guntank
4th November 2011, 11:28 PM
Gerakan reformasi nasional sejak tahun 1998 berlangsung tanpa ideologi, tanpa struktur, dan tanpa pimpinan, sehingga semua bagaikan berlangsung tanpa arah. Format budaya politik Jawa yang dipraktekkan Soekarno dan Soeharto telah gagal total sedangkan tokoh-tokoh Minangkabau sudah disikat habis.
Agak sukar membantah kesan bahwa Indonesia dewasa ini berada dalam keadaan anomi, keadaan tanpa nilai. Dewasa ini sungguh sukar untuk mensifatkan apakah Republik Indonesia masih menganut Pancasila atau sudah beralih ke liberalisme; sungguh-sungguh suatu negara kesatuan ataukah sebuah pseudo negara federal; apakah masih menganut sistem pemerintahan presidensil ataukah sudah semi parlementer; apakah masih negara hukum ataukah suatu anarki; apakah suatu demokrasi atau suatu kleptokrasi (negara yang dipimpin oleh maling-maling).
Negara-negara nasional yang baru, yang umumnya baru terbentuk sebagai bagian dari proses dekolonisasi setelah Perang Dunia Kedua, yang penduduknya sangat beragam latar belaka:loveindonesiang ras, etnik dan agamanya; yang batas-batasnya merupakan warisan dari sejarah imperialisme dan kolonialisme; dan yang korps elitenya masih harus merebut kepercayaan dari masyarakatnya yang heterogen itu, tidak jarang menampakkan suasana yang tidak stabil.
Ketidakstabilan tersebut terwujud dalam rangkaian jatuh bangunnya kabinet, kemerosotan pelayanan publik, kudeta, pemberontakan, perang saudara, huru-hara berkepanjangan, dan gangguan kriminalitas yang hampir tidak dapat dikendalikan. Untuk menelaah fenemona baru negara nasional ini pada saat ini sudah mulai berkembang studi tentang negara yang gagal dan runtuhnya negara (Baker 1998; DORFF, 2000). Republik Indonesia sudah termasuk dalam daftar negara yang disebut sebagai negara gagal. Belum runtuh, tetapi sudah mulai termasuk gagal.
Dari segi nation- and state-building (proses pembangunan bangsa) suatu masalah yang mendesak untuk ditangani adalah memuluskan kembali hubungan antara pemerintah dengan rakyat yang bermasyarakat majemuk ini.
:loveindonesia:loveindonesia
Agak sukar membantah kesan bahwa Indonesia dewasa ini berada dalam keadaan anomi, keadaan tanpa nilai. Dewasa ini sungguh sukar untuk mensifatkan apakah Republik Indonesia masih menganut Pancasila atau sudah beralih ke liberalisme; sungguh-sungguh suatu negara kesatuan ataukah sebuah pseudo negara federal; apakah masih menganut sistem pemerintahan presidensil ataukah sudah semi parlementer; apakah masih negara hukum ataukah suatu anarki; apakah suatu demokrasi atau suatu kleptokrasi (negara yang dipimpin oleh maling-maling).
Negara-negara nasional yang baru, yang umumnya baru terbentuk sebagai bagian dari proses dekolonisasi setelah Perang Dunia Kedua, yang penduduknya sangat beragam latar belaka:loveindonesiang ras, etnik dan agamanya; yang batas-batasnya merupakan warisan dari sejarah imperialisme dan kolonialisme; dan yang korps elitenya masih harus merebut kepercayaan dari masyarakatnya yang heterogen itu, tidak jarang menampakkan suasana yang tidak stabil.
Ketidakstabilan tersebut terwujud dalam rangkaian jatuh bangunnya kabinet, kemerosotan pelayanan publik, kudeta, pemberontakan, perang saudara, huru-hara berkepanjangan, dan gangguan kriminalitas yang hampir tidak dapat dikendalikan. Untuk menelaah fenemona baru negara nasional ini pada saat ini sudah mulai berkembang studi tentang negara yang gagal dan runtuhnya negara (Baker 1998; DORFF, 2000). Republik Indonesia sudah termasuk dalam daftar negara yang disebut sebagai negara gagal. Belum runtuh, tetapi sudah mulai termasuk gagal.
Dari segi nation- and state-building (proses pembangunan bangsa) suatu masalah yang mendesak untuk ditangani adalah memuluskan kembali hubungan antara pemerintah dengan rakyat yang bermasyarakat majemuk ini.
:loveindonesia:loveindonesia