PDA

View Full Version : Siapa Dapat Hidup Seribu Tahun Lagi ?


blueparadise
16th August 2010, 10:15 AM
http://netsains.com/wp-content/uploads/2010/03/turritopsis.jpg


�Aku mau hidup seribu tahun lagi�, demikian larik penutup puisi �Aku� oleh Chairil Anwar (http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar). Puisi ini ditulis bulan Maret 1943, selang enam tahun kemudian Chairil meninggal dunia. Hidup abadi adalah obsesi menarik umat manusia. Dalam mitologi dan sumber-sumber pengetahuan purba di belahan bumi barat, hidup muda abadi adalah tema yang senantiasa berulang. Herodotus (http://en.wikipedia.org/wiki/Herodotus), sejarawan Yunani yang hidup di abad ke lima sebelum Yesus Kristus menulis tentang mata air keabadian yang konon kabarnya berada di Ethiopia. Siapapun yang minum dari mata air ini bakal jadi muda selamanya. Juan Ponce de Leon (http://en.wikipedia.org/wiki/Juan_Ponce_de_Le%C3%B3n), eksplorator asal Spanyol yang ditahbiskan jadi gubernur Puerto Rico pertama sampai-sampai menggelar ekspedisi ke Florida demi mendengar bahwa mata air keabadian bisa ditemukan di sana. Manusia berobsesi, manusia mencari. Bahkan di masa modern seperti sekarangpun ekspedisi mencari mata air keabadian masih belum berhenti. Methuselah Foundation (http://www.mfoundation.org/index.php?pagename=mj_about_who), lembaga penelitian non-profit yang didirikan tahun 2000 lalu punya misi ambisius: meneruskan pencarian kunci hentinya penuaan bermodal metode ilmiah.
Dari Herodotus, ke Chairil Anwar sampai Methuselah Foundation: lima belas abad berlalu dan penuaan serta mortalitas masih jadi kodrat tak terelakkan manusia. Ironisnya, kodrat sedemikian ternyata tak berlaku buat satu organisme tak terbayangkan, ubur �ubur dari genus Turritopsis (http://data.gbif.org/species/13225679/). Ubur-ubur Turritopsis bertumbuh bukan hanya ke satu arah: menua, namun di situasi-situasi tertentu ubur-ubur ini mampu bertumbuh ke arah sebaliknya: menjadi lebih muda.
Secara sederhana, siklus hidup ubur-ubur punya tiga fase berbeda: (1) larva planula hasil pertemuan sperma dan sel telur ubur-ubur bergerak dengan bantuan rambut-rambut halus dipermukaan sel nya (cillia) berenang-renang mencari substrat tertentu kemudian menetap di permukaan substrat yang sesuai dan berkembang menjadi (2) koloni polyp dengan struktur-struktur vertikal mirip batang. Dari koloni polyp ini, tunas-tunas kecil bermunculan untuk kemudian bertumbuh kembang menjadi (3) ubur-ubur yang biasa kita kenal, berbentuk payung transparan dengan tentakel-tentakel terulur di bawahnya. Fase terakhir ini biasa disebut �medusa�, karena bentuknya yang mirip-mirip pemerian tokoh mitos Medusa dengan ular sebagai rambutnya.
Umumnya larva planula biasa hidup beberapa jam hingga beberapa hari sebelum berdiferensiasi menjadi polyp, sementara koloni polyp dapat bertahan hidup hingga beberapa tahun. Sepanjang masa hidupnya, koloni polyp bisa melepas ratusan medusa. Medusa-medusa inilah yang kemudian bertindak sebagai agen reproduksi seksual, memproduksi sprema dan sel telur yang jika bertemu kemudian menghasilkan larva planula baru. Jamaknya, medusa ubur-ubur hidup selama 6-8 bulan untuk kemudian mati dan membusuk seperti organisme-organisme lain. Di sinilah medusa-medusa dari ubur-ubur genus Turritopsis punya kemampuan langka: mereka mampu berkembang balik menjadi polyp.
Observasi bahwa medusa ubur-ubur Turritopsis mampu berkembang balik menjadi polyp pertama kali dilaporkan tahun 1992 oleh Giorgio Bavestrello dari Universit� Politecnica delle Marche di Ancona, Italia. Stefano Piraino, professor di Universitas Lecce, Italia, melakukan studi lanjut terhadap fenomena menarik ini dan bersama beberapa koleganya menerbitkan artikel di mana mereka mencoba membedah mekanisme fenomena ini di tahun 1996 (http://www.biolbull.org/cgi/reprint/190/3/302). Setiap sel di setiap organisme berangkat dari sel primula yang belum terdiferensiasi.
Embryo manusia, contohnya, adalah sel primula yang kemudian termultiplikasi dan terdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel: ada yang menjadi sel pembentuk retina mata, ada yang menjadi sel pembentuk dinding lambung dan seterusnya. Jamaknya, sekali satu sel sudah melewati proses diferensiasi menjadi sel lain dengan fungsi khusus, sel ini tak dapat lagi berubah menjadi sel primula atau sel dengan fungsi khusus lainnya. Sel retina mata kita , misalnya, tidak dapat lagi berubah menjadi embryo ataupun menjadi sel yang membentuk dinding lambung. Di ubur-ubur Turritopsis, beberapa jenis sel yang ditemukan di struktur payung mereka mampu berubah sel-sel polyp. Fenomena di mana satu sel yang sudah terspesialisasi ke salah satu fungsi khusus kemudian berdiferensiasi kembali menjadi sel dengan fungsi lain macam ini disebut transdiferensiasi. Transdiferensiasi sendiri rupa-rupanya bukan barang baru di dunia ubur-ubur. Sel-sel tertentu dari ubur-ubur spesies Podocoryne carnea, misalnya, mampu bertransdiferensiasi menjadi polyp baru. Namun di spesies P. carnea, polyp ini biasanya tumbuh di payung medusa muda dan tidak kemudian berdiri sendiri sebagai polyp independen. Ketika medusa berpolyp ini mati, polypnya pun ikut mati. Terlebih lagi, pembentukan polyp di P. carnea hanya ditemukan di medusa yang masih muda, setelah menua sel-sel P. carnea kehilangan kemampuannya untuk bertransdiferensiasi.
Ubur-ubur genus Turritopsis menanggapi stimulasi-stimulasi negatif macam kelaparan dan perubahan temperature dan salinitas (keasinan) air drastis dengan mengaktivasi setidaknya dua mekanisme molekuler: gen-gen bunuh diri teraktifkan di jaringan-jaringan tertentu, salah satunya jaringan-jaringan tentakel, dan sel-sel tertentu di struktur payung mereka dengan aktif bertransdiferensiasi menjadi sel-sel kista yang kemudian mengendap di permukaan yang mereka temukan. Sel-sel kista ini punya karakter bak sel-sel primula yang di kemudian hari dapat berdiferensiasi menjadi polyp-polyp baru. Piraino dan kolega-koleganya melaporkan bahwa medusa Turritopsis dapat melakukan hal ini baik ketika ia masih muda ataupun ketika ia telah menua. Piraino dan kolega-koleganya bahkan mengamati bahwa ketika medusa Turritopsis menua, proses penuaan ini pun dilihat dan ditanggapi sebagai stimulasi negatif yang secara otomatis memicu dua proses molekuler di atas. Bayangkan implikasinya: secara teoritis, ubur-ubur Turritopsis tidak bisa mati! Setiap kali kematian membayang di balik tikungan, ubur-ubur ini menghidupkan mekanisme memuda kembali.
Pertanyaan natural yang mungkin muncul adalah: kalau memang ubur-ubur ini dapat bertahan hidup sedemikian lama (secara teoritis selama-lamanya), kenapa kita tidak melihat ubur-ubur ini memenuhi perairan di seluruh samudra? Penyebaran ubur-ubur Turritopsis lebih dibatasi oleh kemampuan mereka berenang dan bermigrasi. Organisme yang mampu �hidup seribu tahun lagi� ini rupanya bukan perenang ulung yang kuat bermigrasi ratusan atau ribuan kilometer jauhnya. Tahun lalu (2009), Maria Pia Miglietta (http://www.personal.psu.edu/mum31/), postdoc di Pennsylvania State University, menerbitkan artikel bersama Harilaos Lessios (http://www.stri.org/english/scientific_staff/staff_scientist/scientist.php?id=23), ilmuwan di Smithsonian Tropical Research Institute, yang menunjukkan bahwa salah satu spesies ubur-ubur ini, Turritopsis dohrnii tengah diam-diam menginvasi samudra-samudra dunia di luar habitat asalnya (http://striweb.si.edu/publications/PDFs/Miglietta_Lessios_2009-Biological_Invasions.pdf). Rupa-rupanya, T. dohrnii banyak menumpang kapal-kapal lintas samudra untuk berpindah dari satu samudra ke samudra lain. Kapal besar komersial biasanya menyimpan volume tertentu air laut di bagian dasarnya untuk menyeimbangkan posisi kapar (ballast water (http://www.providence.edu/polisci/students/megaport/ballast.htm)).
Praktik yang biasa dilakukan adalah dengan memompa air laut di dermaga tempat mereka tengah berlabuh ke bagian tertentu dalam kapal dan membuang air tersebut ketika kapal berlabuh di dermaga seberang. Ketika sebuah kapal memompa air laut ke dalam tubuh kapal, banyak fauna laut yang ikut terpompa. Biasanya, situasi negatif dalam lambung kapal (kurangnya makanan, tekanan udara dan temperatur yang tinggi) meminimalisasi kemungkinan fauna laut di samudra yang satu bertahan sepanjang perjalanan hingga sampai di samudra yang lain. Namun dengan kemampuan untuk tumbuh muda kembali tiap kali kematian mengintip ubur-ubur Turritopsis jadi penumpang gelap ideal yang mampu bertahan sampai mereka dipompa keluar kembali di dermaga tujuan. Karakteristik unik ini dipadu dengan tingginya volume lalu lintas antar samudra membuat Turritopsis jadi organisme invasif kelas wahid.

sumber : netsains.com

MikeGetho
16th August 2010, 10:25 AM
Tapi saya lebih memilih Hidup sesuai dengan yang di Takdirkan pada saya Ndan,,

kalo hidup selamanya ntar kebanyakan beban di Bumi :sengsara:

konde2
16th August 2010, 04:35 PM
Tapi saya lebih memilih Hidup sesuai dengan yang di Takdirkan pada saya Ndan,,

kalo hidup selamanya ntar kebanyakan beban di Bumi :sengsara:
ga enak hidup klo muka tua kelamaan...apalagi 1000 taon ga kebayang...:ngupil:

spectr0
16th August 2010, 09:21 PM
Baru aja td siang ane belajar nih puisi di sekolah:malu2:
catatan puisiny masih ada dlm buku ane...:mantap: