vals
27th January 2012, 08:03 AM
Deforestasi Sumatera: Gajah Mati Meninggalkan Gading & Harimau Mati Meninggalkan Belang
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1327553669695060505.jpg
Dalam laporan State of the Worlds Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) Indonesia menempati posisi ke 8 dari 10 negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia. Namun, disisi lain penyusutan luas hutan di Indonesia sangat signifikan setiap tahunnya dengan laju deforestasi 1,07 juta hektare per tahun sehingga menempatkan Indonesia di posisi ke 2 dari 10 negara dengan tingkat kerusakan hutan paling tinggi di dunia.
Untuk kawasan hutan di pulau Sumatera diperkirakan 5 tahun ke depan hanya tinggal 7 %, karena tidak seimbangnya laju deforestasi dengan laju rehabilitasi. Penyebab utama kerusakan hutan di Pulau Sumatera tak terlepas dari sistem ekonomi, politik dan hukum yang lemah. Dimana sumber daya alam khususnya hutan dianggap sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi besar-besaran. Sistem yang lemah ini menyebabkan alih fungsi hutan menjadi perkebunan terutama sawit, tambang , penebangan liar dan perambahan merajalela.
Jika tidak ada tindakan yang tegas semacam moratorium penebangan hutan dan penghentian penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) dan Kuasa Pertambangan (KP) terhadap koorporasi nakal maka bisa dipastikan akan terjadi bencana ekologis yang parah di Pulau Sumatera. Deforestasi tentu menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Menurut studi yang dilakukan oleh World Resource Institute pertumbuhan ekonomi menurun 40 � 60 % berdasarkan kerugian di sektor lingkungan. Namun tidak cukup itu saja, yang terparah adalah rusaknya flora dan fauna khas nusantara.
Berdasarkan sumber disini (http://teknologi.vivanews.com/news/read/282463-gajah-sumatera-masuk-daftar-nyaris-punah), deforestasi tanpa diimbangi langkah signifikan perlindungan habitat menyebabkan munculnya prediksi bahwa gajah Sumatera akan punah dalam jangka waktu 30 tahun kedepan. Saat ini di Sumatera diperkirakan hanya terdapat 2400 sampai 2800 gajah. Hal ini mendorong Union for Conservation of Nature (IUCN) menaikkan peringkat gajah Sumatera dari dari �endangered� menjadi �critically endangered� karena 70% habitat dari separuh populasi rusak hanya dalam satu generasi. Bukti nyata adalah rusaknya habitat di Riau yang menyebabkan 6 populasi hilang dan di Lampung yang menyebabkan 9 populasi gajah hilang. Trend seperti ini diperkirakan tetap berlanjut dan pasti. Tak hanya gajah, hal yang sama juga harimau Sumatera.
Harimau Sumatera merupakan salah satu dari 3 sub species harimau di Indonesia selain harimau Bali dan Jawa. Namun sub species harimau Jawa dan Bali sudah punah, sedangkan harimau Sumatera berada dalam keadaan terancam punah. Kerusakan hutan di kawasan timur Sumatera yang notabene habitat asli harimau Sumatera akibat konsesi dan pembangunan kanal air di lahan gambut menyebabkan harimau terancam tinggal nama.
Keberadaan hutan sebagai habitat asli menentukan kelangsungan hidup satwa lain seperti monyet, rusa dan babi hutan yang biasanya menjadi mangsa alami harimau dalam suatu rantai makanan. Oleh karena itu punahnya mangsa pasti akan berimbas ke punahnya harimau sumatera.
Kehilangan tak cukup berhenti pada gajah dan harimau melainkan juga budaya. Seperti yang dituturkan seorang budayawan Sumatera Barat Datuk Raja Gampo Edwel disini (http://sains.kompas.com/read/2011/09/16/23012932/Kerusakan.Hutan.Ancam.Budaya.Masyarakat.) kehilangan hutan, kehilangan harimau artinya juga kehilangan sumber inspirasi dan filosofi masyarakat yang diajarkan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Oleh karena itu yuk bersama-sama menyelamatkan hutan kita, terutama bagaimana pemerintah segera menyadari dan mengambil tindakan nyata terkait status kritis fauna � fauna khas Indonesia itu.
-sumber- (http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/01/26/deforestasi-sumatera-gajah-mati-meninggalkan-gading-harimau-mati-meninggalkan-belang/)
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1327553669695060505.jpg
Dalam laporan State of the Worlds Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) Indonesia menempati posisi ke 8 dari 10 negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia. Namun, disisi lain penyusutan luas hutan di Indonesia sangat signifikan setiap tahunnya dengan laju deforestasi 1,07 juta hektare per tahun sehingga menempatkan Indonesia di posisi ke 2 dari 10 negara dengan tingkat kerusakan hutan paling tinggi di dunia.
Untuk kawasan hutan di pulau Sumatera diperkirakan 5 tahun ke depan hanya tinggal 7 %, karena tidak seimbangnya laju deforestasi dengan laju rehabilitasi. Penyebab utama kerusakan hutan di Pulau Sumatera tak terlepas dari sistem ekonomi, politik dan hukum yang lemah. Dimana sumber daya alam khususnya hutan dianggap sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi besar-besaran. Sistem yang lemah ini menyebabkan alih fungsi hutan menjadi perkebunan terutama sawit, tambang , penebangan liar dan perambahan merajalela.
Jika tidak ada tindakan yang tegas semacam moratorium penebangan hutan dan penghentian penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) dan Kuasa Pertambangan (KP) terhadap koorporasi nakal maka bisa dipastikan akan terjadi bencana ekologis yang parah di Pulau Sumatera. Deforestasi tentu menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Menurut studi yang dilakukan oleh World Resource Institute pertumbuhan ekonomi menurun 40 � 60 % berdasarkan kerugian di sektor lingkungan. Namun tidak cukup itu saja, yang terparah adalah rusaknya flora dan fauna khas nusantara.
Berdasarkan sumber disini (http://teknologi.vivanews.com/news/read/282463-gajah-sumatera-masuk-daftar-nyaris-punah), deforestasi tanpa diimbangi langkah signifikan perlindungan habitat menyebabkan munculnya prediksi bahwa gajah Sumatera akan punah dalam jangka waktu 30 tahun kedepan. Saat ini di Sumatera diperkirakan hanya terdapat 2400 sampai 2800 gajah. Hal ini mendorong Union for Conservation of Nature (IUCN) menaikkan peringkat gajah Sumatera dari dari �endangered� menjadi �critically endangered� karena 70% habitat dari separuh populasi rusak hanya dalam satu generasi. Bukti nyata adalah rusaknya habitat di Riau yang menyebabkan 6 populasi hilang dan di Lampung yang menyebabkan 9 populasi gajah hilang. Trend seperti ini diperkirakan tetap berlanjut dan pasti. Tak hanya gajah, hal yang sama juga harimau Sumatera.
Harimau Sumatera merupakan salah satu dari 3 sub species harimau di Indonesia selain harimau Bali dan Jawa. Namun sub species harimau Jawa dan Bali sudah punah, sedangkan harimau Sumatera berada dalam keadaan terancam punah. Kerusakan hutan di kawasan timur Sumatera yang notabene habitat asli harimau Sumatera akibat konsesi dan pembangunan kanal air di lahan gambut menyebabkan harimau terancam tinggal nama.
Keberadaan hutan sebagai habitat asli menentukan kelangsungan hidup satwa lain seperti monyet, rusa dan babi hutan yang biasanya menjadi mangsa alami harimau dalam suatu rantai makanan. Oleh karena itu punahnya mangsa pasti akan berimbas ke punahnya harimau sumatera.
Kehilangan tak cukup berhenti pada gajah dan harimau melainkan juga budaya. Seperti yang dituturkan seorang budayawan Sumatera Barat Datuk Raja Gampo Edwel disini (http://sains.kompas.com/read/2011/09/16/23012932/Kerusakan.Hutan.Ancam.Budaya.Masyarakat.) kehilangan hutan, kehilangan harimau artinya juga kehilangan sumber inspirasi dan filosofi masyarakat yang diajarkan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Oleh karena itu yuk bersama-sama menyelamatkan hutan kita, terutama bagaimana pemerintah segera menyadari dan mengambil tindakan nyata terkait status kritis fauna � fauna khas Indonesia itu.
-sumber- (http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/01/26/deforestasi-sumatera-gajah-mati-meninggalkan-gading-harimau-mati-meninggalkan-belang/)