pelanggan di seluruh dunia untuk memilih produk dari lingkungan sosial dan kehutanan yang bertanggung jawab.
-sumber- (http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/01/26/greenpeace-merencakanan-pemerasan-melalui-monopoli-fsc-untuk-hutan-indonesia/)
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1327526812478662397.jpg
Mantan aktivis lingkungan hidup Greenpeace yang terkenal, Patrick Moore (http://en.wikipedia.org/wiki/Patrick_Moore_%28environmentalist%29), mengkritik dan menuding Greenpeace telah merencanakan strategi �pemerasan� tehadap hutan Indonesia atas kepentingan dan monopoli Forest Stewardship Council (FSC) (http://en.wikipedia.org/wiki/Forest_Stewardship_Council) melalui The Telegraph, 21 Januari 2012, dengan judul �Greenpeace�s forest policy is unsustainable (http://blogs.telegraph.co.uk/news/jamesdelingpole/100131545/greenpeaces-forest-policy-is-unsustainable/)�,
Ada dua hal yang menarik dari judul di atas yaitu pemerasan dan momopoli. Dua kata yang mungkin sangat �haram� untuk dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya �pengawal lingkungan dunia� itu. Namun Moore dapat menggambarkannya dengan baik.
Mengenai hubungan pemerasan dan monopoli, Moore menganalogikan dalam sebuah contoh kasus dimana terdapat satu kelompok aktivis dengan ambisi politik tertentu dan karena hubungan dekat mereka dengan salah satu produsen komputer terlibat dalam kampanye untuk mengancaman para pengecer tertentu di Inggris.
Para pengecer target diberitahu bahwa mereka harus membeli komputer hanya dari produsen pilihan, yang tak lain terkait erat dengan kelompok aktivis tersebut. Perbuatan para aktivis ini secara langsung merugikan pengecer lain, persaingan pasar, dan konsumen pada umumnya. Jika pengecer berani untuk membeli dari produsen komputer lain, kelompok aktivis akan terus kampanye untuk menyebarkan informasi yang salah, melecehkan dan mempermalukan pengecer, dan berusaha menodai nama dan merek mereka. Jika skenario fiktif dibuat seolah-olah nyata, kemungkinan akan menyebabkan penyelidikan. Dalam dunia kejahatan terorganisir, jenis strategi seperti ini dapat disebut pemerasan. Dan apabila skenario tersebut berhasil, maka produsen komputer yang menjadi rujukan mereka itu akan memonopoli pasar pengencer.
Strategi seperti inilah yang dilakukan oleh Greenpeace dengan target produsen hasil hutan di Indonesia (meskipun tanpa ancaman kekerasan yang sering dikaitkan dengan pemerasan). Karena strategi ini lah mantan rekan di Greenpeace dipuji sebagai pemimpin oleh para aktivis lingkungan yang lain.
Greenpeace mengancam nama dan merek pengecer dan produsen yang tidak setuju dengan kebijakan kertas dan serat kayu yang didukung oleh Greenpeace. Mereka memberikan preferensi ke salah satu lembaga sertifikasi hutan tertentu, Forest Stewardship Council (FSC), melebihi semua badan sertifikasi hutan lainnya.
Para aktivis Greenpeace tidak peduli bahwa sertifikasi hutan lainnya juga menegakkan standar-standar sertifikasi hutan yang ketat, baik yang sesuai atau melebihi kebijakan yang dibuat oleh FSC. Bahkan mereka tidak peduli ketika para seniornya mengakatkan bahwa produsen hasil hutan Indonesia saat ini telah mematuhi standar lingkungan dan sosial yang ketat dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat lokal yang hidup dibawah garis kemiskinan di daerah dimana produsen beroperasi.
Bahkan mereka juga tidak peduli bahwa produsen produk hutan terkemuka di Indonesia telah melakukan langkah agresif terhadap sertifikasi hutan tanaman industri melalui berbagai pendekatan independen, termasuk standar nasional Indonesia yang ketat, seperti yamg dilakukan oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).
Sebaliknya, apa yang penting bagi Greenpeace adalah hubungan dekatnya dengan FSC. Greenpeace berperan dalam mendirikan dan memelihara FSC, bersama dengan sesama aktivis lingkungan lainya melakukan kontrol politik yang ketat atas organisasi. Hal yang pasti menurut Moore, bahwa Greenpeace hanya ingin melihat FSC berkembang dan �mebinasakan� semua standar sertifikasi lainnya.
Tidak ada sertifikasi hutan lainnya memiliki keuntungan dari dukungan Greenpeace. Bahkan Greenpeace tidak hanya mempromosikan FSC, mereka aktif mengancam pengecer atau produsen yang memutuskan untuk membeli kayu dan produk kertas yang menggunakan sertifikat lain, padahal standar sertifikasi hutan yang ditemui sama ketatnya.
Pada dasarnya Greenpeace ingin mencoba menciptakan monopoli untuk FSC di Asia dengan menggunakan strategi ancaman dan intimidasi.
Sebelumnya Greenpeace pernah mencoba strategi yang sama di Amerika Utara, yang mendorong pengecer perbaikan rumah dan pembangun rumah agar membeli produk berlabel FSC. Tapi pengecer perbaikan rumah dan pembangun rumah akhirnya menyadari bahwa mereka bisa memberikan nilai lebih kepada pelanggan mereka tanpa harus mematuhi seruan tersebut, sementara masih mejamin pelestarian hutan yang berkelanjutan. Disinilah Geenpeace mengalami kegagalan. Setelah kegagalan mengamankan monopoli FSC di Amerika Utara, maka Greenpeace sekarang mencoba untuk melakukannya di Asia, dengan fokus khusus pada Indonesia.
Tragedi sebenarnya adalah bahwa demi label sertifikasi hutan dan atas nama monopoli, Greenpeace mengabaikan penyebab sesungguhnya dari kerusakan hutan di Indonesia: praktek-praktek pertanian yang tidak berkelanjutan, perambahan hutan ilegal, dan penebangan liar dan perburuan.
Demi mempromosikan dan mendukung monopoli FSC serta membatasi pilihan konsumen dan persaingan pasar, Greenpeace lupa bahwa upayanya tersebut tidak memiliki dampak apapun pada kelestarian hutan Indonesia, yang selama ini mereka dengungkan.
Patrick Moore (http://en.wikipedia.org/wiki/Patrick_Moore_%28environmentalist%29) adalah merupakan anggota awal pada saat berdirinya Greenpeace . Moore bergabung dengan Greenpeace sejak tahun 1971 dan kemudian mengundurkan diri pada tahun 1986 karena alasan pribadi. Setelah keluar dari Greenpeace, dia mendirikan konsultan di bidang industri yang berorientasi lingkungan, Greenspirit Strategies, yang berkududukan di Vancouver. Sejak pengunduran dirinya, Moore banyak mengkritisi kebijakan-kebijakan Greenpeace yang dinilai telah jauh dari semangat dan tujuan awalnya. Salah satunya melalui bukunya yang berjudul Confessions of a Greenpeace. Forest Stewardship Council (FSC) (http://en.wikipedia.org/wiki/Forest_Stewardship_Council) adalah sebuah organisasi nirlaba, yang didirikan pada tahun 1993 untuk mempromosikan manajemen yang bertanggung jawab tehadap hutan dunia. Alat utama yang digunakan mereka adalah dengan pengaturan standar, sertifikasi independen dan pelabelan produk-produk hutan. Lewat alat utama ini, FSC menawarkan pelanggan di seluruh dunia untuk memilih produk dari lingkungan sosial dan kehutanan yang bertanggung jawab.
-sumber- (http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/01/26/greenpeace-merencakanan-pemerasan-melalui-monopoli-fsc-untuk-hutan-indonesia/)