DreamWorld
21st January 2012, 08:19 AM
Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendenag, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam. Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang. Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang keduakalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari.
Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :
I . Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.
II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi, bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yamg mati banyak menjelma (nitis).
III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.
Tiga jaman tsb. Masing-masing dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan), seperti dibawah ini :
I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :
1.Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.
2.Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).
3.Kala-brawa (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.
4.Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul, sedang, telaga, dsb.
5.Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.
6.Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian2-kesenian dsb.
7.Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.
II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi :
1.Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.
2.Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.
3.Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.
4.Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.
5.Kala-teteka (th. 1.101 - 1.200): Banyak oran g datang dari negeri-negeri lain.
6.Kala-wisesa (th. 1.201 - 1.300): Banyak orang yang terhukum.
7.Kala-wisaya (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.
III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi :
1.Kala-jangga (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.
2.Kala-sakti (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.
3.Kala-jaya (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.
4.Kala-bendu (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan, akhirnya bentrokkan.
5.Kala-suba (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.
6.Kala-sumbaga (th. 1.901 - 2.000) : Banyak orang tersohor pandai dan hebat.
7.Kala-surasa (th. 2.001 - 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.
Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta Ali Samsujen, kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera mahkotanya Jaya-amijaya di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata dan diterima di sanggar semadinya.
Sang Anjar hendak menguji sang Prabu yang terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang terdiri dari :
1.Kunir (kunyit) satu akar
2.Juadah satu takir (mangkok dibuat dari daun pisang)
3.Geti (biji wijen bergula) satu takir
4.Kajar (senthe sebangsa ubi rasanya pahit memabokkan satu batang)
1.Bawang putih satu takir
2.Kembang melati satu takir
3.Kembang seruni (serunai; tluki) satu takir
Anjar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Anjar ditikamnya hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun ditikamnya pula dan mati seketika.
Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang membunuh mertuanya (Anjar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut. "Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat berakhirnya, para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau ku-sambut (hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua ilmuku".
Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya dengan kraton-kraton yang bersangkutan, Sabda Prabu Jayabaya, "Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari".
to be continued... >>>
Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :
I . Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.
II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi, bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yamg mati banyak menjelma (nitis).
III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.
Tiga jaman tsb. Masing-masing dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan), seperti dibawah ini :
I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :
1.Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.
2.Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).
3.Kala-brawa (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.
4.Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul, sedang, telaga, dsb.
5.Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.
6.Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian2-kesenian dsb.
7.Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.
II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi :
1.Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.
2.Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.
3.Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.
4.Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.
5.Kala-teteka (th. 1.101 - 1.200): Banyak oran g datang dari negeri-negeri lain.
6.Kala-wisesa (th. 1.201 - 1.300): Banyak orang yang terhukum.
7.Kala-wisaya (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.
III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi :
1.Kala-jangga (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.
2.Kala-sakti (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.
3.Kala-jaya (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.
4.Kala-bendu (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan, akhirnya bentrokkan.
5.Kala-suba (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.
6.Kala-sumbaga (th. 1.901 - 2.000) : Banyak orang tersohor pandai dan hebat.
7.Kala-surasa (th. 2.001 - 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.
Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta Ali Samsujen, kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera mahkotanya Jaya-amijaya di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata dan diterima di sanggar semadinya.
Sang Anjar hendak menguji sang Prabu yang terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang terdiri dari :
1.Kunir (kunyit) satu akar
2.Juadah satu takir (mangkok dibuat dari daun pisang)
3.Geti (biji wijen bergula) satu takir
4.Kajar (senthe sebangsa ubi rasanya pahit memabokkan satu batang)
1.Bawang putih satu takir
2.Kembang melati satu takir
3.Kembang seruni (serunai; tluki) satu takir
Anjar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Anjar ditikamnya hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun ditikamnya pula dan mati seketika.
Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang membunuh mertuanya (Anjar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut. "Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat berakhirnya, para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau ku-sambut (hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua ilmuku".
Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya dengan kraton-kraton yang bersangkutan, Sabda Prabu Jayabaya, "Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari".
to be continued... >>>