skillfulmen
17th January 2010, 02:26 PM
Produk China Wajib Pakai SNI
Minggu, 17 Januari 2010 | 13:08 WIB
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/01/12/2055473p.jpg
KOMPAS/LASTI KURNIA
Sandal buatan China dari bahan baku plastik silikon yang murah, tahan air, dan menarik perhatian karena warnanya yang cerah menjadi produk primadona di pasar-pasar tradisional, seperti di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin 11/1/2010.
JAKARTA, KOMPAS.com � Kementerian BUMN mendorong pemerintah menerapkan penggunaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk China guna melindungi perusahaan lokal sekaligus memproteksi konsumen, terkait pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement atau ACFTA.
"SNI penting diterapkan untuk mengetahui apakah barang yang masuk ke Indonesia kualitasnya sama dengan produksi sejenis dalam negeri," kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di Jakarta, Minggu (17/1/2010).
Menurut Said, sejauh ini dampak pelaksanaan ACFTA dalam jangka pendek terhadap kinerja perusahaan milik negara belum terasa. "Akan tetapi, kami terus mempelajarinya dan segera memberi masukan kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk mengambil langkah konkret menghadapi persoalan," katanya.
Ia menuturkan, secara industri, pelaksanaan ACFTA memberikan dampak besar terhadap pasar di dalam negeri karena akan dibanjiri produk-produk dengan beragam kualitas dan harga.
Satu jenis produk bisa memiliki hingga lima kualitas, dengan harga bervariasi yang bersaing dengan produk sejenis dalam negeri. "Dari tampang sama (produk), tapi kualitasnya rendah. Dengan harga yang lebih murah, bisa saja produk asal China tersebut lebih laku," ujarnya.
Suapaya lebih adil, Said menyarankan agar penerapan SNI diterapkan tidak saja untuk produk dari luar negeri, tetapi juga produk lokal agar telihat jelas bahwa yang dibeli para konsumen bukan "sampah".
Tiada standar
Sesungguhnya, masalah yang dihadapi adalah, produk asal China yang masuk ke dalam negeri tidak punya standar. "Kalau standarnya sama, maka kita yakin mampu bersaing. Yang manufaktur agak berat, tapi kalau produk rumahan masih beranilah," aku Said.
Menurut dia, secara keseluruhan penerapan ACFTA bisa memberi dampak negatif karena mengancam sektor tertentu. Namun, hal itu juga berdampak positif terhadap BUMN karena bisa disiasati dengan efisiensi terhadap biaya-biaya produksi sehingga menciptakan peluang.
Said mencontohkan, motor China, yang sempat menjadi fenomenal karena dijual dengan harga murah, belakangan tidak lagi laku atau bahkan hilang dari pasar karena konsumen otomotif sudah lebih jeli terhadap kualitas produk.
Untuk itulah, diutarakan Said, penting bagi pemerintah untuk mengedepankan kampanye produk dalam negeri. Namun, hal itu dengan catatan bahwa yang diproduksi adalah barang berkualitas.
Ia mengakui, produk baja impor asal China banyak beredar di pasar. Namun, dengan kualitas produk PT Krakatau Steel (Persero) yang lebih terjamin, baja impor tersebut ditinggalkan.
Untuk itu, sebagai antisipasi pemberlakuan ACFTA, Kementerian BUMN mendorong perusahaan "pelat merah" untuk menghasilkan barang/jasa berkualitas sehingga menjadi pionir di setiap industri.
"Pemerintah juga memastikan ketersediaan BBM, gas, dan energi listrik secara berkesinambungan untuk mendukung daya saing industri di dalam negeri," katanya.
Minggu, 17 Januari 2010 | 13:08 WIB
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/01/12/2055473p.jpg
KOMPAS/LASTI KURNIA
Sandal buatan China dari bahan baku plastik silikon yang murah, tahan air, dan menarik perhatian karena warnanya yang cerah menjadi produk primadona di pasar-pasar tradisional, seperti di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin 11/1/2010.
JAKARTA, KOMPAS.com � Kementerian BUMN mendorong pemerintah menerapkan penggunaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk China guna melindungi perusahaan lokal sekaligus memproteksi konsumen, terkait pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement atau ACFTA.
"SNI penting diterapkan untuk mengetahui apakah barang yang masuk ke Indonesia kualitasnya sama dengan produksi sejenis dalam negeri," kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di Jakarta, Minggu (17/1/2010).
Menurut Said, sejauh ini dampak pelaksanaan ACFTA dalam jangka pendek terhadap kinerja perusahaan milik negara belum terasa. "Akan tetapi, kami terus mempelajarinya dan segera memberi masukan kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk mengambil langkah konkret menghadapi persoalan," katanya.
Ia menuturkan, secara industri, pelaksanaan ACFTA memberikan dampak besar terhadap pasar di dalam negeri karena akan dibanjiri produk-produk dengan beragam kualitas dan harga.
Satu jenis produk bisa memiliki hingga lima kualitas, dengan harga bervariasi yang bersaing dengan produk sejenis dalam negeri. "Dari tampang sama (produk), tapi kualitasnya rendah. Dengan harga yang lebih murah, bisa saja produk asal China tersebut lebih laku," ujarnya.
Suapaya lebih adil, Said menyarankan agar penerapan SNI diterapkan tidak saja untuk produk dari luar negeri, tetapi juga produk lokal agar telihat jelas bahwa yang dibeli para konsumen bukan "sampah".
Tiada standar
Sesungguhnya, masalah yang dihadapi adalah, produk asal China yang masuk ke dalam negeri tidak punya standar. "Kalau standarnya sama, maka kita yakin mampu bersaing. Yang manufaktur agak berat, tapi kalau produk rumahan masih beranilah," aku Said.
Menurut dia, secara keseluruhan penerapan ACFTA bisa memberi dampak negatif karena mengancam sektor tertentu. Namun, hal itu juga berdampak positif terhadap BUMN karena bisa disiasati dengan efisiensi terhadap biaya-biaya produksi sehingga menciptakan peluang.
Said mencontohkan, motor China, yang sempat menjadi fenomenal karena dijual dengan harga murah, belakangan tidak lagi laku atau bahkan hilang dari pasar karena konsumen otomotif sudah lebih jeli terhadap kualitas produk.
Untuk itulah, diutarakan Said, penting bagi pemerintah untuk mengedepankan kampanye produk dalam negeri. Namun, hal itu dengan catatan bahwa yang diproduksi adalah barang berkualitas.
Ia mengakui, produk baja impor asal China banyak beredar di pasar. Namun, dengan kualitas produk PT Krakatau Steel (Persero) yang lebih terjamin, baja impor tersebut ditinggalkan.
Untuk itu, sebagai antisipasi pemberlakuan ACFTA, Kementerian BUMN mendorong perusahaan "pelat merah" untuk menghasilkan barang/jasa berkualitas sehingga menjadi pionir di setiap industri.
"Pemerintah juga memastikan ketersediaan BBM, gas, dan energi listrik secara berkesinambungan untuk mendukung daya saing industri di dalam negeri," katanya.