Log in

View Full Version : TKI Bermasalah, Hukuman Mati Didepan Mata


LoperKoran
19th June 2011, 12:05 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=39146&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=39146&width=490)
Illustrasi gantung diri. REUTERS/Morteza Nikoubazl




TEMPO Interaktif, Riyadh - Tenaga kerja wanita asal Indonesia dilaporkan telah dieksekusi pancung di Arab Saudi pada Sabtu, 18 Juni 2011.

Laman alriyadh.com menulis, Ruyati binti Saboti Saruna dipancung di Mekah lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi, Khairiya binti Hamid Mijlid.

"Wanita Indonesia itu telah mengakui kejahatannya," begitu pernyataan resmi Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi. Hukuman tersebut sebagai tindak lanjut keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi.

Belum diketahui motif pembunuhan yang dilakukan Ruyati. Beberapa media resmi Arab hanya melaporkan wanita asal Indonesia bersalah membunuh dengan menyerang korbannya berulang kali pada kepala dan menikam bagian leher menggunakan pisau dapur.

Hukum pancung sejatinya ditentang dunia. Misalnya, Amnesty Internasional telah lama mengutuk penggunaan hukuman pancung di Arab Saudi.

Namun, eksekusi serupa terus berlangsung. Selama 2011 ada 27 orang yang terkena pancung yang mayoritas warga negara asing.

RUDY

:listen music: :sundul: :listen music: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341709,id.html)

--------------------

JEDDAH, KOMPAS.com - Seorang perempuan Indonesia telah dipancung dengan pedang, Sabtu (18/6/2011). Perempuan itu dihukum karena membunuh seorang perempuan Arab Saudi, kata Kementerian dalam Negeri Arab Saudi.

Perempuan bernama Raiaiti Beth Sabotti Sarona, menurut penyalinan huruf dari bahasa Arab, terbukti bersalah membunuh perempuan Saudi Khairiya binti Hamid Mijlid dengan menyerangnya berulang kali pada kepala dengan pemotong daging dan menikamnya di leher, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan yang diangkat oleh kantor berita resmi SPA.

Kantor berita itu tidak menguraikan motif kejahatan itu, ataupun mengungkapkan hubungan antara kedua perempuan itu. Tapi beberapa pejabat Indonesia mengatakan bahwa sekitar 70 persen dari 1,2 juta warga Indoesia yang bekerja di Arab Saudi adalah staf domestik (rumah tangga).

Pemancungan di provinsi Mekah di Saudi barat itu membuat jumlah eksekusi di kerajaan yang sangat konservatif itu tahun ini menjadi 28 orang, menurut hitungan AFP berdasarkan pada laporan-laporan pejabat dan kelompok hak asasi manusia. Kelompok Amnesty International yang bermarkas di London pekan lalu minta pada Arab Saudi untuk berhenti melaksanakan hukuman mati, mengatakan telah ada peningkatan signifikan dalam jumlah eksekusi yang dilakukan pada enam tahun terakhir.

Mereka menyatakan sedikitnya 27 orang telah dieksekusi di Arab Saudi pada 2011. Jumlah itu sama seperti jumlah semua orang yang dieksekusi pada sepanjang 2010. Ada 15 orang dieksekusi pada Mei saja. Pada 2009, jumlah eksekusi mencapai 67, dibanding 102 oada 2008.

Pemerkosaan, pembunuhan, kemurtadan , perampokan bersenjata semuanya dapat dihukum dengan hukuman mati menurut interpretasi keras hukum syariah Islam Arab Saudi.

:listen music::sundul: (http://internasional.kompas.com/read/2011/06/19/06584176/Arab.Pancung.Perempuan.Indonesia):listen music:

LoperKoran
19th June 2011, 12:06 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=72612&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=72612&width=490)
Rieke Dyah Pitaloka. TEMPO/Fully Syafi




TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Bidang Tenaga Kerja dan Kesehatan, Rieke Dyah Pitaloka miris mendengar kabar Ruyati, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang dipancung pada 18 Juni 2011. "Shame on you, SBY," katanya melalui sambungan telepon hari ini.

Rieke menyesalkan kejadian pahit yang menimpa tenaga kerja Indonesia berulang. "Ini bukan kasus yang pertama dan sudah seperti trafficking yang dilegalkan saja," katanya geram. Pemerintah, kata dia, harus bertanggung jawab.

Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menilai pidato Presiden SBY soal buruh di Sidang PBB 14 Juni 2011 yang mendapat standing ovationdari seluruh peserta pun sia-sia. "Ini obituari bagi rakyat," katanya.

Padahal pidato SBY di Jenewa saat itu merupakan momen baru karena baru pertama kali Indonesia diundang sebagai pembicara kunci dalam konferensi seabad berdirinya Badan PBB soal buruh atau International Labour Organization (ILO). "Anda adalah Presiden pertama Indonesia yang bicara di forum ini," kata Juan Somavia, Direktur Jendral ILO dalam sambutannya.

Dalam pidatonya, Presiden SBY menyampaikan 6 program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Enam program itu adalah bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi para buruh migran. Baik dari sektor kesehatan, perlindungan, hingga pendapatan.

Tapi, kenyataannya belum sepekan setelah itu, kabar duka datang dari Arab Saudi. Ruyati binti Saboti Saruna dipancung lantaran kasus pembunuhan. "Pemerintah selama ini tidak transparan, bagaimana dengan nasib Ruyati lainnya," kata Rieke.

RUDY

:listen music: :sundul: :listen music: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341713,id.html)


------------
Ruyati Dipancung, ke Mana SBY?


JAKARTA, KOMPS.com � Eksekusi mati terhadap PRT Migran Indonesia Ruyati binti Sapubi di Saudi Arabia adalah bentuk keteledoran pemerintah melakukan diplomasi. Eksekusi mati ini bukti pidato Presiden SBY pada sidang ILO ke-100 pada 14 Juni 2011 mengenai perlindungan PRT migran di Indonesia hanya buaian saja.

"Dalam pidato itu, Presiden SBY menyatakan di Indonesia mekanisme perlindungan terhadap PRT migran Indonesia sudah berjalan, tersedia institusi dan regulasinya. Tentu saja pidato ini menyejukkan dan menjanjikan. Namun buaian pidato tersebut tiba-tiba lenyap ketika hari Sabtu, 18 Juni 2011, muncul berita di banyak media asing. Mengenai pelaksanaan eksekusi hukuman mati dengan cara dipancung terhadap Ruyati binti Sapubi, PRT migran Indonesia yang bekerja di Saudi Arabia," tulis Migrant CARE, dalam rilisnya, Minggu (19/6/2011).

Peristiwa ini, menurut Migrant CARE, jelas memperlihatkan apa yang dipidatokan Presiden SBY di ILO tidak sesuai dengan realitas. Dalam soal hukuman mati terhadap PRT migran dan warga negara Indonesia di luar negeri, diplomasi luar negeri Indonesia terlihat sangat tumpul.

"Di Saudi Arabia, ada sekitar 23 warga negara Indonesia (mayoritas PRT migran) menghadapi ancaman hukuman mati. Kasus terakhir yang muncul ke permukaan adalah ancaman hukuman mati terhadap Darsem. Dalam kasus ini pemerintah Indonesia lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang melakukan advokasi litigasi di peradilan maupun diplomasi secara maksimal," kecam Migrant CARE.

Eksekusi mati terhadap Ruyati binti Sapubi, menurut Migrant CARE, merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Dalam kasus ini, publik tidak pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Keteledoran ini juga pernah terjadi pada kasus eksekusi mati terhadap Yanti Iriyanti, PRT migran Indonesia asal Cianjur yang juga tidak pernah diketahui oleh publik sebelumnya. Bahkan hingga kini jenazah Yanti Iriyanti belum bisa dipulangkan ke Tanah Air atas permintaan keluarganya," papar Migran CARE.

Dijelaskan, dalam kasus Ruyati binti Sapubi, sebenarnya Migrant CARE telah menyampaikan perkembangan kasus ini ke Pemerintah Indonesia sejak bulan Maret. Namun, ternyata tidak pernah ada tindak lanjutnya.

Migrant CARE menyatakan duka sedalam-dalamnya atas eksekusi mati terhadap almarhumah Ruyati binti Sapubi. Atas kasus ini pula Migrant CARE mendesak Presiden SBY untuk mengusut tuntas keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia.

"Migrant CARE juga mendesak agar dilakukan evaluasi kinerja (dan jika perlu pencopotan) terhadap para pejabat yang terkait dengan keteledoran kasus ini seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia," demikian Migrant CARE.

:listen music::sundul: (http://internasional.kompas.com/read/2011/06/19/11014581/Ruyati.Dipancung.ke.Mana.SBY.):listen music:

LoperKoran
19th June 2011, 12:08 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=71244&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=71244&width=490)
Marty Natalegawa. AP/Achmad Ibrahim




TEMPO Interaktif, Jakarta - Berita duka kembali datang dari Arab Saudi. Tenaga kerja wanita asal Indonesia dilaporkan telah dieksekusi pancung di Arab Saudi pada Sabtu, 18 Juni 2011. Lamanalriyadh.com menulis, Ruyati binti Saboti Saruna dipancung di Mekah lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi, Khairiya binti Hamid Mijlid.

"Wanita Indonesia itu telah mengakui kejahatannya," begitu pernyataan resmi Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi. Hukuman tersebut sebagai tindak lanjut keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi.

Pemerintah Indonesia pun bereaksi. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengecam Pemerintah Arab Saudi karena tidak memberi tahu eksekusi ini. "Kami mengecam dan menyayangkan Pemerintah Arab Saudi mengabaikan hukum internasional," ujarnya kepadaTempo melalui sambungan telepon, Minggu 19 Juni 2011. Berikut petikan wawancara dengan Menteri Luar Negeri.

Benarkah ada Tenaga Kerja Indonesia yang dipancung di Arab Saudi?
Benar, Pemerintah Indonesia mengucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya kepada keluarga Almarmumah. Kami sudah berkomunikasi dengan pihak keluarga secara intensif.

Bagaimana dengan jenazah almarhumah, apakah akan dipulangkan ke Indonesia?
Jenazah Ruyati saat ini sudah dimakamkan di Arab Saudi.

Benarkah Ruyati terlibat kasus pembunuhan?
Ya dan almarhumah mengakui hal itu di persidangan. Almarhumah mengakui membunuh istri majikannya dengan cara membacok dan menusuk lehernya dengan pisau dapur. Karena kasus pembunuhan, ketika masuk pengadilan ancamannya hukuman mati. Namun, kami terus memberi perlindungan dengan mendampinginya ketika menjalani proses persidangan sejak awal, kasasi, sampai tahap pengampunan.

Apa langkah pemerintah selanjutnya?
Pertama kami ingin menyampaikan bahwa kami mengecam dan menyayangkan Pemerintah Arab Saudi tidak memberitahu soal eksekusi almarhumah Ruyati. Kemudian, kami akan memanggil Duta Besar RI di Riyadh dan akan meminta keterangan Duta Besar Arab Saudi di Jakarta besok.

Jadi, pemerintah Indonesia tidak tahu bahwa Ruyati akan dieksekusi?
Ya, kami tidak tahu almarhumah akan dieksekusi pada Sabtu 18 Juni 2011. Karena itu kami mengecam Pemerintah Arab Saudi. Kami sangat menyayangkan Pemerintah Arab Saudi mengabaikan hukum internasional.


POERNOMO GONTHA RIDHO

:listen music: :sundul: :listen music: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341714,id.html)


----------------
KBRI Tak Diberi Tahu Ruyati Dipancung


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui juru bicara Kementrian Luar Negeri Michael Tene menyampaikan kecamannya terkait eksekusi mati TKI di Arab Saudi. Menurut informasi, Ruyati binti Sapubi dihukum mati, Sabtu (18/6/2011) setelah mengakui perbuatannya membunuh seorang wanita asal Arab Saudi pada 2010.

"Tanpa mengabaikan sistem hukum yang berlaku di Arab saudi, pemerintah Indonesia mengecam bahwa pelaksanaan hukuman mati terhadap Ruyati tidak diinformasikan kepada KBRI kita di Riyadh sebelumnya," kata Michael di Jakarta, Minggu.

Dia menjelaskan selama ini KBRI di Ryadh mengetahui kasus yang dialami Ruyati dan sudah mencoba dengan berbagai cara melindungi TKI tersebut baik mendampinginya selama mengikuti persidangan maupun mengusahakan untuk mendapat pengampunan dari keluarga korban. Namun, kata Michael, KBRI Riyadh sama sekali tidak diberi tahu mengenai waktu eksekusi Ruyati.

"Eksekusi tersebut dilakukan tanpa mengindahkan praktik internasional yang berlaku terkait dengan hak tahanan asing untuk mendapat bimbingan kekonsuleran," kata Michael.

Dia menambahkan sebagai respon atas kasus ini , maka pemerintah Indonesia dalam waktu dekat akan melayangkan surat kepada Duta Besar Arab Saudi di Indonesia yang berisi mengenai sikap pemerintah terhadap eksekusi Ruyati. "Dalam waktu dekat kita juga akan memanggil Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi untuk melakukan konsultasi bersama atas kasus ini," kata Michael.

:listen music::sundul: (http://internasional.kompas.com/read/2011/06/19/12003022/KBRI.Tak.Diberi.Tahu.Ruyati.Dipancung):listen music:

DreamWorld
19th June 2011, 12:16 PM
jahat bener seeh,kaya g punya hati az:mewek:

LoperKoran
19th June 2011, 12:48 PM
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/11/19/0941049620X310.jpg
Ilustrasi: Tenaga kerja Indonesia (TKI)



JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif LSM Migrant Care Anis Hidayah mengecam eksekusi mati terhadap TKW asal Indonesia Ruyati binti Sapubi di Arab Saudi pada Sabtu (18/6/2011). Ruyati binti Sapubi dihukum pancung di Arab Saudi karena mengaku bersalah telah membunuh seorang wanita Arab Saudi.

"Eksekusi Ruyati merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Dalam kasus ini, publik tidak pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia," kata Anis di Jakarta, Minggu (19/6/2011). Anis atas nama Migrant Care menyatakan duka sedalam-dalamnya atas eksekusi mati terhadap almarhumah Ruyati binti Sapubi.

Anis mengatakan d?alam kasus Ruyati binti Sapubi, sebenarnya Migrant Care telah menyampaikan perkembangan kasus ini ke pemerintah Indonesia sejak bulan Maret 2011. Namun, ternyata tidak pernah ada tindak lanjutnya.

"Atas kasus ini pula Migrant Care mendesak Presiden SBY untuk mengusut tuntas keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Migrant Care juga mendesak agar dilakukan evaluasi kinerja dan jika perlu pencopotan terhadap para pejabat yang terkait dengan keteledoran kasus ini seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI, dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia," kata Anis.

Sementara itu, lembaga Amnesti Internasional minggu lalu sudah memperingatkan Arab Saudi untuk menghentikan pelaksanan hukum pancung yang selama enam minggu terakhir mengalami peningkatan jumlah. Sudah 27 orang meninggal akibat hukum pancung di Arab Saudi selama tahun 2011.

:listen music::sundul: (http://internasional.kompas.com/read/2011/06/19/11143583/Migrant.Care.Copot.Kepala.BNP2TKI):listen music:

LoperKoran
19th June 2011, 12:53 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=39146&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=39146&width=490)
Illustrasi gantung diri. REUTERS/MortezaNikoubazl




TEMPO Interaktif, Jakarta - Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran atau Migrant Care menilai pemerintah kurang serius melindungi nasib tenaga kerja wanita Indonesia di Luar negeri. Buktinya, Ruyati Ruyati binti Saboti Saruna tewas akibat hukum pancung pada 18 Juni 2011.

Padahal kasus tuduhan pembunuhan yang menimpa Ruyati sudah bergulir dipersidangan tingkat akhir sejak Maret 2011 lalu. "Ada kegagalan dilpomasi,"kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah melalui sambungan telepon, Minggu 19 Juni 2011.

Anis mengaku telah menyampaikan perkembangan kasus Ruyati kepada pemerintah. Tapi apa daya, kata Anis, "Pemerintah kurang ngotot memperjuangkan kasus tersebut."

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri membenarkan hukum pancung yang menimpa Ruyati. Warga Bekasi ini mengaku di persidangan membunuh istri majikannya dengan cara membacok dan menusuk lehernya dengan pisau dapur.

"Kami terus memberi perlindungan dengan mendampinginya ketika menjalani proses persidangan sejak awal, kasasi, sampai tahap pengampunan,"kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Namun Marty beralasan pemerintah tidak mendapat kabar dari Arab Saudi kapan kepastian Ruyati dieksekusi. Kedidaktahuan pemerintah ini dikecam Migrant Care. "Tidak masuk akal jika pemerintah Arab menghukum tanpa pemebritahuan,"kata Anis.

Anis pun menyayangkan reaksi pemerintah yang lamban. Sejak berita kematian Ruyati yang tersiar pada 18 Juni 2011 malam, pemerintan Indonesia baru memberitahu korban pada keesokan harinya. "Cukup kasus Ruyati saja yang terkahir,"kata Anis.

Kini jenazah Ruyati telah dikebumikan di tanah Arab. "Soal pemulangan itu tanggung jawab pemerintah,"katanya.


RUDY
:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341724,id.html) :listen music:

hktoyshop
19th June 2011, 09:43 PM
wah..
kasian b anget tuh nasib para TKW indonesia..

yahooman
19th June 2011, 11:43 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=28485&width=274

TEMPO Interaktif, Jakarta - Rieke Dyah Pitaloka, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi Kesehatan dan Tenaga Kerja heran dengan lambannya upaya pemerintah untuk membebaskan Darsem. TKI asal Subang itu kini tengah menunggu proses pancung di Arab Saudi. Ia pun terancam menjadi korban berikutnya setelah Ruyati. "Kok kaya nggak punya pemerintah saja," ujarnya, saat dikonfirmasi, Minggu, 19 Juni 2011.

Menurutnya, pemerintah tidak jera dengan banyaknya kasus yang menimpa tenaga kerja asal Indonesia di luar negeri. Mereka hanya berorientasi kepada devisa yang diberikan, namun perlindungannya minim sekali. "Pemerintah memang tidak serius melindungi TKI," ujarnya."Masa tidak tahu rakyatnya divonis mati,".

Ia meminta pemerintah bisa mendata kasus tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri, termasuk memberikan upaya hukum bagi mereka agar bebas.

Khusus kasus Ruyati, kata Rieke, upaya pemerintah Indonesia sangat lambat sekali. Keluarga baru dikabari, satu hari setelah proses eksekusi dilaksanakan. "Di negara manapun negara wajib memberi tahu keluarga sebelum eksekusi mati dijatuhkan," ujarnya.

JAYADI SUPRIADIN

Source (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341792,id.html)

maximillianw
20th June 2011, 02:29 AM
http://us.images.detik.com/content/2011/06/20/10/Ruyati-TKI-dipancung.jpgJakarta - Ruyati dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi pada Sabtu (18/6) lalu. Jenazah TKW asal Sukatani, Bekasi inipun dikabarkan telah dimakamkan di kota Makkah. Kedutaan Besar (Kedubes) RI untuk Arab Saudi pun segera mengecek pemakaman Ruyati.

"Kedubes kita di sana sedang mengecek apakah almarhumah sudah dikubur atau belum. Termasuk mengecek ke lokasi penguburan," ujar Sekretaris Menteri Luar Negeri Rizal Purnomo kepada detikcom, Minggu (19/6/2011) malam.

Menurut Rizal, pemerintah nantinya akan mengusahakan agar Ruyati dimakamkan di tanah air. Hal ini seperti permintaan dari keluarga Ruyati.

"Biasanya setiap orang yang dihukum pancung memang dikuburkan di sana. Ada tempat pemakaman khusus di sana, tapi tetap akan kita usahakan supaya bisa dibawa pulang," terangnya.

Ruyati telah dieksekusi di Arab Saudi pada hari Sabtu kemarin atas vonis terhadap pembunuhan seorang perempuan Arab Saudi. "Pahlawan devisa" itu mengakui perbuatan yang dilakukannya pada awal 2010 lalu itu. Kemendagri Saudi menyebut Ruyati membunuh Khairiya Hamid binti Mijlid dengan menggunakan alat pemotong daging dan menusuknya di leher.
Minggu lalu Amnesty Internasional telah mengutuk penggunaan hukuman pancung yang trennya terus meningkat di Arab Saudi dan meminta negara yang kaya akan minyak tersebut untuk menghentikan kebijakannya tersebut.

(her/asp)

DreamWorld
20th June 2011, 08:10 AM
Darsem lolos dari hukuman pancung tapi hrs byr ganti rugi 4,7 M WTF
k mana az neeh pemerintah :mewek:

DreamWorld
20th June 2011, 08:12 AM
http://media.vivanews.com/thumbs2/2009/10/20/78253_pelantikan_presiden____muhaimin_iskandar_300 _225.jpg


VIVAnews- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menginstruksikan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) agar memastikan hak-hak almarhumah Ruyati binti Satubi, TKI Asal Bekasi, Jawa Barat dapat terpenuhi.


Muhaimin juga memerintahkan BNP2TKI agar bekerjasama dan berkoordinasi dengan KBRI dan KJRI di Arab Saudi sehingga dapat terus memantau dan mendampingi proses hukum TKI yang masih terancam hukuman mati di Arab Saudi.


"Menakertrans atas nama pemerintah dan pribadi menyampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga atas kasus yang menimpa Ruyati itu. Kami sangat prihatin dan menyesalkan pelaksanaan hukuman mati kepada almarhumah" kata Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Suhartono, dalam keterangan pers di Jakarta pada Minggu, 19 Juni 2011.


Ia menjelaskan, pemerintah akan berusaha agar peristiwa hukuman mati kepada TKI tidak terulang lagi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempercepat Pembentukan Joint Working Group (tim kerja gabungan) RI � Arab Saudi. Muhamimin menginstruksikan Kepala BNP2TKI dan pejabat lintas kementerian untuk mempercepat penyusunan Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan TKI domestic worker di Arab Saudi.


"Pembentukan Joint Working Group (tim kerja gabungan) mewakili kedua negara harus segera diwujudkan, sehingga berbagai permasalahan TKI di Arab Saudi dapat dibenahi secara bersama-sama," ujarnya.


Pemerintah, lanjut dia, akan mendesak pemerintah Arab Saudi agar serius membahas MoU terkait penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi yang rencananya akan ditandatangani dalam enam bulan mendatang. Keseriusan dua negara diharapkan dapat memperbaiki perlindungan TKI yang bekerja di Arab Saudi.


Sumber: http://nasional.vivanews.com/news/read/227836-menakertrans--penuhi-hak-hak-ruyati

LoperKoran
20th June 2011, 03:44 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=75667&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=75667&width=490)
ANTARA/Feri




TEMPO Interaktif, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka menilai pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal buruh di Markas PBB di Jenewa sia-sia belaka setelah salah seorang tenaga kerja Indonesia mendapatkan hukuman pancung di Arab Saudi. �Pidato SBY itu hanya obituari buat TKI,� ujarnya, Minggu, 19 Mei 2011.

Rieke menyesalkan lambannya pemerintah dalam merespon kasus hukuman yang menimpa Ruyati binti Satubi di Arab Saudi. Padahal, dalam pidato di Jenewa, Swiss, SBY berjanji memperhatikan kesejaherataan terhadap tenaga kerja Indonesia.

�Mereka (pemerintah) sebenarnya tahu masalah itu,� ujarnya. �Jangan ditutupi terus terhadap setiap kasus TKI itu.�

laman alriyadh.com menulis, Ruyati, tenaga kerja wanita Indonesia, dipancung di Mekah, Sabtu, 18 Juni 2011. Ia terbukti bersalah membunuh majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid.

Hingga kini, belum diketahui motif pembunuhan yang dilakukan Ruyati. Beberapa media resmi Arab hanya melaporkan wanita asal Indonesia bersalah membunuh dengan menyerang korbannya berulang kali pada kepala dan menikam bagian leher menggunakan pisau dapur.

Rieke menilai, kembali terulangnya tenaga kerja Indonesia yang menjadi korban di negara kaya minyak itu menegaskan lemahnya posisi tawar pemerintah. "Pemerintah hanya menerima kabar duka, tanpa melakukan upaya banding terlebih dahulu," ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR Bidang Tenaga Kerja dan Kesehatan itu berharap pemerintah bertindak tegas untuk menekan pemerintah Arab Saudi agar penerapan hukuman pancung segera dihentikan. �Hukum Amnesty Internasional telah lama mengutuk penggunaan hukuman pancung,� ujarnya.

Selama 2011 ada 27 orang yang terkena pancung yang mayoritas warga negara asing.

JAYADI SUPRIADIN

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341740,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:48 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=74342&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=74342&width=490)
Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Jeddah, Arab Saudi, masuk ke ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (4/5). Kementerian Kesehatan mencatat ada 2.352 orang TKI bermasalah yang dipulangkan dengan Kapal Motor Labobar, terdiri dari 2.163 orang dewasa, 123 orang diantaranya ibu hamil, 93 anak-anak, dan 96 bayi. Para TKI tersebut dipulangkan karena melebihi masa tinggal (overstay) di Arab Saudi. Tempo/Tony Hartawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Migrant Care mendesak pemerintah membebaskan seluruh tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Eksekusi pancung terhadap Ruyati binti Saboti Saruna harus dijadikan titik tolak bagi pemerintah. "Kalau ada TKI yang terancam hukuman mati, standing point-nya harus bebas dulu dari hukuman mati itu," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, ketika dihubungiTempo, Ahad 19 Juni 2011.

Ruyati dihukum pancung lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi yang juga majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Janda asal Kampung Serengseng Jaya RT 01 RW 01, Kelurahan Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, ini dieksekuai di Mekah pada Sabtu, 18 Juni 2011.

Selain Ruyati, masih ada 23 warga negara Indonesia yang didakwa dengan ancaman hukuman mati di Saudi. Proses hukum terhadap mereka sedang berlangsung, dan ada kemungkinan kasus yang menimpa Ruyati bisa terulang. "Kita selama ini terlalu pasrah pada proses hukum. Selalu seperti itu," ujar Anis.

Padahal, Anis mengatakan, jika pengadilan tertinggi Saudi sudah menjatuhkan vonis tetap kepada Ruyati, berarti upaya hukum sudah habis. Pemerintah hanya memiliki cara terakhir untuk menyelamatkan Ruyati, yakni melalui jalur diplomasi untuk memohonkan pengampunan. Diplomasi harus dimaksimalkan selama rentang waktu pembacaaan vonis sampai pelaksanaan eksekusi. "Seharusnya diplomasi dilakukan di waktu ini untuk mendapatkan pengampunan," kata dia.

Anis heran dengan sikap pemerintah yang seakan tidak tahu-menahu soal eksekusi Ruyati. Ia yakin Pemerintah Saudi pasti sudah menyampaikan informasi eksekusi Ruyati ke Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di Riyadh. "Pemerintah Arab pasti mengontak pemerintah kita melalui KBRI."

Anis mengatakan, eksekusi mati yang menimpa Ruyati semakin membuktikan bahwa segala upaya yang dilakukan pemerintah untuk melindungi TKI di Saudi tidak menghasilkan sesuatu yang berarti. Padahal, sejumlah petinggi negeri tercatat pernah mengusahakan perlindungan atas warga Indonesia di Saudi, termasuk TKI.

Pertama, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar beberapa waktu lalu pernah bertemu dengan Pemerintah Saudi untuk membicarakan pembebasan ratusan warga Indonesia yang tersangkut hukum di Saudi, termasuk pengampunan 23 warga yang terancam hukuman mati. Anggota DPR juga pernah melakukan kunjungan kerja ke Saudi.

Belum lagi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang baru saja berunding soal rencana pembentukan instrumen perlindungan TKI dengan Pemerintah Saudi. Terakhir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum ada sepekan lalu berpidato soal buruh dalam konferensi International Labour Organization (ILO) di Jenewa. "Apa makna semua itu kalau ada satu lagi WNI yang dieksekusi di Arab? Kita benar-benar dilecehkan," kata Anis geram.

MAHARDIKA SATRIA HADI

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341743,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:49 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80435&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80435&width=490)
Unjuk rasa Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) didepan Kedutaan Besar Saudi Arabia, Jakarta (19/11). TEMPO/Eko Siswono Toyudho




TEMPO Interaktif, Jakarta - Ruyati binti Satubi, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipancung di Arab Saudi, diduga mempermuda umurnya 9 tahun agar bisa bekerja ke Arab Saudi. "Sponsor yang memaksa mengganti data," kata Een Nuraeni, 36 tahun, putri sulung Ruyati melalui sambungan telepon.

Menurut Een, keluarga sudah melarang keberangkatan Ruyati yang ketiga kalinya ke tanah Arab pada September 2008. Namun, Ruyati memaksakan diri dengan alasan mencari bekal di hari tua. Maklum Ruyati telah lama menjanda dengan menafkahi 3 anak.

"Keluarga sangat percaya Ruyati tidak akan lolos berangkat, tapi kelahirannya pada 7-7-1957 diganti menjadi 12-7-1968," kata Een. Ruyati pun dinyatakan lulus kesehatan dan bisa bekerja di Arab Saudi.

Awalnya, Ruyati tidak pernah mengeluh. Setiap 2 bulan sekali ia menghubungi keluarga menggunakan Nomor 00996656227696 dari Arab. "Ibu dua kali mengirim uang sebanyak 9 kali gaji," kata Een.

Kabar mengejutkan datang saat Warni, teman satu majikan Ruyani asal Lampung, pulang ke Indonesia. Een sempat berbicara dengan Warni terkait kabar ibunya itu. Informasi yang diterima Een menyebutkan Ruyati sering dipukuli menggunakan sandal, tidak diberi makan, bahkan saat berbuka puasa dan tujuh bulan ditahan gajinya. Namun, Een tidak tahu motif kasus pembunuhan yang menimpa Ibunya itu.

Sampai berita ini diturunkan, PT Dasa Graha Utama selaku sponsor yang memberangkatkan Ruyani belum bisa dihubungi. Telepon kantor melalui pesawat 021-3442721 di Jalan Persatuan Guru Nomor 28, Gambir, Jakarta, itu menjawab, "Nomor yang Anda panggil untuk sementara tidak dapat dihubungi."

RUDY

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341745,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:51 PM
TEMPO Interaktif, Jakarta - Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran atau Migrant Care akan menggelar acara tahlilan massal mendoakan Ruyati Binti Satubi yang dipancung di Arab Saudi pada 18 Juni 2011.

"Besok, pukul 19.00 WIB di Istana Negara," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, melalui sambungan telepon.

Menurut Anis, sebanyak 1.000 sukarelawan direncanakan akan membanjiri kawasan Monumen Nasional pada Senin, 20 Juni 2011. Migrant Care mengajak seluruh warga Indonesia mendoakan para pahlawan devisa agar kasus Ruyati tak terulang.

Berbagai pihak mengecam keras hukum pancung yang dijatuhkan kepada Ruyati. Misalnya anggota DPR, Rieke Dyah Pitaloka, miris mendengar kabar ini."Shame on you, SBY," katanya.

Anis menambahkan reaksi pemerintah lamban. Sejak berita kematian Ruyati yang tersiar pada 18 Juni 2011 malam, pemerintah baru memberi tahu korban pada keesokan harinya. Ironisnya, pemerintah mengaku tidak tahu ada eksekusi pancung yang dilaksanakan Arab Saudi. "Cukup kasus Ruyati saja yang terakhir," kata Anis.

RUDY

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341752,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:53 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=75668&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=75668&width=490)
ANTARA/Feri




TEMPO Interaktif, Jakarta - Eksekusi mati yang dijatuhkan kepada Ruyati binti Saboti Saruna, tenaga kerja wanita asal Indonesia di Arab Saudi, lantaran keluarga korban Khairiya binti Hamid Mijlid tidak memaafkan tindakan Ruyati.

"Keluarga korban meninggal dunia yang dibunuh dengan cara dibacok kepalanya dan ditusuk lehernya oleh almarhumah Ruyati berkeras tidak mau memaafkan," kata Jumhur Hidayat, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Ahad 19 Juni 2011.

Ruyati dihukum pancung di Mekah pada Sabtu siang, 18 Juni 2011, lantaran terbukti bersalah membunuh Khairiya, wanita Saudi yang juga majikannya. Kabar eksekusi Ruyati pertama kali diketahui lewat media Saudi, seperti laman www.alriyadh.com (http://www.alriyadh.com/) danwww.arabnews.com (http://www.arabnews.com/). Pemerintah justru mengaku tidak tahu-menahu soal kabar eksekusi Ruyati.

Jumhur mengatakan, pemerintah menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga atas hukuman mati yang ditimpakan kepada Ruyati. Ia mengatakan Konsulat Jenderal RI di Jeddah sebelumnya telah berupaya keras agar Ruyati tidak dihukum mati, yakni dengan meminta lembaga pemaafan (lajnatul afwu) untuk membebaskan Ruyati dari hukuman mati. "Kami sangat prihatin dan menyesalkan pelaksanaan hukuman mati tersebut," kata dia.

Jumhur mengatakan, hukum yang berlaku di Saudi memang demikian adanya. Bila seseorang membunuh, pengadilan akan menjatuhkan hukuman mati sampai keluarga korban memberi maaf untuk tidak dihukum mati. Apalagi, dalam persidangan Ruyati mengakui melakukan pembunuhan itu. "Kami sudah berusaha, tapi belum mampu menembus rigiditas sistem hukuman mati di Saudi Arabia," ujarnya.

Adapun bagi para calon tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ingin bekerja ke Saudi, Jumhur mengimbau supaya tidak memaksakan diri jika memang belum menyiapkan segala sesuatunya dengan baik, mulai dari segi fisik, keterampilan, bahasa, budaya, termasuk mental. Kesiapan itu, menurut Jumhur, menjadi faktor penting untuk menghindarkan TKI dari berbagai masalah di Saudi.

MAHARDIKA SATRIA HADI

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341754,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:54 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=77210&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=77210&width=490)
Moh Jumhur Hidayat. ANTARA/Feri Purnama




TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat meminta masyarakat dan media tidak mengaitkan eksekusi mati yang menimpa tenaga kerja wanita asal Indonesia, Ruyati binti Saboti Saruna, dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi International Labour Organization (ILO) di Jenewa, Swiss.

Ruyati dihukum pancung lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi yang juga majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Ia juga mengakui perbuatannya itu di pengadilan. Janda asal Kampung Serengseng Jaya RT 01 RW 01, Kelurahan Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, ini dieksekusi di Mekah pada Sabtu, 18 Juni 2011.

"Kami meminta kepada masyarakat jangan mengaitkan peristiwa tersebut dengan pidato SBY di ILO," kata Jumhur, Ahad 19 Juni 2011. "Peristiwa hukuman mati bagi almarhumah Ruyati lebih pada peristiwa pidana dibanding peristiwa perselisihan perburuhan."

Presiden SBY berpidato di hadapan delegasi negara-negara anggota ILO pada Selasa 14 Juni 2011. Atas pidatonya yang memukau, SBY diganjarstanding ovation dari seluruh peserta konferensi.

Pidato SBY di Jenewa saat itu merupakan momen baru karena baru pertama kali Indonesia diundang sebagai pembicara kunci dalam konferensi seabad berdirinya badan PBB soal buruh itu. "Anda adalah Presiden pertama Indonesia yang bicara di forum ini," kata Juan Somavia, Direktur Jendral ILO, dalam sambutannya.

Dalam pidatonya, Presiden SBY menyampaikan 6 program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Enam program itu adalah bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi para buruh migran, baik dari sektor kesehatan, perlindungan, hingga pendapatan.

Jumhur mengatakan, pemerintah terus memperbaiki sektor ketenagakerjaan. Dengan Pemerintah Saudi, pemerintah menjalin kerja sama dengan menandatangani joint statement (semacam Letter of Intent), termasuk nota kesepahaman (MoU) yang akan ditandatangani pada tahun ini.

MAHARDIKA SATRIA HADI

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341761,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:55 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=74307&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=74307&width=490)
ANTARA/Dhoni Setiawan



TEMPO Interaktif, Jakarta - Keluarga Ruyati binti Saboti Saruna, tenaga kerja Indonesia yang tewas dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi, berencana menggugat pemerintah dan perusahaan yang memberangkatkan Ruyati. "Kami kecewa kepada pemerintah," ujar Putra kedua Ruyati, Evi Purwati, saat dihubungi pada Ahad 19 juni 2011.

Evi juga menyesalkan sikap pemerintah yang kurang peduli pada nasib TKI yang sedang menjalani proses hukum. Hingga saat ini keluarga juga mengaku belum memperoleh kepastian kabar kapan jenazah akan dibawa pulang. Kementerian Luar Negeri malah menyampaikan Ruyati telah dimakamkan di luar negeri. "Kami minta jenazah dibawa kembali ke keluarga," katanya. Selain itu keluarga juga menuntut semua hak atas gaji Ruyati dan asuransi yang seharusnya diberikan.

Ruyati dihukum pancung di Mekah pada Sabtu siang, 18 Juni 2011, lantaran terbukti bersalah membunuh Khairiya binti Hamid Mijlid, wanita Saudi yang juga majikannya. Kabar eksekusi Ruyati pertama kali diketahui lewat media Saudi, seperti laman www.alriyadh.com (http://www.alriyadh.com/)dan www.arabnews.com (http://www.arabnews.com/). Ia dipancung lantaran keluarga Khairiya binti Hamid Mijlid tidak memaafkan tindakan Ruyati. Pemerintah justru mengaku tidak tahu-menahu soal kabar eksekusi Ruyati.

Kekecawaan ini memang berdasar. Evi mengaku selama menjalani proses pengadilan, bukanlah pemerintah yang mengabarkan perkembangan. Namun, lanjutnya, keluarga yang proaktif datang ke Kantor Kementerian Luar Negeri. Dalam kunjungan keluarga Ruyati, informasinya akan dilakukan sidang kedua pada sekitar bulan Mei-Juni ini. Ia mengaku kaget bukan kabar baik, tapi malah kabar buruk bahwa ibundanya meninggal dunia setelah menjalani hukuman pancung. Kabar itu pun, kata dia, awalnya diperoleh dari LSM Migrant Care. "Mungkin kalau kami tidak tanya, tidak akan terdengar kabar ini," ujarnya.

Ia melanjutkan pemerintah juga tidak memiliki daya tawar dalam proses hukum itu. "Mereka menjanjikan akan memperjuangkannya dengan menunjuk pengacara andal, tapi kalau sampai meninggal dunia, apa kerja pengacara itu? Mungkin kerjanya tidur saja," katanya. Padahal, kata dia, pemerintah gembar-gembor peduli pada TKI sebagai pahlawan devisa. Proses hukum itu dimulai tahun 2010. "Itu artinya ada waktu berbulan-bulan, bukan sebulan saja," katanya.

Sebelum kematian Ruyati, Evi memaparkan, keluarga memiliki firasat sebelum kejadian ini. "Sebulan lalu, selalu mimpi buruk saja," katanya. "Rasa-rasa, akan ada kejadian tidak enak dan ternyata ibu meninggal."

Ruyati memiliki tiga putra, Een Nuraeni, Evi Purwati, dan Iwan. Ruyati telah menjalani kerja sebagai TKI di Arab ini untuk ketiga kalinya. Masa kerja di Arab kali ini telah dijalani 16 bulan dari kontrak yang seharusnya 2 tahun. "Keluarga sempat melarang, tapi sifatnya yang keras menyebabkan kami melepasnya," katanya.

Pada keberangkatan pertama dan kedua ke Arab, Ruyati sempat berhasil meski kekerasan juga dialaminya. Evi mencontohkan dalam keberangkatan pertama, Ruyati bisa membiayai sekolah Evi hingga sekolah keperawatan. Pada keberangkatan kedua, Ruyati berhasil membeli satu buah angkot dari uang upah kerja selama di Arab. Sedangkan pada ketiga kalinya, Ruyati sudah memasuki usia 55 tahun yang seharusnya cukup tinggal di rumah saja. Keberangkatan Ruyati ini dengan alasan tidak ingin merepotkan anak-cucunya.

Setelah ditelisik, Ruyati ternyata usianya dimudakan 11 tahun yang sebenarnya 55 tahun, tapi dalam izin kerjanya menjadi 44 tahun. Hal ini dilakukan oleh perusahaan sponsornya. "Ini awal yang tidak baik," katanya.

Selain itu, pada kontrak kerja Ruyati dijanjikan akan dipekerjakan pada keluarga Umar untuk mengurus nenek. Ternyata, Ruyati dipekerjakan pada adik Umar, seorang janda. Di rumah adik Umar itu, Ruyati tidak hanya mengurus nenek (ibu Umar), tapi juga harus mengurus 2 balita.

EKO ARI WIBOWO

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341773,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:57 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=26642&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=26642&width=490)
Tjahjo Kumolo. TEMPO/Wahyu Setiawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyesalkan sikap pemerintah yang mengaku tidak tahu-menahu soal eksekusi mati yang menimpa tenaga kerja Indonesia (TKI) oleh Pemerintah Arab Saudi, Ruyati binti Saboti Saruna. "Kalau sampai ada warga negara RI yang dieksekusi mati di negara lain dan pemerintah tidak tahu, hal ini sudah sangat-sangat disesalkan," kata Tjahjo, Ahad 19 Juni 2011. "Sebenarnya pemerintah ini ada atau tidak?"

Tjahjo mengatakan, keberadaan setiap warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri tentu selalu berada dalam pantauan kedutaan besar RI yang ada di negara itu. Melalui kedutaan besar pula, pemerintah di Jakarta berkewajiban melindungi setiap WNI yang tinggal ataupun bekerja di negara lain. Karena itu, tidak ada alasan bagi kedutaan besar untuk tidak mengetahui soal nasib WNI di negara itu. "Kalau sampai hal itu benar terjadi, pertanyaannya apa kerja kedutaan besar kita?" kata Ketua Fraksi PDIP di DPR ini.

Tjahjo, yang juga menjadi anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap tegas atas insiden "ketidaktahuan" ini. Langkah pertama, yaitu SBY harus segara menarik dan memberhentikan Duta Besar RI di Arab Saudi. "Karena lalai atau memang tidak tahu terjadi warga negara kita yang mendapatkan hukuman mati," kata dia.

Pemerintah juga harus segera membentuk tim investigasi terpadu yang melibatkan unsur DPR, Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta dari unsur masyarakat. "DPR juga akan segara memanggil Menteri Luar negeri untuk dimintakan pertanggungjawaban terkait masalah tersebut," ujarnya. "Menyakitkan dan menyesalkan sampai pemerintah tidak ada upaya-upaya terkait hukuman mati Ruyati."

Ruyati dihukum pancung lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi yang juga majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Ia juga mengakui perbuatannya itu di pengadilan. Janda asal Kampung Serengseng Jaya RT 01 RW 01, Kelurahan Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, ini dieksekusi di Mekah pada Sabtu, 18 Juni 2011.

MAHARDIKA SATRIA HADI

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341775,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 03:58 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=74363&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=74363&width=490)
Tempo/Tony Hartawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Keluarga almarhumah Ruyati binti Satubi menuntut pemerintah Arab Saudi membeberkan secara transparan perkara hukum yang menyeret wanita berusia 54 tahun itu ke hukuman pancung pada Sabtu 18 Juni lalu.


Putra bungsu Ruyati, Iwan Setiawan mengatakan sebelumnya tidak ada penjelasan mengenai pelanggaran hukum yang dilakukan ibunya, baik sebelum maupun setelah eksekusi terjadi. "Kami hanya dapat kabar ibu dituduh membunuh majikannya," kata Iwan ketika dihubungi Tempo, Ahad 19 Juni 2011.

Seharusnya, kata dia, dijelaskan bagaimana ibunya melakukan pembunuhan, apa yang digunakan membunuh, dan apa motifnya. Semua pertanyaan yang membawa ibundanya ke hukuman pancung itu tidak diketahui keluarga.

Dia meminta Pemerintah Indonesia mendesak pengadilan Arab Saudi menjelaskan dasar eksekusi tersebut, sehingga keluarga paham peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Di mata anak-anaknya, Ruyati merupakan sosok wanita pekerja keras. Memasuki usia tua, Ruyati tidak mau hanya berdiam diri di rumah dan merepotkan anak-anaknya.

Meski sempat dilarang saat hendak berangkat ke Arab Saudi menjadi pembantu rumah tangga, Ruyati tetap bersikukuh ingin bekerja.

Bahkan, ketika menjalani masa tahanan mulai 12 Januari 2010 lalu, Ruyati tidak pernah mengeluhkan masalah di alaminya. Setiap kali berbicara melalui sambungan telepon kepada anak-anaknya, Ruyati selalu bicara kondisinya baik. Ruyati bekerja sebagai pembantu di rumah Heriya, di Mekkah.

Ibunya, kata Iwan, tidak mungkin nekat membunuh jika majikannya berlaku baik.
Iwan dan keluarganya sering mendapat kabar dari rekan kerja ibunya, Murni, asal Palembang, yang menjadi pembantu rumah tangga adik majikannya Heriya.

Murni mengabarkan kalau majikan ibunya sadistis. Dia kerap menendang dan memukuli Ruyati menggunakan sepatu.

Bahkan, tiga bulan pertama bekerja Ruyati mengalami patah tulang kaki akibat didorong majikannya dari lantai dua. "Tidak dirawat di rumah sakit, dan tetap dipaksa bekerja dalam kondisi kaki patah," katanya.

Masih berdasarkan kabar dari Murni, di rumah majikan Ruyati itu tidak pernah ada pembantu yang betah bekerja dalam waktu lama. Maksimal dua bulan, karena majikannya selalu berlaku kasar. "Ibu saya mesti khilaf, tidak mungkin dia membunuh tanpa sebab," katanya.

Iwan menyesalkan tidak ada pendampingan hukum terhadap ibundanya selama menjalani hukuman baik dari pemerintah apalagi dari jasa penyalur tenaga kerja PT Dasa Graha Utama. Kabar persidangan setiap kali ibundanya diajukan ke meja hijau, keluarganya hanya mendapat penjelasan dari Migran Care.

Kabar eksekusi bahwa ibunya telah dipancung, juga pertama kali datang dari Migran Care. Tepatnya Ahad (19/6) pukul 03.00 dini hari, lewat sambungan telepon.

Ruyati telah tiga kali berangkat ke jazirah Arab menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Pada keberangkatan pertama, Ruyati bekerja selama 5 tahun di Madinah. Sempat pulang kemudian kembali untuk kedua kalinya dan bekerja di Kota Abha, selama 6 tahun. Terakhir Ruyati ke Mekkah, dan bekerja 1,4 tahun.

Pada 9 bulan bekerja, Ruyati dua kali mengirim uang hasil bekerja masing-masing Rp 9 juta. Ruyati meninggalkan 3 orang anak, dan tujuh orang cucu. Kedua kakak Iwan adalah Een Nuraeni, 35 tahun, dan Epi Kurniati, 30 tahun.


HAMLUDDIN


:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/19/brk,20110619-341808,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:00 PM
TEMPO Interaktif, Jakarta - Suara Een Nuraeni bergetar. Seperti ada nada perih di sana. Perempuan 36 tahun itu tenggelam dalam lautan kesedihan. Dia baru saja kehilangan ibunya, Ruyati binti Satubi, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dihukum pancung di Arab Saudi pada Sabtu lalu, 18 Juni 2011.

"Pertama kali mendapat kabar dari Migrant Care semalam, baru ditelepon pihak Kementerian Luar Negeri tadi pagi," ujar Een kepada Tempo kemarin, Minggu, 19 Juni 2011.

Ruyati perempuan yang malang. Tubuhnya sudah tak lagi muda, usianya setengah abad lebih. Tapi, dia masih harus banting tulang di negeri nun jauh, di Arab Saudi. Dia bekerja pada Khairiya binti Hamid Mijlid. Nyonya majikan itu mati dibunuh perempuan asal Bekasi tersebut. Di persidangan, Ruyati mengakui perbuatannya itu.

Een sedih mengenang percakapannya dengan Ruyati terakhir kali. Itu terjadi pada pengujung Desember 2010. "Waktu itu malam tahun baru menjelang 2011. Ibu bilang mau mengirim uang ke Indonesia," katanya. Een percaya saja karena Ruyati sudah sembilan kali mengirim gajinya.

Empat belas hari setelah telepon itu, Een seperti tersengat geledek. Saat itu Warni, teman ibunya, mengabarkan petaka: ibu Een dipenjara! Dia diduga membunuh istri majikannya. "Saya ingat betul, tanggal 14 Januari 2011, teman ibu saya telepon memberi tahu kasus itu," ujar anak pertama Ruyati ini.

Een menyesali kepergian ibunya. Ini adalah ketiga kalinya sang ibu berangkat ke Arab Saudi. Dia berangkat pada 2008. Selama bekerja di Arab Saudi, kata Een, ibunya tak pernah mengeluh. Rupanya Ruyati seperti ada di neraka.

"Ibu saya sering dilempar sandal," ujar Een, menirukan cerita Warni. Ruyati juga kadang dipukul dan pernah tujuh bulan gajinya tidak dibayarkan. Terakhir, menurut Een, sang ibu didorong majikannya dari tangga hingga kakinya patah dan telapaknya retak. "Kejadian itu 3 bulan sebelum pembunuhan," kata Een. Semua nestapa itu dipendam Ruyati dalam-dalam.

Selain mendapat perlakuan kasar, Ruyati sering kelaparan. Bahkan dia sering tak boleh berbuka puasa. "Apakah itu bukan biadab namanya?" kata Een.

Kekecewaan Een juga kekecewaan Evi Kurniati, anak kedua Ruyati. Dia sangat kesal kepada pemerintah. "Mereka menjanjikan akan memperjuangkannya dengan menunjuk pengacara andal, tapi kalau sampai meninggal dunia, apa kerja pengacara itu?" Nada suaranya meninggi. Proses hukum itu, Evi melanjutkan, dimulai pada 2010. "Itu artinya ada waktu berbulan-bulan (untuk mengurus kasus ini)." Tapi, nasib Ruyati tetap berakhir di hukuman mati.

"Kami sudah berusaha, tapi belum mampu menembus rigiditas sistem hukuman mati di Saudi Arabia," ujar Jumhur Hidayat, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dalam keterangan persnya kemarin.

Ruyati, pahlawan devisa itu, telah pergi. Dia meninggalkan tiga anak, tujuh cucu, dan kesedihan yang menggantung di rumahnya, di Kampung Serengseng Jaya, Kelurahan Sukadarma, Kabupaten Bekasi.

EKO ARI WIBOWO | POERNOMO G. RIDHO

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/20/brk,20110620-341843,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:00 PM
TEMPO Interaktif, Jakarta -Duta Besar Indonesia di Arab Saudi, hari ini pulang ke tanah air. Kepulangan ini merupakan bentuk protes pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Arab Saudi yang tidak memberitahukan soal eksekusi pancung terhadap Ruyati, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang didakwa atas kasus pembunuhan.

Laman alriyadh.com menulis, Ruyati binti Satubi Saruna dipancung di Mekah lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi, Khairiya binti Hamid Mijlid, majikan perempuannya. Kemarin, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa juga membenarkan adanya eksekusi pancung tersebut pada 18 Juni 2011.

Menurut Sekretaris Menteri Luar Negeri, Rizal Purnama, proses hukum Ruyati sangat cepat. Ruyati diproses pada Januari 2010. Sedangkan proses banding dan kasasi berlangsung April-Mei 2011. Rizal yang dihubungi Tempo, Senin, 20 Juni 2011 pagi, menyatakan, pemerintah telah mendampingi Ruyati selama proses tersebut dan mengabarkan apa yang dialami kepada keluarganya.

Pemerintah, kata Rizal, juga sudah menempuh jalur pemaafan. "Kami juga sudah meminta pemaafan kepada keluarga (majikan Ruyati) melalui komisi pemaafan, tapi keluarga tidak mau,� kata Rizal.

Rizal menjelaskan bahwa baik pemerintah maupun pengacara Ruyati tak tahu menahu tentang pelaksanaan eksekusi pancung tersebut. �Juni diputus, Juni juga dieksekusi,� kata dia.

Mengacu pada data Kementerian Luar Negeri, Rizal menyebut bahwa kasus serupa pernah terjadi pada TKI di Arab tahun 2008. �Kasus pembunuhan dan pelaksanaan hukumannya, kami tidak diberitahu,� kata Rizal.

Rizal belum bisa memastikan berapa lama aksi protes berupa kepulangan Dubes Indonesia untuk Riyadh akan berlangsung. �Kita lihat nanti,� kata Rizal. Selain meminta Dubes Indonesia pulang, Pemerintah juga sudah memanggil Dubes Arab untuk Indonesia. �Sudah dipanggil tapi masih di Arab,� kata Rizal.

Ada dua hal yang diprotes Pemerintah Indonesia. Pertama, soal sikap Pemerintah Arab yang tidak transparan terkait pelaksanaan hukuman. Dan kedua, soal ketidakadilan dalam lamanya proses hukum. �Proses hukum warga negara Arab bisa berlarut-larut, sedangkan Proses hukum warga negara lain sangat cepat,� kata Rizal.

MARTHA THERTINA

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/20/brk,20110620-341879,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:02 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=74307&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=74307&width=490)
ANTARA/Dhoni Setiawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Keluarga Ruyati binti Satubi menolak pemberian santunan sejumlah uang dari PT Dasa Graha Utama, perusahaan penyalur jasa tenaga kerja asal Kabupaten Bekasi. Pemberian santunan itu ditolak karena perusahaan itu meminta pihak keluarga tidak mempersoalkan hukuman pancung terhadap ibunya.

Putra bungsu Ruyati, Iwan Setiawan mengatakan perwakilan PT Dasa datang ke rumahnya di jalan Raya Sukatani, Kampung Ceger RT 03/ RW 02, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Ahad 19 Juni sore lalu.

"Mereka menyerahkan uang dalam amplop tetapi saya tolak," kata Iwan kepada Tempo, Senin 20 Juni 2011.

Selain menyerahkan uang, perwakilan PT Dasa meminta anggota keluarga Ruyati tidak memperpanjang masalah perlindungan hukum wanita berusia 54 tahun itu.

Ruyati dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi, Sabtu (18/6) lalu, karena dituduh membunuh majikannya Khairiyah binti Hamid Majlad, menggunakan sebilah pisau.

Menurut Iwan, sejak ditahan dan diajukan ke pengadilan pada 12 Januari 2010, Ruyati tidak mendapat pendamping hukum hingga divonis hukuman pancung. "Selama ini PT Dasa justru diam," katanya.


HAMLUDDIN


:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/20/brk,20110620-341881,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:03 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80435&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80435&width=490)
Unjuk rasa Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) didepan Kedutaan Besar Saudi Arabia, Jakarta (19/11). TEMPO/Eko Siswono Toyudho




TEMPO Interaktif, Jakarta - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Penta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman mengatakan pemerintah akan mengupayakan pemulangan jenazah Ruyati binti Satubi, tenaga kerja Indonesia asal Bekasi yang dieksekusi pancung pada Sabtu, 18 Juni 2011, di sebuah provinsi sebelah barat Mekah.

Sesuai dengan aturan hukum internasional, jenazah terpidana yang dihukum mati menjadi hak milik negara bersangkutan. "Karena desakan masyarakat, pemerintah dan keluarga, insya Allah bisa dilakukan upaya maksimal untuk itu (pemulangan jenazah)," katanya dalam rapat dengan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta, Senin 20 Juni 2011.

Reyna mengatakan pemerintah sedang menunggu kepulangan Duta Besar RI di Riyadh. Kementerian Luar Negeri memerintahkan kepulangan duta besar untuk menjelaskan masalah ini. Setelah itu kedua kementerian baru akan membicarakan upaya lebih lanjut yang akan dilakukan pemerintah.

Ruyati dihukum pancung karena membunuh majikannya pada Januari 2010 lalu. Kementerian Luar Negeri mengaku tidak memperoleh pemberitahuan tentang eksekusi. Upaya memperoleh maaf dari keluarga sudah dilakukan, tapi tidak membawa hasil.

Ketua Komisi III DPD Istibsyaroh mengatakan pemerintah harus memberikan informasi terbuka kepada publik tentang jumlah TKI yang berhadapan dengan kasus-kasus hukum. "Jelaskan langkah-langkah konkret advokasi dan bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada TKI," katanya.

KARTIKA CANDRA

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/20/brk,20110620-341911,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:05 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80540&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80540&width=490)
Ruyati. trijayanews.com




TEMPO Interaktif, Jakarta - Penempatan kerja Ruyati binti Satubi menyalahi kontrak yang ditandatangani antara almarhumah dan PT Dasa Graha Utama, sponsor dan penyalur ke Mekah.

Menurut putri kedua Ruyati, Epi Kurniati, 27 tahun, ibundanya seharusnya bekerja di rumah majikan bernama Umar. Tapi, realitasnya dia dipekerjakan di rumah adik Umar bernama Khairiyah binti Hamid Majlad.

Jaraknya pun jauh dari rumah Umar, sekitar 2 jam penerbangan. "Tidak sesuai dengan kontrak kerja," kata Epi kepada wartawan di rumah duka Jalan Raya Sukatani, Kampung Ceger RT 03/ RW 02, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin 20 Juni 2011.

Anggota keluarga juga mengecam tindakan PT Dasa yang memalsukan usia Ruyati yang berusia 54 tahun menjadi 43 tahun, lebih muda 11 tahun.

Menurut Epi, tiga anaknya tak kuasa membendung tekad ibunya berangkat sebagai TKW ke Mekah. Satu-satunya harapan keluarga adalah syarat administrasi yang melarang tenaga kerja memasuki usia tua ke luar negeri. "Ternyata usianya dipalsukan oleh sponsor," katanya.

Bupati Bekasi Sa'dudin mengakui pengawasan pemerintah daerah longgar, sehingga warganya mudah mendapatkan kartu tanda penduduk (KTP) yang tidak sesuai dengan identitas sebenarnya. "Ke depan jangan lagi ada pemalsuan identitas," kata Sa'dudin saat mengunjungi keluarga Ruyati.

Sa'dudin meminta warganya yang berniat ke luar negeri menjadi TKI supaya menunda keinginannya. Dia juga berjanji segera mendata ulang perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTI) yang ada di Kabupaten Bekasi. "Kalau ada yang melanggar akan kami tertibkan," katanya.

HAMLUDDIN

:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/20/brk,20110620-341937,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:07 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=70590&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=70590&width=490)
TEMPO/Aditia Noviansyah




TEMPO Interaktif, Jakarta- Seorang tenaga Kerja Indonesia asal Bekasi Ruyati dipancung di Arab Saudi. Pengadilan menyatakan bersalah atas tudingan pembunuhan majikan oleh Ruyati. Pihak keluarga disebut tak mau memaafkannya sehingga beraku vonis Qisos. Tempo mewawancarai Ketua DPR Marzuki Alie mengenai eksekusi ini. Marzuki pernah menyebut telah meneken MoU dengan negara-negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, mengenai perlindungan tenaga kerja. Apalagi pada 2012 nanti, Jakarta akan menjadi tuan rumah pertemuan Parlementary Union of the OIC Member States (PUIC). Berikut petikan wawancaranya:


Dulu Anda melakukan kunjungan kerja sama antar parlemen ke Timur Tengah. Saat itu, Anda bilang sudah ada hasil mengenai perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Tapi kenyataannya, masih ada kasus eksekusi TKI Ruyati?


Kami memang sudah menghasilkan resolusi perlindungan migrant worker dalam sidang PUIC ( Parliamentary Union of the OIC Member States) di Suriah. Alhamdullilah Arab Saudi sudah tanda tangan MoU dengan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi. Malaysia juga sudah mau tanda tangan perjanjian. Artinya diplomasi parlemen mampu mendorong pemerintah-pemerintah tersebut untuk mengikuti dan melaksanakan resolusi tersebut. Implementasi dari kesepakatan itu semestinya ditindaklanjuti segera agar bisa dilaksanakan sesuai harapan.


Ruyati tetap dieksekusi. Terlebih kejadiannya di Arab Saudi, salah satu negara yang bapak sebutkan tadi?


MoU tersebut pasti belum detail dan juga baru diteken bulan lalu. Kasus Ruyati ini sudah masuk ranah hukum (saat itu) yang berlaku di negeri itu, yaitu Qisos artinya nyawa dibayar nyawa, kecuali keluarga memaafkan, tentu harus diatur juga ke depan. Bagaimana andaikata kasus ini terjadi di kemudian hari.


Artinya kerja sama yang terjadi selama ini belum bisa dirasakan langsung oleh TKI di Arab Saudi? Ruyati tetap dieksekusi dan bagi keluarga yang menyesakkan tak ada penjelasan dari pemerintah sebelumnya?


MoU tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan perjanjian. Mou hanya garis besar saja. Namun apapun, BNP2TKI harusnya intens mengurus TKI yang bermasalah agar prinsip melindunginya dapat dipenuhi sesuai dengan namanya.


Jadi Anda menyalahkan BNP2TKI?


Saya tidak menyalahkan. Hanya ingin mendudukan persoalan. Karena pagi tadi Deputi perlindungan di sebuah televisi swasta seolah lepas tangan, menyatakan bahwa perlindungan itu di dalam negeri. Sedangkan di luar negeri adalah kewenangan Kementerian Luar Negeri.


PURWANTO



:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/20/brk,20110620-341950,id.html) :listen music:

LoperKoran
20th June 2011, 04:23 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=72521&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=72521&width=490)
Tempo/Aditia Noviansyah




TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasyim Muzadi, mendesak Pemerintah untuk lebih tegas dalam melakukan diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi. Hal ini penting dalam memperjuangkan warga Indonesia yang menjadi tenaga kerja di Arab.


"Pemerintah (bisa) minta pengampunan dalam diplomasi tingkat tinggi seperti yang dilakukan Gus Dur, Siti Zaenab selamat dari hukuman mati karena Gus Dur menelpon sendiri ke Raja Saudi minta pengampunan," kata Hasyim melalui surat elektroniknya, Senin 20 Juni 2011.

Sebelumnya, Ruyati menjalani hukuman pancung di Arab Saudi pada Sabtu 18 Juni 2011 lalu. Ruyati dihukum pancung dengan tuduhan membunuh majikannya.

Indonesia, kata Hasyim, adalah satu-satunya negara yang masih mengirimkan tenaga kerjanya ke Arab Saudi. Padahal, sudah tidak ada satu negara miskin pun di dunia saat ini yang mengirimkan pembantu rumah tangga ke Saudi. "Mereka tahu benar bagaimana budaya pada umumnya majikan Saudi terhadap pembantu rumah tangga perempuan," katanya.


Sebagai negara satu-satunya pengirim tenaga kerja wanita ke Arab Saudi, Indonesia menjadi bahan ejekan negara miskin lainnya, sebagai tidak punya malu dan tidak punya harga diri. "Saudi hanya cocok untuk ibadah dan diplomasi, bukan untuk yang lain," ujarnya.

Hasyim juga menilai Pemerintah tidak tegas dalam menghadapi masalah seperti kasus Ruyati ini yang memiliki resiko. "Yang biasa dilakukan adalah menjaga jarak dengan masalah , agar pribadinya tidak terkena masalah, toh rakyat akan lupa masalahnya dengan tumpukan masalah yang lain," katanya.

Ia mengingatkan masih ada TKI lain yang akan menyusul dihukum pancung, bukan hanya Darsem tapi juga puluhan tenaga kerja lainnya. "Ini warning ke SBY apakah mampu menyelesaikan atau tidak," katanya.


Jika tidak bisa, kata dia, akan menjadi masalah besar di kemudian hari, yang bakal menghantam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintahnya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini dengan latar belakang ketidakadilan hukum , politik dan ekonomi yang semakin rumit.


"(Pemerintah) Justru akan dianggap tidak bertanggungjawab terhadap keselamatan negara dan rakyat," ujarnya.

EKO ARI WIBOWO


:listen music: :sundul: (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/20/brk,20110620-341996,id.html) :listen music:

mrpither
20th June 2011, 10:56 PM
http://i1107.photobucket.com/albums/h383/pither1/tki.jpg



Ruyati binti Satubi (54), sepertinya bukan tenaga kerja asal Indonesia yang terakhir dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi.

Sebanyak 26 orang tenaga kerja migrant Indonesia terancam bernasib sama seperti Ruyati.

"Kita tidak ingin peristiwa seperti yang terjadi pada Ruyati berulang pada 26 tenaga kerja yang saat ini tengah menunggu eksekusi," ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar di Padang, Minggu 19 Juni 2011.

Ruyati, warga Kampung Ceger RT 03 RW 02 Desa Sukadarma Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi. Ruyati

Setelah dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi pada hari Sabtu 18 Juni 2011, waktu setempat, jenazah Ruyati langsung dimakamkan di Mekah. Ia dituduh membunuh saudara majikannya, Khairiyah Majlad.

Patrialis mengakui, dalam kasus Ruyati, pemerintah merasa kecolongan karena tidak ada pemberitahuan resmi yang diberikan pemerintah setempat terkait eksekusi warga negara Indonesia di Arab Saudi.

Patrialis mengaku, pihaknya hanya diberi tahu Kedubes Arab Saudi di Jakarta bahwa eksekusi terhadap Ruyati telah dilaksanakan. "Tidak ada pemberitahuan tertulis," imbuhnya.

Walau begitu, pemerintah menyadari, pemerintah tidak bisa mencampuri hukum yang berlaku di Arab Saudi karena tidak ada kata maaf (takzir) dari pihak keluarga korban.

Menurutnya, saat ini sedikitnya terdapat 316 warga negara Indonesia yang bekerja di Arab Saudi terbelit perkara hukum di sana.

"Pemerintah setempat bersedia membebaskan 316 tenaga kerja kita yang bermasalah hukum di sana kecuali Ruyati, karena tidak mendapat takzir," ungkapnya.

Terkait 26 tenaga kerja Indonesia yang terancam hukuman mati, pemerintah berjanji akan segera melakukan lobi-lobi terhadap pemerintah Arab Saudi.

Saat ini, pemerintah berniat mengembalikan jenasah Ruyati ke tanah air sesuai dengan keinginan keluarga. Meskipun hal ini tidak mudah, pemerintah akan berupaya untuk itu.

Negosiasi terkait upaya pemulangan jenazah Ruyati akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat. Sesuai aturan hokum pemerintah Arab Saudi, terpidana yang telah dihukum pancung langsung dikuburkan di sana.

Sumber Berita (http://dunia-ganas.blogspot.com/2011/06/26-tki-tunggu-eksekusi-mati-di-arab.html)

hktoyshop
20th June 2011, 11:57 PM
wah,,
pemerintah indonesia harus bertindak nih..

sonodhanny
21st June 2011, 02:54 AM
wah kasian banget,,,, gimana nih kinereja pemerintah,,,, ??????? :hammer:

mikirin
21st June 2011, 05:05 AM
ya ampn pemerintah kemana ini?? bisa kebobolan mulu, mikirin diri sendiri terus sih?? tolol semua..!!!!!

blueparadise
21st June 2011, 09:08 AM
Kementerian Luar Negeri mengungkapkan, selain Ruyati binti Satubi yang sudah dieksekusi di Arab Saudi, terdapat 303 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati sejak tahun 1999 hingga 2011. Dari 303 orang, tiga orang telah dieksekusi, dua orang dicabut nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir.

Malaysia menjadi negara yang memiliki daftar kasus WNI terancam hukuman mati terbanyak dengan jumlah 233 TKI. China berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI, dan Arab Saudi berada di peringkat ketiga dengan 28 orang TKI.

http://sasak.org/wp-content/uploads/2010/12/tki1.jpg


Dari 303 TKI itu, 216 orang masih dalam proses pengadilan. Malaysia menjadi negara yang paling banyak memproses pengadilan TKI yang terancam hukuman mati, yaitu sebanyak 177 orang. China di urutan kedua, sebanyak 20 orang dan setelah itu disusul Arab Saudi sebanyak 17 orang TKI.

Dari data Kemenlu, narkoba menjadi faktor penyebab terbanyak TKI diancam hukuman mati--ada 209 kasus. Sedangkan membunuh berada di peringkat kedua dengan 85 kasus.

Jika diurut berdasarkan negara, di Arab Saudi kasus pembunuhan menjadi penyebab utama TKI terancam hukuman mati. Ada 22 kasus pembunuhan yang didakwakan kepada TKI. Di Malaysia, kasus penyalahgunaan narkoba menyebabkan 180 TKI diancam hukuman mati. Pembunuhan berada di peringkat kedua, dengan 50 kasus.

Berikut data 303 TKI yang sedang terancam hukuman mati, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri:

WNI terancam hukuman mati:

- Dieksekusi: 3 orang
- Bebas dari ancaman: 55 orang
- Masih dalam proses pengadilan: 216 orang
- Berhasil dibebaskan/dipulangkan: 29 orang

Kasus berdasarkan negara:

- Malaysia: 233 orang
- China: 29 orang
- Arab SAudi: 28 orang
- Singapura: 10 orang
- Suriah: 1 orang
- Uni Emirat Arab: 1 orang
- Mesir: 1 orang

Data terakhir di Arab Saudi:

- Dieksekusi: 2 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 6 orang
- Masih proses pengadilan: 17 orang
- Berhasil dibebaskan: 3 orang

Data terakhir di Mesir:

- Dieksekusi: 1 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 0 orang
- Masih proses pengadilan: 0 orang
- Berhasil dibebaskan: 0 orang

Data terakhir di Malaysia:

- Dieksekusi: 0 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 32 orang
- Masih proses pengadilan: 177 orang
- Berhasil dibebaskan: 24 orang

Data terakhir di China:

- Dieksekusi: 0 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 9 orang
- Masih proses pengadilan: 20 orang
- Berhasil dibebaskan: 0 orang

Data terakhir di Singapura:

- Dieksekusi: 0 orang
- Bebas hukuman mati/keringanan: 7 orang
- Masih proses pengadilan: 2 orang
- Berhasil dibebaskan: 1 orang

Data berdasarkan kasus:

- Membunuh: 85 orang
- Narkoba: 209 orang
- Kekerasan: 1 orang
- Lain-lain: 8 orang

Berdasarkan kasus di Arab Saudi:

- Membunuh: 22 orang
- Narkoba: 0 orang
- Kekerasan: 1 orang
- Lain-lain: 5 orang

Berdasarkan kasus di Malaysia:

- Membunuh: 50 orang
- Narkoba: 180 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 3 orang

Berdasarkan kasus di Mesir:

- Membunuh: 1 orang
- Narkoba: 0 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 0 orang

Berdasarkan kasus di China:

- Membunuh: 0 orang
- Narkoba: 29 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 0 orang

Berdasarkan kasus di Singapura:

- Membunuh: 10 orang
- Narkoba: 0 orang
- Kekerasan: 0 orang
- Lain-lain: 0 orang


(Sumber: Kementerian Luar Negeri | kd)

DreamWorld
21st June 2011, 09:13 AM
:mewek:gila kirain ane cm d saudi az,ternyata ad banyak gitu,mgkn sdh saatnya pengiriman tki segera dihentikan

okebos
21st June 2011, 02:46 PM
SBY kemana aja seeeh. kok ga bicara

LoperKoran
21st June 2011, 06:18 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80544&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80544&width=490)
Epi Kurniati, menunjukkan foto ibunya Ruyati binti Satubi TKW yang dihukum pancung pemerintah Arab Saudi (20/6). TEMPO/Hamluddin




TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Indonesia sudah mengirimkan nota protes kepada Pemerintah Arab Saudi terkait dengan eksekusi hukuman pancung bagi Ruyati, tenaga kerja Indonesia yang dituduh membunuh majikannya.

"Berisi secara jelas dan tegas ketidaksenangan kami. Secara spesifik bukan hukum mereka yang kami persona tetapi prosedurnya," ujar Direktur Jenderal Protokoler dan Konsuler Kementerian Luar Negeri M. Lutfi Rauf dalam keterangan pers di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Senin 20 Juni 2011.

Lutfi bersama Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar serta perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi hari ini memberikan keterangan tentang eksekusi hukuman mati bagi Ruyati. Perempuan asal Bekasi, Jawa Barat itu dipancung di Saudi pada Sabtu pekan lalu, 18 Juni 2011. Pemerintah Indonesia baru mengetahui kematian tenaga kerja wanita tersebut sehari sesudahnya.

Nota protes tersebut terkait dengan pelanggaran Konvensi Wina tahun 61-63 tentang hubungan diplomatik dan protokoler antar negara. Pelanggaran yang dilakukan Saudi adalah mengeksekusi warga negara lain tanpa pemberitahuan kepada negara yang bersangkutan. "Tanggapan nota protes bagi Saudi, antara lain adalah sanksi sosial dari negara-negara yang sudah meratifikasi," ujar Lutfi.

Pemerintah berharap pengiriman nota protes ini menjadi peringatan kepada Arab Saudi agar tak mengulangi perbuatannya. Negara kaya minyak itu juga tak bisa semena-mena mengeksekusi warga negara lain tanpa memberi tahu negara asalnya.

DIANING SARI

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/20/brk,20110620-342084,id.html) :bana2:

LoperKoran
21st June 2011, 06:20 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80540&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80540&width=490)
Ruyati. trijayanews.com




TEMPO Interaktif, Jakarta - Staf Khusus Presiden Andi Arief menilai tidak adanya informasi kepada Pemerintah Indonesia terkait proses hukum Ruyati, tenaga kerja Indonesia yang dipancung di Arab Saudi, adalah bentuk pelanggaran hukum internasional. "Apapun alasannya, tak ada pemberitahuan pada Pemerintah Indonesia soal waktu pemancungan adalah pelanggaran berat hukum internasional," kata Andi di Jakarta, Senin 20 Juni 2011.

Hukuman yang dijalani Ruyati, menurut Andi, bukanlah keteledoran dari Pemerintah Indonesia. Informasi yang tidak akurat dari Pemerintah Arab Saudi kepada perwakilan Indonesia di Arab dianggapnya sebagai biang keladi. "Pemerintahan manapun kalau tidak diberitahu waktu eksekusi pasti dinilai teledor," katanya.

Menurutnya, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia harus membentuk komite khusus yang terus bekerja memonitor TKI yang menghadapi persoalan hukum . Sehingga, kondisi apapun yang terjadi pada tenaga kerja Indonesia akan dapat terpantau. Sebelumnya, BNP2TKI mengklaim telah melaksanakan tugas untuk mendampingi Ruyati sebelum akhirnya dieksekusi hukuman pancung.

Pemerintah kata Andi, akan memberikan semua hak Ruyati yang belum dibayarkan kepada keluarganya. Kemarin, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah memanggil perusahaan sponsor, PT Dasa Graha Utama dan Asuransi Mitra Dana Sejahtera terkait eksekusi Ruyati binti Satubi. Asuransi menyanggupi membantu pembayaran kekurangan gaji tiga bulan, klaim meninggal dunia Rp 45 juta, bantuan uang duka Rp 20 juta, serta uang transport pulang-pergi satu anggota keluarga Ruyati ke Mekkah.

Adapun PT Dasa Graha Utama akan memberikan bantuan uang duka sebesar Rp 10 juta dan dana transpor pulang pergi untuk seorang anggota keluarga ke Mekah. Perusahaan sponsor ini juga menyanggupi akan menyiapkan sejumlah dokumen untuk pemulangan jenazah, yaitu surat izin keluarga, kartu tanda penduduk, uji kompetensi, dan sejumlah dokumen lainnya.

"Mereka menjanjikan minggu ini akan dilengkapi. Pemerintah bersama asuransi dan perusahaan sponsor sudah ke rumah duka memberikan bantuan sebesar Rp 90 juta," katanya.

EKO ARI WIBOWO

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/20/brk,20110620-342060,id.html) :bana2:

LoperKoran
21st June 2011, 06:22 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=53848&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=53848&width=490)
Unjuk rasa dukung penyelesaian kasus-kasus TKI di Jakarta.[TEMPO/Aditia Noviansyah]




TEMPO Interaktif, Surabaya - Pemerintah Jawa Timur akan menyiapkan dana untuk menebus suami-istri Hasin Taufik bin Tasid dan Sab'atun binti Jaulah, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang saat ini terancam hukuman potong tangan di Arab Saudi.

Uang tebusan ini diharapkan bisa membebaskan kedua TKI asal Palengaan Laok, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan, itu dari hukuman potong tangan. "Kalau uangnya kami ada, tapi jalurnya, kan, harus lewat Departemen Luar Negeri. Masak kami bawa uang berangkat sendiri, kan, tidak bisa," kata Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, Selasa 21 Juni 2011.

Departemen Luar Negeri maupun Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, menurut Soekarwo, harusnya bisa aktif untuk mendampingi TKI asal Jawa Timur ini, termasuk untuk memperlancar proses pembayaran uang tebusan yang diminta.

Menurut Soekarwo, saat ini terjadi kebingungan di daerah jika terjadi masalah dengan TKI. "Kebijakan ini, loh, yang bingung. Daerahnya harus berbuat apa yang bisa meringankan itu,� ujarnya. �Ini harus terkoordinasi. Kita tidak bisa jalan kalau tidak dikoordinir KBRI dan Kementerian Luar Negeri. Ini menyangkut hubungan bilateral soalnya�.

Sementara itu, terkait masih seringnya penyiksaan yang dialami para TKI di luar negeri, Soekarwo minta pemerintah pusat secara tegas menghentikan proses pengiriman TKI dari jalur informal. "Pengawasan dan sanksi harus tegas. Yang informal-informal itu harus segera dihentikan," kata dia.

Dengan menjadi TKI informal, perlindungan bagi para TKI dipastikan tidak mungkin bisa dilakukan. Meski begitu, KBRI di semua negara tujuan diharapkan berperan aktif untuk mendata tenaga kerja informal itu. Tujuan pendataan guna menghindari inkoordinasi jika TKI tersebut terkena masalah hukum sehingga kasus hukuman pancung yang dialami Ruyati tidak terjadi lagi.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Timur, Hary Soegiri, mengatakan hingga saat ini tak ada satu pun TKI asal Jawa Timur yang terancam hukuman mati. "TKI asal Jawa Timur relatif aman dari hukuman mati," kata dia.

Untuk sementara ini, Dinas Tenaga Kerja juga memutuskan untuk menghentikan seluruh pengiriman TKI ke Timur Tengah, khususnya ke Arab Saudi, sambil menunggu ditandatanganinya MoU antara Indonesia dan Arab Saudi.

FATKHURROHMAN TAUFIQ

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/surabaya/2011/06/21/brk,20110621-342225,id.html) :bana2:

LoperKoran
21st June 2011, 06:23 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=76718&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=76718&width=490)
TEMPO/Imam Sukamto




TEMPO Interaktif, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah menghentikan sementara pengiriman TKI ke seluruh negara di wilayah Timur Tengah. "Yang belum memiliki mekanisme perlindungan hukum dan perjanjian kerja sama dengan Indonesia," ujar Wakil Koordinator Tim Khusus Penanganan TKI, Eva Kusuma Sundari, dalam laporannya di Rapat Paripurna hari ini, Selasa 21 Juni 2011.

Desakan ini muncul setelah tim khusus melakukan kunjungan ke Arab Saudi pada April lalu. Berdasarkan temuan tim, kata Eva, pengiriman TKI selama ini terkendala dengan lemahnya penegakan hukum di Arab Saudi. "Terutama yang berkaitan dengan keimigrasian dan ketenagakerjaan," ujarnya. Masalah ini ditambah lagi dengan mengakarnya praktek perdagangan manusia di sana. Akibatnya, perlindungan hukum terhadap TKI pun lemah.

Penyelesaian masalah hukum, kata Eva, menjadi hal yang rumit bagi TKI karena tidak adanya perjanjian mekanisme perlindungan hukum dan perjanjian kerja sama dengan Indonesia, "KJRI tidak mempunyai kewenangan menyelesaikan masalah hukum TKI dengan majikan," tuturnya.

Ia menegaskan, pengiriman TKI ke negara yang belum memiliki kerja sama dan perlindungan hukum merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. "Perlindungan hukum dan perjanjian kerja sama dengan Indonesia merupakan amanat UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri," ujarnya.

Tim Khusus secara tegas meminta pemerintah hanya menghentikan moratorium jika telah menuntaskan semua rekomendasi pembenahan kelembagaan sebagaimana disarankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan. Rekomendasi ini berdasarkan hasil kajian dan audit kebijakan terutama terhadap Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta BNP2TKI. "Dan menuntaskan revisi UU Nomor 39 Tahun 2004," ucap Eva lagi.

Desakan ini terkait dengan eksekusi hukuman pancung yang dijatuhkan Pemerintah Arab Saudi terhadap tenaga kerja Indonesia, Ruyati. Perempuan asal Bekasi, Jawa Barat, itu dipancung di Arab Saudi pada Sabtu pekan lalu, 18 Juni 2011. Pemerintah Indonesia baru mengetahui kematian tenaga kerja wanita tersebut sehari sesudahnya.

Pemerintah sendiri sudah mengirimkan nota protes kepada Pemerintah Arab Saudi terkait dengan eksekusi Ruyati, yang dituduh membunuh majikannya itu. Nota protes tersebut, "Berisi secara jelas dan tegas ketidaksenangan kami. Secara spesifik bukan hukum mereka yang kami persona, tapi prosedurnya," ujar Direktur Jenderal Protokoler dan Konsuler Kementerian Luar Negeri M. Lutfi Rauf dalam keterangan pers di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Senin kemarin, 20 Juni 2011.

FEBRIYAN

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/21/brk,20110621-342241,id.html) :bana2:

LoperKoran
21st June 2011, 06:24 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80435&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80435&width=490)
Unjuk rasa Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) didepan Kedutaan Besar Saudi Arabia, Jakarta (19/11). TEMPO/Eko Siswono Toyudho




TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, menilai, Undang-undang tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia berhenti di pagar rumah majikan. "Undang-undang tidak masuk hingga dalamnya," kata Jumhur dalam diskusi di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa 21 Juni 2011.

Dalam diskusi bertajuk "Perlindungan TKI Suatu Keharusan: Ruyati Kasus Terakhir!" ini menyoroti banyaknya kasus kekerasan yang melibatkan tenaga kerja Indonesia dengan majikannya.

Menurut Jumhur, permasalahan TKI yang gajinya tidak dibayar atau diputus hubungan kerja menjadi tanggung-jawab Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Tenaga Kerja Provinsi, hingga ke pengadilan perburuhan jika tidak terselesaikan. Apabila pembunuhan, kata Jumhur, maka masuk ke ranah pidana yang harus diselesaikan secara hukum.

Namun, khusus untuk perkara Ruyati yang terbukti bersalah membunuh majikannya, kata Jumhur, menggunakan hukum yang berbeda dengan Indonesia. Untuk permintaan pengampunan pun, kata dia, hanya dapat dilakukan bila keluarga korban memberikan maaf.

Ruyati, kata dia lagi, telah mengakui perbuatannya sejak awal persidangan hingga tahap terakhir.
�Di Saudi, Raja pun tidak bisa membatalkan hukuman mati dan pengakuan menjadi alat bukti utama di sana,� kata Jumhur.

Ruyati dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi pada Sabtu pekan lalu, 18 Juni 2011, karena membunuh majikannya Januari 2010 lalu. Kementerian Luar Negeri mengaku tidak memperoleh pemberitahuan tentang eksekusi tersebut. Upaya memperoleh maaf dari keluarga sudah dilakukan, tapi tetap tidak membawa hasil.

RIRIN AGUSTIA

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/21/brk,20110621-342317,id.html) :bana2:

fakie
21st June 2011, 11:49 PM
hukuman nya terasa lebih kejam dari hukum tembak

atheis
22nd June 2011, 02:17 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=74341&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=74341&width=490)
Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Jeddah, Arab Saudi, masuk ke ruang tunggu Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (4/5). Kementerian Kesehatan mencatat ada 2.352 orang TKI bermasalah yang dipulangkan dengan Kapal Motor Labobar, terdiri dari 2.163 orang dewasa, 123 orang diantaranya ibu hamil, 93 anak-anak, dan 96 bayi. Para TKI tersebut dipulangkan karena melebihi masa tinggal (overstay) di Arab Saudi. Tempo/Tony Hartawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mengultimatum pemerintah agar melakukan perbaikan dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Menteri dan Kepala Badan yang berkaitan dengan pengurusan Tenaga Kerja Indonesia harus bersiap untuk mundur kalau tidak menjalankan rekomendasi DPR. "Dalam paripurna, banyak desakan untuk mundur," ujar Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, usai rapat paripurna DPR, Selasa 21 Juni 2011.

Paripurna DPR merekomendasikan penghentian sementara pengiriman tenaga kerja ke negara yang tidak melakukan moratorium perlindungan pada tenaga kerja. DPR juga mendesak pembenahan total dan sistematis tata aturan pengiriman TKI. Penyampaian permintaan maaf secara terbuka pada almarhumah dan memberikan hak-hak dan tunjangannya serta beriktiar memulangkan jenazah.

Selain itu, DPR mengultimatum Menteri Tenaga Kerja, Menteri Agama, Menteri Sosial, BNP2TKI, dan Kementerian Luar Negeri agar segara melakukan koordinasi pembenahan pengiriman dan perlindungan TKI. "Pemerintah kalau mengabaikan rekomendasi dan tidak memperbaiki semua lini artinya kebangetan," katanya."Ini ikhtiar bersama untuk kebaikan."

DPR, kata Priyo, merasa pilu karena selama ini TKI sering dilakukan seperti budak belian, terutama untuk Arab Saudi. Jika mereka tidak mampu melakukan pembenahan, menurut Priyo, para pemegang kebijakan pantas mundur. "Mereka harus mundur sebagai pertanggungjawaban pemerintah dan negara," ujarnya.


ALWAN RIDHA RAMDANI


~ SUMBER ~ (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/21/brk,20110621-342340,id.html)

atheis
22nd June 2011, 02:19 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80728&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80728&width=490)
Jumhur Hidayat. TEMPO/Seto Wardhana




TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Jumhur Hidayat, mengatakan moratorium (penghentian sementara) pengiriman TKI ke Arab Saudi sebenarnya sudah dilakukan, namun dalam bentuk yang berbeda. Bentuknya, kata Jumhur, dalam empat bulan sudah tidak ditandatangani perjanjian kerja. "Padahal biasanya 15-20 ribu perjanjian kerja dilegalisir pemerintah tiap bulan," ujarnya usai diskusi TKI di kantor DPP Demokrat, Selasa 21 Juni 2011.

Dalam sidang kabinet beberapa waktu lalu, lanjutnya, pemerintah juga telah menyatakan melakukan evaluasi pengiriman TKI ke semua negara penerima. Saat ini Kemenakertrans dan BNP2TKI tengah mengadakan evaluasi terhadap pengiriman tersebut dan hasilnya akan diumumkan dalam jangka waktu sekitar tiga bulan ke depan.

Untuk negara yang dinyatakan tidak dapat melakukan perbaikan, maka pemerintah dipastikan akan menghentikan pengiriman untuk seterusnya. "Negara yang tidak ada indikasi perbaikan kemungkinan diberhentikan,"jelas Jumhur.

Namun, Jumhur mengatakan bahwa pembahasan nota kesepahaman (MoU) dengan pihak Pemerintah Arab Saudi akan tetap dilakukan. "Pihak Arab Saudi sudah setuju untuk datang dan membahasnya," tuturnya.

Mengenai perlindungan tenaga kerja di Arab Saudi, kata dia, ia mengakui bahwa pihaknya memang memiliki keterbatasan di luar negeri. Pasalnya, BNP2TKI tidak mempunyai perwakilan sehingga apabila ada permasalahan pihaknya kesulitan untuk mengambil langkah langsung.

"Bicara perlindungan di luar negeri fungsi utama pasti perwakilan, tidak mungkin semua departemen punya wakil di KBRI, KJRI, termasuk BNP2TKI. Ketika ada masalah, tugas kami koordinasi dengan perwakilan," jelasnya.


RIRIN AGUSTIA


~ SUMBER ~ (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/21/brk,20110621-342346,id.html)

atheis
22nd June 2011, 02:20 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80728&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80728&width=490)
Jumhur Hidayat. TEMPO/Seto Wardhana




TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jumhur Hidayat mengatakan pemerintah terus memberikan pendampingan kepada 23 TKI yang terancam hukuman mati."Terus kita dampingi dengan lawyernya, karena kita tidak bisa mengintervensi aturan hukum pemaafan, bahkan raja tidak bisa kalau keluarga tidak memaafkan," kata Jumhur usai diskusi di kantor DPP Demokrat, Selasa 21 Juni 2011.

Untuk kasus pembunuhan, lanjut Jumhur, memang bukan hal yang mudah karena adanya perbedaan hukum antar kedua negara. Akan tetapi ia juga menyebutkan bahwa tiap kasus pembunuhan jangan disamaratakan.

"Jangan samakan casenya, saya kalau ada keluarga dibunuh dengan perencanaan matang itu beda sekali. Jadi jangan orang yang melakukan pembunuhan terencana dan sadis kita bela mati-matian," imbuhnya.

Seperti diketahui, seorang TKI Ruyati dihukum pancung lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi yang juga majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Janda asal Kampung Serengseng Jaya RT 01 RW 01, Kelurahan Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, ini dieksekuai mati di Mekah pada Sabtu, 18 Juni 2011.

Migrant Care lalu mengungkapkan selain Ruyati, masih ada 23 warga negara Indonesia yang didakwa ancaman hukuman mati di Saudi. Proses hukum terhadap mereka sedang berlangsung, dan ada kemungkinan kasus yang menimpa Ruyati bisa terulang.


RIRIN AGUSTIA


~ SUMBER ~ (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/21/brk,20110621-342354,id.html)

atheis
22nd June 2011, 02:21 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=60491&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=60491&width=490)
Aksi Migrant Care dan aktivis peduli TKI. Tempo/Tony Hartawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mendesak Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah konkrit guna menyelamatkan nasib puluhan Tenaga Kerja Indonesia yang terancam hukuman mati. Desakan muncul menyusul eksekusi hukuman pancung terhadap Ruyati, TKI yang terlibat kasus pembunuhan. �Presiden harus pasang badan,� ujar Anis, ketika dihubungi, 20 Juni 2011.

Menurut Anis, SBY perlu segera turun tangan lantaran proses diplomatik melalui jalur yang selama ini berjalan tidak efektif. �Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia, Kementerian Luar Negeri maupun Kementerian Hukum dan HAM gagal merespon persoalan itu dengan baik. Buktinya mereka tidak tahu kalau Ruyati dihukum mati,� ujarnya.

Bagi mereka yang sedang menunggu proses eksekusi, kata Anis, SBY bisa langsung melakukan komunikasi dengan Raja Fath baik melalui surat atau melepon secara langsung. Namun, bagi mereka yang sedang dalam proses peradilan, pemerintah hendaknya memaksimalkan proses pembelaan serta mengevaluasi para pengacara yang selama ini digunakan. �Proses peradilan juga harus dipantau secara intensif agar strategi pembelaan berhasil,� katanya.

Anis juga menyesalkan kegagalan pemerintah dalam memonitor proses hukum terhadap Ruyati. Dalam banyak kasus, kata dia, setiap TKI yang sudah masuk tahanan tidak mendapatkan akses komunikasi baik kepada perusahaan penyedia jasa tenaga kerja bahkan kepada pihak keluarga. �Bagi mereka yang masuk penjara, kebanyakan putus komunikasi. Lalu bagaima mungkin pemerintah bisa membela mereka,� ujarnya.


RIKY FERDIANTO


~ SUMBER ~ (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/21/brk,20110621-342363,id.html)

atheis
22nd June 2011, 02:22 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=68431&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=68431&width=490)
Muhaimin Iskandar. TEMPO/Imam Sukamto




TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan pemerintah berencana memperbanyak tim pengacara untuk menangani kasus Tenaga Kerja Indonesia bermasalah di luar negeri.


Selain tim pengacara pemerintah juga akan melipat gandakan tim ahli untuk memperkuat pembelaan TKI. "Upaya pendampingan akan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan serius dan dilaksanakan secara terus menerus," ujar Muhaimin dalam siaran pers tertulisnya, Selasa 21 Juni 2011.

Pemerintah juga akan menempuh cara diplomasi, termasuk merayu dan melakukan negoisasi kepada keluarga atau majikan TKI. Bahkan Muhaimin mengklaim diplomasi itu sudah dilakukan berulang kali."Negosiasi untuk mengganti diyat (ganti rugi) dan tidak kurang ratusan pembebasan dilakukan,� kata Muhaimin.

Ia menghimbau kepada masyarakat untuk dua kali berpikir memilih bekerja ke luar negeri dengan berkaca kasus yang seringkali terjadi. Yang diperbolehkan, lanjutnya,"harus benar-benar siap mental, siap ketrampilan, pengetahuan dan kesehatan TKI," ujarnya.

Seperti diketahui, seorang TKI Ruyati dihukum pancung lantaran terbukti bersalah membunuh wanita Saudi yang juga majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Janda asal Kampung Serengseng Jaya RT 01 RW 01, Kelurahan Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, ini dieksekuai di Mekah pada Sabtu, 18 Juni 2011.

Migrant Care lalu mengungkapkan selain Ruyati, masih ada 28 warga negara Indonesia yang didakwa dengan ancaman hukuman mati di Saudi. Proses hukum terhadap mereka sedang berlangsung, dan ada kemungkinan kasus yang menimpa Ruyati bisa terulang.



RIRIN AGUSTIA


~ SUMBER ~ (http://XXX)

atheis
22nd June 2011, 02:27 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80734&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80734&width=490)
Demonstrasi atas hukum pancung TKI Ruyati di Kedubes Arab Saudi. TEMPO/Tony Hartawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Apa yang dialami Ruyati binti Satubi, Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang harus dieksekusi pancung di Arab Saudi boleh jadi akan dialami puluhan TKI lainnya. Dalam catatan Migran Care, ternyata masih ada 27 TKI lain di Arab Saudi yang nasibnya menyedihkan. Mereka menunggu eksekusi mati.

Karena itu, Migran Care mendesak pemerintah mengevaluasi bantuan hukum yang diberikan. � Cek lagi apakah selama ini proses hukum sudah dilakukan atau belum� kata Direktur Eksekutif Migran Care, Anis Hidayah kepada Tempo, Selasa 21 Juni 2011.

Siapa saja 28 nama TKI yang terancam dan sudah divonis mati di Arab Saudi? Inilah nama-nama mereka.

1.Sulaimah, asal Madura..
- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari yang dijebloskan selama 1 tahun dipenjara, Sulaimah dituduh membunuh majikannya dengan alasan sang majikan melakukan penyiksaan yang berlebihan.


2.Dwi Mardiyah, 38 tahun asal Desa Karang Semanding Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur
- Dwi Mardiyah diberangkatkan PT Baham Putra Abadi.
- Keluarga mengetahui penahanan Dwi lewat surat yang dikirim tanggal 19 Februari 2007, tetapi keluarga mengaku tidak dijelaskan kesalahannya.

3.Nurfadilah, asal Bondowoso.
- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari, Jember Jawa Timur. Nurfadilah dijebloskan ke penjara karena dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikan tersebut melakukan penyiksaan yang berlebihan.

4.Aminah binti H Budi, asal Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan Selatan.
- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari, Jember, Aminah masuk penjara karena dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikan sering melakukan penyiksaan yang berlebihan.


5.Darmawati binti Tarjani, asal Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan Selatan.
- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari, Darmawati dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikan tersebut melakukan penyiksaan yang berlebihan.

6.Suwarni, asal Jawa Timur.
- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung, masih dalam proses persidangan, ditahan di penjara wanita.


7.Siti Zaenab binti Duhri Rupa, asal Bangkalan, Madura Jawa Timur,
- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung dan telah divonis tetap. Tahun 1999 akan dieksekusi mati, namun Gus Dur melakukan diplomasi dengan Raja Fahd, dan membuahkan hasil eksekusi ditunda hingga sekarang. Siti Zaenab harus menunggu maaf dari anak majikan yang kala itu belum akil baligh.

8.Hafidz Bin kholil Sulam, asal Tulungagung Jawa Timur
- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung. Saat ini Hafidh ditahan di penjara Mekah dan menunggu maaf dari keluarga majikan untuk bebas dari hukuman pancung.

9.Eti Thoyib Anwar, asal Majalengka, Jawa Barat
- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung, ditahan dipenjara wanita Thaif.

10. Nur Makin Sobri.
- Nur didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung.
- Saat ini Nur ditahan dipenjara Mekkah dan menunggu maaf dari majikan untuk bebas dari hukuman pancung.

11.Yanti Irianti, asal Karang Tengah Cianjur Jawa Barat
- Diberangkatkan oleh PT Avida Avia Duta
- Dieksekusi mati karena dituduh membunuh majikan pada 12 Januari 2008.

12. Karsih binti Ocim, asal Dusun Pangaritan RT 10 RW 05 Desa Pagadungan, Tempuran, Karawang
- Diberangkatkan PT Hosana Adi Kreasi.
- Terkena ancaman hukuman pancung karena dituduh meracuni anak Ali Muhammad Idris Al Asyiri (majikan Karsih). Karena saat memakan mie yang dibuat Karsih, anak majikannya langsung meninggal.

13. Nursiyati (38), asal Dusun Pekem, Desa Wringintelu, Puger Jember Jawa Timur
- Diberangkatkan oleh PT Andromeda Graha Malang.
- Divonis hukuman dua tahun dan sekarang ini sudah berjalan setahun. Nursiyati hanya menyatakan, bahwa dia sering diganggu oleh keponakan majikannya. Bahkan dia juga pernah diperkosa keponakan majikan hingga hamil. Bahkan dalam suratnya Nursiyati mengaku sedang menunggu proses hukuman rajam.


14. Sun, asal Desa Patimban, Pusakanagara, Subang Jawa Barat
- Korban dilaporkan ditahan dan terancam akan mendapat hukuman pancung lantaran dituding membunuh keluarga majikannya. Menurut cerita, Sun berbuat nekat karena menghindari upaya pemerkosaan.


15.Ruyati binti Satubi, asal Kampung Ceger Rt03/01 Sukatani Bekasi, Jawa Barat.
- Diberangkatkan oleh PT Dasa Graha Utama.
- Divonis mati karena tuduhan pembunuhan terhadap ibu dari majikan yang berusia 64 tahun, tanggal 12 Januari 2011. Sudah dieksekusi mati pada 18 Juni 2011 dan hingga kini jenazahnya belum dipulangkan.

16.Darsem binti Dawud Tawar, Subang Jawa Barat
- Dituduh membunuh majikan dan mendapat pemaafan dari ahli waris korban sehingga lolos dari hukuman pancung namun harus membayar diyat Rp 4,72 Milyar. Batas waktu yang di berikan 7 Juli 2011.

17. Emi binti Katma Mumu (29), Desa/Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
- Korban terancam hukuman mati di Arab Saudi karena tuduhan membunuh bayinya sendiri.

18. Nesi binti Dama Idod (31), asal Kampung Pasir Ceri, Desa Cibenda, Kecamatan Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat.
- Kasus Nesi hingga kini belum jelas karena tuduhan membunuh tidak berdasar dan tidak ada saksi yang kuat.

19.Rosita Siti Saadah binti Muhtadin, Kampung Cikelak, Desa Cinta Langgeng, Karawang, Jawa Barat.
- Dia dituduh telah membunuh TKI lain yang satu majikan. Rosita sudah mendekam dipenjara 1,5 tahun.

20. Sulaimah, asal Sungai Ambawang, Kubu Raya Kalimantan Barat.
- Dia bekerja sejak 2004 dan dituduh membunuh majikannya. Dia terancam hukuman pancung di Arab Saudi dan sudah mengikuti 24 kali Mahkamah.

21. Saiful Mubarok, asal Cianjur Jawa Barat
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

22. Muhammad Zaini, asal Madura, Jawa Timur
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

23. Saman Muhammad Niyan, asal Kalimantan Selatan
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

24. Abdul Aziz Supiyani, asal Kalimantan Selatan
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati

25.Muhammad Mursyidi, asal Kalimantan Selatan
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

26. Ahmad Zizi Hatati, asal Kalimantan Selatan
. - Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

27. Jamilah Bt Abidin Rifi'i (Juariyah binti Idin), asal Cianjur Jawa Barat,
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

28.Ahmad Fauzi Bin Abu Hasan.
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.


WDA | RIKY


~ SUMBER ~ (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/21/brk,20110621-342369,id.html)

odan
22nd June 2011, 08:24 AM
emang ga enak jadi tki

meR
22nd June 2011, 08:36 AM
emang ga enak jadi tki

karena itu jangan mau jadi TKI...... udah tau ga enak tapi pada mau ngotot jadi TKI keluar negri, dari pada jauh2 mending ke sumatra sini kerja buka lahan sawit, ajak semua keluarga pindah...... asal rajin dalam 5 th bisa jadi juragan sawit... dijamin ga ada hukuma pancung di sini loh

j3ndiel
22nd June 2011, 11:17 AM
Jika Terbukti Memalsukan Dokumen, Penyalur Ruyati Terancam Dipolisikan



Jakarta - Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) meneliti dugaan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh penyalur Ruyati. Jika terbukti, si penyalur bakal dicabut SIUP-nya.

"Sanksinya akan diusulkan ke Kemenakertrans sesuai peraturan yang berlaku, maksimal pencabutan SIUP. Kalau ada unsur pidana seperti pemalsuan dokumen akan dilaporkan ke kepolisian," kata Deputi Bidang Perlindungan Hukum Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Lisna Yoeliani Poeloengan.

Hal ini disampaikan Lisna di kantornya, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2011).

Dikatakan dia, BNP2TKI sudah melakukan klarifikasi. Namun, kata dia, dokumen yang dibawa PPTKIS belum lengkap dan akan dilengkapi minggu ini.

"Jadi hanya membawa kelengkapan lainnya misalnya yang dibawa perjanjian penempatan tenaga kerja, perjanjian kerja sama penempatan, nanti kita akan urut semua persyaratan tersebut kalau sudah lengkap," paparnya.

Apa ada indikasi pemalsuan umur? "Itu justru yang akan kita lihat nanti. Nanti akan kita cermati dulu, teliti, dan bisa disimpulkan," jawab Lisna.

Ruyati berangkat ke Arab Saudi sebagai TKW dengan menggunakan jasa pengirim tenaga kerja PT Dasa Graha Utama Bekasi. Menurut LSM Migrant Care, umur Ruyati dimudakan 9 tahun.

Menjadi TKW bukan barang baru bagi Ruyati. Abu Dhabi (Uni Emirat Arab) merupakan negara pertama di Timur Tengah yang disinggahi oleh mantan buruh tani itu. Baru pada 2002, Ruyati bekerja di Arab Saudi hingga 2007. Setahun kemudian, Ruyati kembali mendaftarkan diri sebagai TKW untuk ditempatkan di Makkah, Arab Saudi. Di sinilah Ruyati mengakhiri hidup dengan tebasan pedang.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/20/135135/1664050/10/jika-terbukti-memalsukan-dokumen-penyalur-ruyati-terancam-dipolisikan)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

j3ndiel
22nd June 2011, 11:19 AM
Ahli Waris Ruyati Diberi Santunan Rp 97 Juta




Jakarta - Keluarga TKW Ruyati yang dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi diberi santunan sekitar Rp 97 juta. Salah seorang keluarga juga akan diajak menjemput jenazah Ruyati ke Mekkah.

Deputi Bidang Perlindungan Hukum Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Lisna Yoeliani Poeloengan, mengatakan BNP2TKI telah memanggil konsorsium asuransi mitra dana sejahtera dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Dasa Graha Utama.

"Dari hasilnya, untuk memenuhi hak almarhumah Ruyati diputuskan PPTKIS dan pemerintah akan menyampaikan uang secara langsung ke keluarga sebesar Rp Rp 97.325.600," kata Lisna di kantornya, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2011).

Uang itu terdiri dari santuan meninggal Rp 45 juta, 7 bulan gaji yang belum dibayar Rp Rp 12.325.600, tambahan uang duka konsorsium asuransi Rp 20 juta, uang duka dari PPTKIS Rp 10 juta, uang dari Menakertrans Muhaimin Iskandar Rp 5 juta, dan BNP2TKI Rp 5 juta.

"Uang itu akan diserahkan langsung hari ini ke ahli waris almarhumah Ruyati di Sukatani, Bekasi," ujar Lisna.

Ketika ditanya pemulangan jenazah Ruyati, Lisna menjelaskan pemerintah bersama konsorsium asuransi dan PPTKIS akan membawa salah satu keluarga Ruyati untuk datang ke Mekkah. Kemudian melihat dan menjemput jenazah Ruyati.

"Itu juga kalau mendapatkan izin pemerintah Arab Saudi," kata dia.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/20/130808/1663877/10/ahli-waris-ruyati-diberi-santunan-rp-90-juta)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

j3ndiel
22nd June 2011, 11:24 AM
DPR Minta Pengiriman TKI Distop Sampai Ada Jaminan Kesejahteraan




Jakarta - Wakil Ketua DPR bidang Kesra Taufik Kurniawan mendukung penghentian pengiriman TKI ke luar negeri. Ia berharap pengiriman dilanjutkan jika sudah ada jaminan kesejahteraan TKI di luar negeri.

"Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ruyati dan beberapa TKI yang terlibat kasus hukum terhadap para majikan di Arab Saudi dan negara lainnya lebih dipicu atas aspek tidak terpenuhinya hak hidup mereka. Misal pembayaran gaji tidak dilakukan tepat waktu. Dan bahkan tidak ada yang dibayar berbulan-bulan," tutur Taufik kepada detikcom, Rabu (22/6/2011).

Menurut Taufik kurangnya kesejahteraan membuat TKI merasa disepelekan. Ini menjadi pemicu TKI melakukan tindakan melanggar hukum di luar negeri.

"Saya melihat kasus Ruyati ini menjadi dua aspek yang terpisah. Aspek pertama masalah dasar hidup dan kedua adalah masalah pidananya. Nah, untuk pemenuhan hak dasar hidup, yakni pembayaran gaji di awal, maka agen dan majikan harus bisa menjaminkan di awal kerja. Dan jika itu terjamin, pastinya hal-hal pemicu TKI untuk berbuat kriminalitas bisa sedikit lebih terhindari. Selain itu jaminan kesehatan dan asuransi kerja lainnya," terangnya.

Karena itu semestinya pemerintah memperhatikan hal ini. Dengan membuat kesepakatan baru terkait kesejahteraan TKI.

"Jika hak dasar hidup itu tidak bisa disetujui di dalam MoU antar dua negara, maka saya sangat setuju jika pengiriman TKI, khususnya untuk PRT dihentikan,"tuturnya.

Di sisi lain, Taufik berharap TKI memahami aturan hukum di luar negeri. Sehingga tidak terpancing melakukan tindakan kriminal.

"Kita tidak bisa berharap penuh membebaskan orang yang berbuat kriminalitas di negara lain. Tapi setidaknya berupaya melakukan pembelaan agar bisa mengurangi hukumannya. Dan dinegara manapun, termasuk di negeri ini, pastinya orang salah tetap harus dihukum. Dan dari segi aspek pidana, maka kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya menjadi kesalahan pemerintah atas adanya hukuman pancung yang dilakukan oleh para TKI. Terlebih kalau keluarga korban tidak mau memaafkannya. Dan terakhir saya tetap meyatakan duka yang mendalam untuk keluarga Almarhumah Ruyati," tandasnya.





Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/080738/1665667/10/dpr-minta-pengiriman-tki-distop-sampai-ada-jaminan-kesejahteraan?n990102mainnews)

Koq baru sekarang neehh om-om yang di DPR tereak2...kemaren2 kemana aja Om....jangan cari muka sama rakyat deh...cari kesempatan dalam kesempitan neehh

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

j3ndiel
22nd June 2011, 11:37 AM
Kisah Din Syamsuddin Bebaskan Kartini dengan Kitab Kuning & Pisang Raja




Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin punya pengalaman menarik saat membebaskan seorang TKI yang terancam hukuman rajam sampai mati di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). TKI tersebut akhirnya bebas lewat diplomasi yang unik, yaitu berbekal kitab kuning dan pisang raja.

Cerita ini terjadi pada tahun 1999. Saat itu, Din menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tanaga Kerja Depnakertrans yang bertugas menangani permasalahan TKI.

"Ada kasus TKW yang terancam hukuman rajam sampai mati karena dituduh berzina dengan penjaga rumah majikan yang berasal dari Srilanka. Namanya Kartini asal Karawang," kata Din saat berbincang dengan detikcom, Rabu (22/6/2011).

Saat itu, berita ini menimbulkan reaksi besar di Tanah Air. Din pun berangkat bersama sejumlah rombongan, antara lain wakil dari Kowani dan LSM Solidaritas Perempuan. Beberapa wartawan juga turut mendampingi Din.

Nah, ada yang menarik saat Din hendak berangkat ke UEA. Untuk memperlancar proses diplomasi, Din sengaja membawa kitab kuning yang berisi tentang hukum zina.

"Saya membekali diri dengan pandangan fiqih tentang hukuman tersebut. Maka saya membawa fotokopi kitab kuning tentang bab tersebut," ujarnya.

Ada hal lain yang dibawa Din ke negeri Timur Tengah tersebut, yakni dua peti pisang raja. Apa alasannya? Berdasarkan hasil riset, ada seorang pangeran di UEA yang pernah bertugas di Indonesia dan sangat menyukai pisang tersebut. Din yakin, apa yang dibawa bisa membantu proses pembebasan.

"Kami membawa dua peti pisang raja, buah-buahan makanan kesukaan seorang pangeran yang pernah bertugas di Jakarta yang kebetulan berasal dari daerah tersebut, yaitu Muhammad Alkinbi," jelasnya.

Setibanya di UEA, Din langsung bertemu dengan ketua Mahkamah Syariah. Awalnya, tidak ada titik temu guna membebaskan Kartini dari hukuman rajam. Din lalu menggunakan argumen politis tentang efek penerapan hukum tersebut bagi citra Islam secara internasional.

Tidak hanya itu, Din juga kemudian mengajak ketua Mahkamah Syariah tersebut berdebat soal mazhab. Khususnya ketentuan tentang hukum rajam dan zina. "Itu karena belum pernah ada preseden tentang pelaksanaan hukum tersebut," imbuhnya.

Pada suatu sore, Din akhirnya mendapat kabar bahagia. Hakim syariah memutuskan Kartini bebas dari jeratan hukum rajam sampai mati. Bahkan, Din mendapat undangan makan malam dari hakim tersebut, meski kemudian ditolaknya.

"Kata orang kedutaan, itu sebuah kehormatan. Namun, kita tidak memenuhi, karena saya tidak mau terkesan penyelesaian ini dari belakang," jelas Din.

Lalu apa yang terjadi dengan pisang raja yang dibawa Din? Menurutnya, pisang tersebut langsung diantara ke kediaman sang pangeran. Dia meyakini, pemberian pisang tersebut ikut mempengaruhi upaya pembebasan Kartini dari hukuman.

"Saya yakin karena dia itu pangeran yang cukup berpengaruh. Dan dia juga pernah bertemu dengan ketua Mahkamah Syariahnya," cerita Din.

Belajar dari peristiwa ini, Din mengingatkan pemerintah Indonesia agar terus memegang komitmen untuk membantu para TKI. Pembicaraan tingkat tinggi perlu dilakukan antara Presiden RI dan Raja Arab Saudi.

"Kalau pemerintah Indonesia punya komitmen dan ada langkah serius, sebagian masalah itu pasti bisa diatasi," tegasnya.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/093655/1665720/10/kisah-din-syamsuddin-bebaskan-kartini-dengan-kitab-kuning-pisang-raja?n990102mainnews)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

j3ndiel
22nd June 2011, 11:42 AM
Takut Darsem Bernasib Seperti Ruyati, Keluarga Sambangi DPR




Jakarta - Hari ini keluarga Darsem, TKW yang divonis hukuman mati menyambangi gedung DPR. Rencananya, keluarga akan bertemu anggota DPR untuk menanyakan upaya pembebasan Darsem.

"Kedatangan kami untuk memastikan pemulangan dan pembayaran denda untuk Darsem. Kan eksekusi rencana tanggal 7 Juli besok. Kita khawatir kecolongan lagi. Khawatir presidennya lebay lagi, cuma pidato-pidato saja," ujar kuasa hukum keluarga Darsem, Elyasa Budiyanto saat mendampingi ayah Darsem di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Menurut Elyasa, beberapa hari ini, Dawud bin Tawar, ayah dari Darsem, tak bisa tidur. Ia khawatir anaknya Darsem akan bernasib sama seperti Ruyati.

"Harapan saya anak saya cepet-cepet pulang. Kalau ada uang cepet dibayarkan. Ibunya kalau lihat berita di tivi dia pingsan," kata Dawud dengan mata berkaca-kaca.

Hari ini keluarga Darsem akan bertemu anggota DPR Komisi I Teguh Juwarno. Mereka akan menanyakan seputar upaya pembebasan Darsem dengan membayar denda sebesar Rp 4,7 M. Beberapa waktu lalu, DPR mendesak agar Kementerian Luar Negeri membayar denda tersebut.

Darsem divonis bersalah telah membunuh majikannya seorang pria Yaman di Arab Saudi. Pembantu rumah tangga ini hanya membela diri karena akan diperkosa majikannya, pada Desember 2008. Oleh pengadilan Arab Saudi, ia dia dijatuhi hukuman mati.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/105440/1665804/10/takut-darsem-bernasib-seperti-ruyati-keluarga-sambangi-dpr)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

j3ndiel
22nd June 2011, 11:44 AM
TKW di Arab Hadapi Hukuman Mati, di Libya Terancam Jadi Korban Perang




Jakarta - 1001 Masalah dihadapi para Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Niat hati mencari penghidupan yang layak di negeri orang karena tipisnya harapan di negeri sendiri, berbagai penderitaan batin dan fisik justru mereka alami.

Di Malaysia, Hong Kong, Arab Saudi, maupun negara tujuan lainnya, para TKW yang sering dielu-elukan sebagai pahlawan devisa disiksa, tidak digaji, serta dihukum penjara. Sebagian bahkan pulang hanya tinggal nama, seperti nasib Ruyati Binti Sapubi yang dipancung di Arab Saudi.

Selain jiwa dan raga mereka selalu dibayang-bayangi perlakuan kejam majikan, para TKW juga terancam menjadi korban konflik berdarah di negara tempat mereka bekerja. Sebagai contoh di Libya, di mana banyak TKW yang ketakutan dan merasa seperti hidup dan mati selama berkecamuknya perang di negara tersebut.

Salah satu TKW yang merasakan hal itu adalah Nurhayati Binti Mamat, TKW asal Cianjur, Jawa Barat (Jabar). Nurhayati bekerja pada seorang majikan yang merupakan pengawal pemimpin Libya Muammar Khadafi sejak Februari 2008. Menurutnya, hidupnya selalu diliputi ketakutan sejak perang antara pasukan Khadafi dan oposisi yang dibantu NATO pecah.

"Setiap bom jatuh, semua orang di rumah berlarian dan menjerit-jerit ketakutan. Ada yang bertiarap di mana saja, ada yang berlari ke kebun, dan melakukan hal-hal yang aneh sambil menangis," tutur Nurhayati seperti dikutip dari rilis Tim Evakuasi KBRI Tunis yang diterima detikcom, Rabu (22/6/2011).

Nurhayati melanjutkan, di daerah tempat tinggalnya di kawasan Qasr Bin Gashir, yang tidak jauh dari Bandara Libya, terdapat satu kompleks militer yang menjadi sasaran pemboman NATO. Ia sering menyaksikan secara langsung pesawat-pesawat NATO yang menjatuhkan bom bertubi-tubi di kawasan tersebut.

"Dalam satu jam bisa sampai 25 bom yang dijatuhkan. Pemboman bisa terulang antara 6-15 kali dalam sehari. Pernah sekali saat sudah mengungsi ke Gergaresh bom jatuh sampai sekitar 60 kali sehari. Saya sering merasa antara hidup dan mati," katanya.

Untungnya, Nurhayati, yang pada 19 Juni lalu telah dievakuasi ke Ras Jedir, perbatasan Libya-Tunisia, mempunyai majikan yang baik. Selain gaji bulanan, Nurhayati sering diberi bonus untuk kebutuhan komunikasi dan lainnya senilai 200-300 dinar Libya. Saat itu 1 dolar AS sama nilainya dengan 1,25 dinar Libya.

Cerita yang sama sebelumnya juga diungkapkan oleh Yusup Kusnadi dan Kartini, pasangan suami istri yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Libya. Keduanya bekerja untuk seorang pengusaha Libya bernama Dr Hasan Husein Agil dengan gaji US$ 500 per bulan.

Sejak berlakunya no-fly zone dan makin gencarnya serangan pasukan koalisi, kondisi di Libya makin tidak menentu. Akibatnya, kedua TKI yang berasal dari daerah yang sama dengan Nurhahayati itu pun terpaksa tidur di ruang bawah tanah bersama keluarga majikan bila dentuman bom terdengar.

Yusup dan Kartini juga telah berhasil dievakuasi lebih duku oleh KBRI Tripoli. Keduanya tiba di ibu kota Tunis dan disambut di Wisma Duta RI pada Kamis (31/3) malam hari pukul 21.30 waktu setempat yang lalu.

Ratusan warga negara Indonesia (WNI) termasuk di dalamnya para TKW sudah berhasil dikeluarkan dari negera konflik tersebut. Namun, staf KBRI Tunis M Yazid mengatakan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh Tim Evakuasi, diperkirakan banyak TKW yang masih berada di Libya, khususnya di Tripoli. KBRI terus melacak keberadaan TKW yang masih terjebak perang tersebut.

"Mereka ingin segera dievakuasi keluar dari Libya," katanya.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/075647/1665660/10/tkw-di-arab-hadapi-hukuman-mati-di-libya-terancam-jadi-korban-perang?nd992203605)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

amiswangi
22nd June 2011, 01:53 PM
Lha kalo emang terbukti membunuh trus gimana? mau nya kita harusnya gimana?
Dipulangin ke Indo terus di hukum penjara seumur hidup atau 8 atau 10 th?
Yang di bunuh kan warga Arab Saudi, keluarganya tentu gak menerimanya? lha wong biasanya kalo disitu membunuh ya di pancung, tiba2 ada warga negara lain membunuh warga setempat cuman di penjara.

Hukum di Arab saudi emang begitu adanya..TKP nya juga disitu, dia bekerja disitu..

Kita bertamu atau berkunjung ke rumah orang, otomatis kita harus mengikuti kebiasaan yang kita kunjungi.. bukan kah begitu?


Nah.. kalo di tarik2 salahnya ada pada Badan Pemerintah yang ngurus TKI, Pemerintah atau Badan tersebut bisa di tuntut karena di perjanjian dan kontrak kerja ada pasal untuk melindungi warga indonesia dari hukum setempat. Tapi kalo pasal itu gak ada menurut ane gak bisa.

Apakah agan2 sekalian tau Perjanjian Kontrak kerja TKI itu isi nya apa aja?

Ane gak tau mana yang bener mana yang salah? bisa kah agan2 sekalian menjelaskan bagaimana hukum yang fair?

Reporter
22nd June 2011, 02:34 PM
Jakarta - Indonesia bisa meniru jejak Filipina dalam menyelesikan permasalahan tenaga kerja Indonesia (TKI), terutama pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Filipina berani bernegosiasi dengan pemerintah Arab Saudi sehingga para pekerjanya bernasib lebih baik.

"Misalnya, 'oh saya kirim pembantu rumah tangga, dengan gaji sekian, dengan skil ini, ruang kamarnya itu dengan ukuran minimal sekian kali sekian, hari minggu mereka harus dapat libur, sampai lampu itu berapa watt itu masuk dalam negosiasi," kata kata Ketua PP Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa.

Hal itu disampaikan dia usai bertemu dengan Wakil Presiden Boediono di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2011). Dalam kesempatan tersebut, Khofifah didampingi oleh sejumlah pengurus PP Muslimat NU.

"Maksud saya kalau ada moratorium harus detil seperti itu, sehingga kalau kemudian ada ketidaksesuaian dengan kontrak, pemerintah Indonesia bisa melakukan negosiasi ulang," ucap mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Dengan kemampuan negosiasi Filipina tersebut, sekarang ini negara pimpinan Benigno Aquino III itu tidak lagi mengirimkan PRT ke Arab Saudi. Sebagai gantinya, Filipina kini mengirim pekerja formal seperti perawat dan sebagaianya.

"Bangladesh saja yang income per kapita di bawah Indonesia sudah tidak mengirim pembantu rumah tangga ke sana," cetus Khofifah.

Khofifah merasa pemerintah RI bukannya tidak mau bernegosiasi dengan Arab Saudi, melainkan tidak berani. Pemerintah takut terhambatnya pengiriman TKI ke negara tersebut menimbulkan implikasi yang lebih luas di dalam negeri, yaitu pengangguran.

"Kalau pengangguran besar, implikasinya pada kriminalitas dan sebagainya. Jadi memang sudah harus disiapkan secara komprehensif, termasuk adalah peluang-peluang membuka lapangan kerja di dalam negeri," imbuhnya.

Muslimat NU sendiri, lanjut Khofifah, setuju moratorium TKI dengan Arab Saudi. "Kalau muslimat, kami berharap bahwa kepada Saudi Arabia perlu ada semacam moratorium," ucapnya.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/130803/1665946/10/ri-harus-tiru-filipina-berani-bernegosiasi-soal-tki-dengan-saudi)

Reporter
22nd June 2011, 02:51 PM
Jakarta - Menlu Marty Natalegawa mengirim surat kepada Menlu Arab Saudi. Marty tegas meminta jenazah almarhumah Ruyati yang dihukum pancung dipulangkan ke Indonesia sesegera mungkin.

"Isi surat Menlu meminta Pemerintah Saudi mengembalikan jenazah Ruyati sesuai permintaan keluarga," kata juru bicara Kemlu, Michael Tene saat dikonfirmasi, Rabu (22/6/2011).

Michael menjelaskan, Kemlu kembali memanggil Dubes Saudi Al Khayyat sore ini. Surat Menlu Marty akan disampaikan melalui Dubes Saudi.

"Surat itu juga menyampaikan protes pelaksanaan hukuman pada almarhumah tidak transparan dan meminta sesegera mungkin meningkatkan mekanisme perlindungan TKI di Saudi dengan membahas MoU," terangnya.

Kemlu akan meminta Saudi segera membahas mandatory notification counsellor, yakni kesepakatan di mana Saudi wajib memberitahu apabila ada warga Indonesia yang mengalami sesuatu hal. Kesepakatan ini juga sama dengan Konvensi Wina.

"Kesepakatan menyangkut WNI, di mana ada yang mempunyai masalah hukum wajib diberitahu," urainya.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/124027/1665918/10/marty-kirim-surat-ke-menlu-saudi-minta-jenazah-ruyati-dipulangkan)

Reporter
22nd June 2011, 02:52 PM
Jakarta - Uang diyat atau tebusan Rp 4,7 miliar untuk Darsem, TKW yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi, sudah diterima KBRI Riyadh. Hari ini uang itu akan diserahkan ke keluarga majikan Darsem yang merupakan warga negara Yaman melalui otoritas terkait.

"Pemerintah membayar diyat, sekarang uangnya sudah di KBRI Riyadh dan hari ini akan ada tim dari Kemlu untuk mengawal proses penyelesaian," kata juru bicara Kemlu, Michael Tene, pada detikcom, Rabu (22/6/2011).

Michael menjelaskan, setelah pembayaran diyat akan ditunggu proses hukum selanjutnya. Namun diharapkan secepat mungkin Darsem bisa bebas sesegera mungkin.

"Tidak otomatis membayar uang diyat bebas, namun kita berharap agar dalam waktu secepatnya Ibu Darsem sudah dibebaskan," tuturnya.

Darsem divonis bersalah telah membunuh saudara pria majikannya di Arab Saudi. Pembunuhan itu terpaksa dilakukan sebagai upaya membela diri karena pria tersebut akan memperkosanya, pada Desember 2008. Oleh pengadilan Arab Saudi, ia dia dijatuhi hukuman mati. KBRI Riyadh melakukan lobi-lobi, sehingga keluarga korban bersedia memaafkan Darsem dengan "uang darah" yang cukup tinggi, Rp 4,7 miliar.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/125904/1665937/10/uang-diyat-rp-47-m-dibayarkan-ke-keluarga-majikan-darsem)

Reporter
22nd June 2011, 02:53 PM
http://images.detik.com/content/2011/06/22/10/Ruyati-TKI-dipancung.jpg


Jakarta - Moratorium (jeda) pengiriman TKI ke Arab Saudi boleh jadi tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Meski sudah dipertimbangkan, mengambil kebijakan itu diperlukan kajian dari kementerian terkait terlebih dulu.

"Itu sudah ada dalam beberapa opsi atau kajian yang pernah dulu dibahas, tapi kita belum sampai pada kebijakan apakah itu perlu dilakukan atau tidak," kata Juru Bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Julian A Pasha.

Hal itu disampaikan Julian di Istana Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2011).

Julian mengatakan, pengkajian itu akan dilakukan oleh kementerian terkait yakni Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), BNP2TKI, dan juga Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Menlu Marty Natalegawa juga bakal memberikan paparan untuk kasus tersebut.

"Yang jelas nanti akan tetap ada paparan dari Menlu, bukan hanya khusus mengenai
hal Ruyati, tetapi beberapa hal lain juga akan disampaikan," kata Julian. Namun Julian
tidak menyebutkan kapan pertemuan itu akan digelar.

Sebelumnya, DPR telah memberikan empat rekomendasi terkait kasus-kasus TKI di luar negeri. Rekomendasi utama adalah meminta pemerintah untuk menghentikan pengiriman TKI ke Arab Saudi sesegera mungkin.

Selain itu, DPR juga agar pemerintah segera menata tata aturan pengiriman TKI ke luar negeri. DPR juga meminta pemerintah meminta maaf kepada TKI yang dipancung di Arab Saudi. Kepada kementerian terkait, DPR meminta segera melakukan langkah konkret seperti
mengevaluasi total pengiriman TKI ke luar negeri.

Rekomendasi senada juga disampaikan oleh sejumlah tokoh dan pengamat. Mereka menilai, penghentian pengiriman TKI adalah solusi yang harus diambil hingga pemerintah memiliki formula tepat untuk melindungi TKI di luar negeri.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/140111/1666063/10/istana-moratorium-pengiriman-tki-ke-arab-saudi-masih-perlu-dikaji)

Reporter
22nd June 2011, 02:54 PM
http://images.detik.com/content/2011/06/22/10/sbybatik.jpg


Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan agar TKI yang sedang bermasalah hukum diberi pendampingan hukum. Perintah itu dikeluarkan sebelum Ruyati dihukum pancung di Arab Saudi.

Juru bicara SBY, Julian A Pasha, mengatakan, instruksi itu dikeluarkan saat kasus Sumiati (http://www.detiknews.com/read/2011/03/17/114113/1594025/10/menlu-pengadilan-ulang-kasus-sumiati-senin), TKI yang digunting bibirnya, mencuat. Saat itu, SBY mewanti-wanti kepada pihak terkait agar seluruh TKI yang bermasalah dengan hukum didampingi.

"Pada saat itu Presiden telah perintahkan pada jajaran terkait tentu dalam hal ini Kemenakertrans, Menlu, Menkum HAM untuk bersama-sama koordinasi untuk pastikan TKI kita yang ada dan bekerja di seluruh dunia aga mendapatkan pendampingan," kata Julian.

Hal itu disampaikan Julian di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2011).

Julian mengatakan, instruksi SBY tersebut tentu saja sudah dijalankan. Menurut Julian, selama menghadapi persidangan di Arab Saudi, Ruyati juga telah mendapatkan pendampingan hukum.

"Itu berarti apa yang telah diinstruksikan Presiden telah dijalankan Kemlu melalui KBRI kita di sana," kata Julian.

Ruyati dipancung setelah terbukti dan mengakui membunuh ibu majikannya. Ruyati nekat membunuh karena sering diperlakukan kasar oleh majikannya. Majikan Ruyati juga tidak pernah menggubris keinginan Ruyati untuk pulang. Selain itu, gaji Ruyati selama 3 bulan tidak dibayar.

Keluarga sang majikan tidak mau memaafkan Ruyati sehingga TKI yang sudah dua kali bolak-balik menjadi TKI itu harus tetap dihukum. Pemerintah Indonesia menyayangkan sikap pemerintah Arab Saudi yang tidak menginformasikan soal eksekusi Ruyati tersebut. Pemerintah juga sudah mengirim nota protes ke pemerintah Arab Saudi.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/142645/1666105/10/sby-sudah-perintahkan-perlindungan-hukum-tki-sejak-kasus-sumiati)

Reporter
22nd June 2011, 02:55 PM
Malang - Pemerintah didesak untuk memperbaiki perlindungan TKI di luar negeri. Terkait dengan upaya perlindungan itu, Palang Merah Indonesia (PMI) bahkan siap menempatkan relawannya di negara tujuan TKI.

"Kami siap menempatkan secara permanen di negara tujuan," terang Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla kepada wartawan di Universitas Brawijaya, Malang, Rabu (22/6/2011).

Dia mengaku, program penempatan relawan secara permanen itu tengah menunggu persetujuan dari Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. "Kita masih menunggu persetujuan dari Menlu serta Menakertrans," tegasnya.

Penempatan relawan itu, kata dia, bertujuan untuk membantu para TKI yang bekerja di negara tujuan. Segala permasalahan yang mereka hadapi sedapat mungkin ditangani. Langkah ini juga telah dikomunikasi dengan relawan di negara tujuan dan mereka siap memberikan bantuan.

"Semua sudah siap, tinggal tunggu persetujuan saja," ungkapnya.

Dia mengaku, uji coba penempatan relawan dari PMI sudah pernah dilakukan, yakni di negara Yordania. Tapi semua itu harus kembali dikomunikasikan dengan kemenlu.

"Sudah ada yang diberangkatkan, yakni di Yordania," bebernya.

Menurutnya, dengan adanya PMI di negara tujuan, akan sebisanya membantu permasalahan TKI selama bekerja. Langkah itu dilakukan dengan pihak terkait di negara itu. "Harapan kami bisa membantu di negara tujuan," harapnya.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/143749/1666115/10/pmi-siap-tempatkan-relawan-di-negara-tujuan-tki)

Reporter
22nd June 2011, 03:09 PM
http://images.detik.com/content/2011/06/22/10/TKI-Saudi-afp-D.jpg


Jakarta - Pemerintah membantah tidak melindungi nasib para TKI di luar negeri, termasuk almarhumah Ruyati yang telah menjalani hukuman pancung di Arab Saudi lantaran telah membunuh majikannya. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk memberi pendampingan Ruyati saat di persidangan.

"Pemerintah bukan lepas tangan. Kalau diberitakan bahwa pemerintah tidak lindungi WNI, itu keliru besar," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum dan Penegakan HAM, Denny Indrayana, di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Persoalan sebenarnya, menurut Denny, ada dalam proses hukum di Saudi Arabia. Proses hukum terhadap Ruyati telah berjalan sesuai aturan berlaku, pendampingan serta pembelaan oleh jajaran Kemenlu di Arab Saudi juga telah dilakukan hingga putusan akhir.

"Putusan sudah dijatuhkan, permohonan maaf kepada keluarga sudah diajukan dan keluarga tidak memberikannya. Aturan di sana mengatakan, maka jatuhkan eksekusi," ujarnya.

Negara manapun termasuk Indonesia, imbuh Denny tidak bisa melakukan intevensi atas putusan ini. "Di Singapura ada pernah warga negara Filipina dijatuhkan hukuman mati, pemerintahnya ingin masuk tetapi tetap dijatuhi hukuman mati," Denny mencontohkan.

Demikian pula di Vietnam, menurutnya juga pernah terjadi kasus yang sama. Pemerintah Australia sempat berusaha untuk melakukana dvokasi akan tetapi tetap tidak bisa. Saat putusan dijatuhkan dan segala upaya hukum dilakukan, maka memang pembelaan bukan berarti tidak dilakukan.

"Yang sangat disayangkan kenapa itu (pelaksaan hukuman pancung) tidak diinformasikan," sesal peraih PhD dari Melbourne University tersebut.

Untuk menghindari agar kasus-kasus serupa tidak terulang, Denny berjanji pemerintah terus melakukan upaya pendampingan. "Terakhir kasus Darsem, dendanya dibayarkan, jadi kalau bisa advokasi diubah dari hukuman mati ke hukuman lain itu banyak yang sudah diperjuangkan. Saya bisa list nama-namanya," ujarnya.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/145114/1666155/10/denny-tak-benar-pemerintah-tak-lindungi-ruyati)

j3ndiel
22nd June 2011, 03:56 PM
Sadar dari Pingsan, Ayah Darsem Ingin Temui Menlu




Jakarta - Perjuangan ayah Darsem, Dawud bin Tawar untuk memastikan pembebasan anaknya luar biasa gigih. Meski sudah jatuh pingsan dan divonis memiliki kelainan Jantung, Dawud masih ingin menemui Menlu, Marty Natalegawa.

"Ini masih minta ke Kemenlu, untuk tanyakan kepastian. Tapi mau saya bawa pulang saja (ke Subang), biar istirahat," ujar kuasa hukum keluarga Darsem, Elyasa Budiyanto, di Gedung DPR Senayan Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Dawud jatuh pingsan setelah mendengar kabar uang tebusan untuk putrinya, Darsem, telah dikirim oleh Kemenlu ke KBRI Arab Saudi. Setelah siuman, untuk memperjelas kabar itu, ia berniat mendatangi kantor Kemenlu di Pejambon Jakarta.

Dokter telah menyatakan bahwa dirinya mengedap kelainan jantung. Saat ini ia butuh istirahat total.

"Jantungnya enggak normal. Mungkin karena kecapekan lalu pingsan. Sekarang butuh istirahat," ujar dokter jaga Pelayanan Kesehatan Gedung DPR, Herry Suseno.

Darsem adalah TKW di Arab Saudi yang divonis hukuman mati. Ia terbukti bersalah telah membunuh majikannya yang hendak memperkosanya. Pihak keluarga korban meminta denda senilai Rp 4,7 miliar untuk pembebasan Darsem. Kementerian Luar Negeri telah mengirim dana tersebut ke KBRI Arab Saudi yang akan meneruskannya ke pihak korban.

Dawud telah berada di Jakarta sejak kemarin untuk mengikuti talk show di TV One hingga larut malam. Pagi ini bersama, kuasa hukumnya, dia menyambangi Komisi I DPR untuk menanyakan kabar pembebasan Darsem.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/154713/1666210/10/sadar-dari-pingsan-ayah-darsem-ingin-temui-menlu?9911012)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

atheis
22nd June 2011, 04:10 PM
Lha kalo emang terbukti membunuh trus gimana? mau nya kita harusnya gimana?
Dipulangin ke Indo terus di hukum penjara seumur hidup atau 8 atau 10 th?
Yang di bunuh kan warga Arab Saudi, keluarganya tentu gak menerimanya? lha wong biasanya kalo disitu membunuh ya di pancung, tiba2 ada warga negara lain membunuh warga setempat cuman di penjara.

Hukum di Arab saudi emang begitu adanya..TKP nya juga disitu, dia bekerja disitu..

Kita bertamu atau berkunjung ke rumah orang, otomatis kita harus mengikuti kebiasaan yang kita kunjungi.. bukan kah begitu?


Nah.. kalo di tarik2 salahnya ada pada Badan Pemerintah yang ngurus TKI, Pemerintah atau Badan tersebut bisa di tuntut karena di perjanjian dan kontrak kerja ada pasal untuk melindungi warga indonesia dari hukum setempat. Tapi kalo pasal itu gak ada menurut ane gak bisa.

Apakah agan2 sekalian tau Perjanjian Kontrak kerja TKI itu isi nya apa aja?

Ane gak tau mana yang bener mana yang salah? bisa kah agan2 sekalian menjelaskan bagaimana hukum yang fair?
adalah benar klo emang terbukti membunuh harus di ekskusinya di TKP.
utk kasus Ruyati yg jadi maslah adalah kenapa gk ada perlindungan hukum dr pemerintah dan Agen TKInya.?? Kenapa saat sebelom dia di vonis pancung gk ada yg membela padahal menurut hukum sana... hukum pancung itu bisa dihindari klo ada kesepakatan antara yg bersangkutan dgn kluarga korban ( kluarga korban memaafkan pembunuh dgn cara dibayar uang) ??
masih ingat hukum sebab akibat?? klo ada akibat (ruyati membunuh) pasti ada sebabnya. Bukankah ada ruang tawar-menawar utk keringanan hukum disitu??
Dan yg lebih parah.. pemerintah kita baru tau ada kasus itu setelah ruyati udah diekskusi. dan keluarga ruyatipun tau bukan dr pemerintah tp dr migran care.

Apakah seperti itu pemerintah masih bisa koar2 udah melindungi segenap rakyat indonesia??

itu yg disesalkan menurut ane.... :mewek:
http://images.detik.com/content/2011/06/22/10/sbybatik.jpg


Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan agar TKI yang sedang bermasalah hukum diberi pendampingan hukum. Perintah itu dikeluarkan sebelum Ruyati dihukum pancung di Arab Saudi.

Juru bicara SBY, Julian A Pasha, mengatakan, instruksi itu dikeluarkan saat kasus Sumiati (http://www.detiknews.com/read/2011/03/17/114113/1594025/10/menlu-pengadilan-ulang-kasus-sumiati-senin), TKI yang digunting bibirnya, mencuat. Saat itu, SBY mewanti-wanti kepada pihak terkait agar seluruh TKI yang bermasalah dengan hukum didampingi.

"Pada saat itu Presiden telah perintahkan pada jajaran terkait tentu dalam hal ini Kemenakertrans, Menlu, Menkum HAM untuk bersama-sama koordinasi untuk pastikan TKI kita yang ada dan bekerja di seluruh dunia aga mendapatkan pendampingan," kata Julian.

Hal itu disampaikan Julian di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2011).

Julian mengatakan, instruksi SBY tersebut tentu saja sudah dijalankan. Menurut Julian, selama menghadapi persidangan di Arab Saudi, Ruyati juga telah mendapatkan pendampingan hukum.

"Itu berarti apa yang telah diinstruksikan Presiden telah dijalankan Kemlu melalui KBRI kita di sana," kata Julian.

Ruyati dipancung setelah terbukti dan mengakui membunuh ibu majikannya. Ruyati nekat membunuh karena sering diperlakukan kasar oleh majikannya. Majikan Ruyati juga tidak pernah menggubris keinginan Ruyati untuk pulang. Selain itu, gaji Ruyati selama 3 bulan tidak dibayar.

Keluarga sang majikan tidak mau memaafkan Ruyati sehingga TKI yang sudah dua kali bolak-balik menjadi TKI itu harus tetap dihukum. Pemerintah Indonesia menyayangkan sikap pemerintah Arab Saudi yang tidak menginformasikan soal eksekusi Ruyati tersebut. Pemerintah juga sudah mengirim nota protes ke pemerintah Arab Saudi.

sumber (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/142645/1666105/10/sby-sudah-perintahkan-perlindungan-hukum-tki-sejak-kasus-sumiati)

itu klo pemerintah tau... klo gk tau kek kasus ruyati?? :cd:

j3ndiel
22nd June 2011, 04:28 PM
Jusuf Kalla Minta Semua Pengiriman TKI Distop




Malang - Desakan penghentian pengiriman TKI selalu dibayangi ketakutan akan penyediaan lapangan pekerjaan di dalam negeri. Namun mantan Wapres Jusuf Kalla meminta pemerintah jangan takut. Pendapatan perkapita Indonesia sudah cukup tinggi dan aneka langkah antisipasi bisa disiapkan.

"Harus dihentikan," kata Jusuf Kalla di Universitas Brawijaya, Malang Rabu (22/6/2011). Saat itu wartawan bertanya apakah pengiriman TKI harus dihentikan.

Menurut Kalla, program pengiriman TKI dulu dilakukan karena pendapatan per kapita masih di bawah US$ 1.000/tahun. Tapi sekarang dengan pertumbuhan ekonomi di negara ini, angka itu beransur naik, bahkan meningkat tiga kali lipat.

"Dulu memang perlu dengan pendapatan per kapita hanya US$ 1.000, tapi sekarang sudah mencapai US$ 3.000. Sangat perlu dilakukan penghentian pengiriman TKI," jelas Kalla.

Dia memandang penghentian pengiriman TKI memang memerlukan proses serta tahapan, dengan begitu menyita banyak waktu. Namun, pemerintah harus tegas menyikapinya.

"Memang ada tahapan untuk menghentikan, nanti akan datang waktunya," tuturnya.

Pemerintah pun harus segera menyiapkan lapangan kerja bagi warganya di dalam negeri, jika penghentian pengiriman TKI ke luar negeri diterapkan. "Harus ada peluang kerja di sini, jangan takut. Harus optimis dengan harapan menyelesaikan masalah tenaga kerja di luar negeri," imbuh pria yang menjabat Ketua Palang Merah Indonesia ini

Salah satu jalan termudah membuka lapangan kerja di dalam negeri adalah, lanjut dia, dengan menciptakan enterpreneurship muda. Secara otomatis hal itu akan membuka peluang pekerjaan.

Menurutnya, pemerintah saat ini cenderung berpikir dangkal terkait pembukaan lapangan pekerjaan. Padahal semua harus dikerjakan dahulu, tanpa memandang prospek ke depan.

"Jangan bingung soal masa depannya, yang penting harus ada tindakan dulu," tandasnya.

Dia melanjutkan, selama itu tidak dilakukan, akan terus terjadi masalah yang melibatkan TKI di luar negeri. Kecaman pun akan setiap hari dialamatkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab.

"Tidak akan selesai, meski seluruh dubes dikumpulkan untuk mengatasi TKI. Hanya satu membuka peluang pekerjaan di sini dan menghentikan pengiriman TKI," terangnya.

Kalla sungguh berharap agar tragedi pemancungan terhadap TKI Ruyati tidak terulang kembali. TKI adalah masalah semua pihak di Indonesia dan pemerintah harus bertanggung jawab.

"Pemerintah harus menjaga agar tak terjadi masalah seperti sekarang," tegasnya.

Dia yakin, pemerintah bukannya kecolongan atas kasus Ruyati. "Sudah lama itu diketahui oleh pemerintah, siapa bilang kecolongan," tegasnya.

(fay/fat)




Sumber Berita (http://surabaya.detik.com/read/2011/06/22/140446/1666067/475/jusuf-kalla-minta-semua-pengiriman-tki-distop?991101mainnews)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

j3ndiel
22nd June 2011, 04:34 PM
DPR Ancam Hentikan Anggaran Kementerian Bila Pemerintah Tak Moratorium TKI




Jakarta - DPR telah menyerahkan rekomendasi kepada Pemerintah terkait kasus-kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Di dalam salah rekomendasinya, DPR meminta pemerintah memoratorium (penghentian sementara) pengiriman TKI ke Arab Saudi.

DPR meminta rekomendasi yang dibuat dan telah disetujui dalam rapat paripurna itupun dijalankan. Bila tidak, DPR akan menggunakan hak budgeting (anggaran) yang dimilikinya.

"Apapun hak budget kan ada di DPR, jadi ya anggaran untuk instansi yang tidak menjalankan keputusan paripurna tentunya kita akan perhatikan," ujar Wakil Ketua DPR Pramono Anung kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

DPR, menurut Pramono bisa menahan anggaran untuk Kementerian terkait seperti Kemenakertrans, Kemenag, Kemenlu, Kemensos, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).

"Pokoknya untuk hal-hal bersifat operasional di luar untuk rutin, ya kita bisa tahan," terang politisi PDIP ini.

Menurutnya dalam rapat konsultasi antara DPR dan Presiden SBY besok, rekomendasi DPR juga akan dibahas terkait moratorium itu.

"Kemarin sudah di-paripurnakan, apalagi sudah disampaikan secara langsung kepada Presiden dan besok jadi materi konsultasi. Maka DPR minta untuk secepatnya kalau belum ada kesepakatan itu maka, ya diberlakukan untuk tidak mengirim TKI," terangnya.

Menurut Pramono moratorium hanya dikhususkan untuk yang belum memiliki MoU dengan Indonesia seperti negara-negara di kawasan Timur Tengah.

"Moratorium terutama ke Timur Tengah, kalau Malaysia kan sudah dilakukan. Kalau Hongkong, Taiwan, Jepang kan berlangsung baik," imbuhnya.




Sumber Berita (http://www.detiknews.com/read/2011/06/22/162718/1666242/10/dpr-ancam-hentikan-anggaran-kementerian-bila-pemerintah-tak-moratorium-tki?9911012)

TS Tidak menolak :melonndan: jika informasi dirasakan berguna bagi semua

http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif

KelapaGadink
22nd June 2011, 06:48 PM
Kasian banget tuh TKW.
SBY sama yang lainnya belom berbuat apa-apa?
Buset dah.

DreamWorld
22nd June 2011, 07:11 PM
Filipina emanx jago diplomasi,udah saatnya kita belajar dari mereka :D

DreamWorld
22nd June 2011, 07:24 PM
News flash
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/06/22/4345684620X310.jpg


JAKARTA, KOMPAS.com � Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak segera melakukan langkah pembelaan terhadap 28 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang kini menunggu hukuman mati di Arab Saud


Desakan disampaikan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, yang ditemui di kantornya, Rabu (22/6/2011). "Hentikan saling tuding dan berpolemik soal kematian Ruyati yang dihukum mati. Lakukan langkah membela dan melindungi 28 TKI lainnya yang bakal bernasib sama dengan Ruyati," tandas Anis.


Ia mendesak Presiden segera melakukan langkah nyata. "Jangan cuma sibuk beretorika dan membela diri dari tudingan. Bayarlah kesalahan yang menyebabkan kematian Ruyati dengan menyelamatkan 28 TKI lainnya," kata Anis


Menurut dia, ke-28 TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi adalah Sulaimah, Siti Zaenab Duhri Rupa, Muhammad Zaini asal Madura. Dwi Mardiyah, Nurfadilah, Suwarni, Hafidz Bin Kholil Sulam, Nursiyati asal Jawa Timur.


Eti Thoyib Anwar, Yanti Irianti, Karsih, Ruyati, Darsem, Emi, Nesi, Rosita Siti, Saadah, Jamilah asal Jawa Barat serta Satinah asal Jawa Tengah.


Dari Kalimantan Selatan tercatat Aminah Budi, Darmawati Tarjani, Muhammad Niyan, Abdul Aziz Supiyani, Muhammad Mursyidi, dan Ahmad Zizi Hatati. Dari Kalimantan Barat tercatat Sulaimah.


Dua TKI lainnya belum diketahui asal daerahnya, yaitu Nurmakin Sobri dan Ahmad Fauzi. Sejumlah TKI yang ditemui di rumah pondokan Migrant Care di Jakarta Timur mengakui, hidup bagai budak bekerja di Arab Saudi.


"Mereka memuaskan nafsu seks dan nafsu membunuhnya pada kami," ungkap tenaga kerja wanita (TKW) Imas Tati (22).


Dua tahun lalu perempuan asal Majalengka ini bekerja di Kuwait. Di sana dia beberapa kali lolos dari pemerkosaan majikan dan para ponakannya. Terakhir, ia berusaha lolos dari pemerkosaan dengan turun dan jatuh dari lantai tiga apartemen majikannya.


Tulang punggung bagian tengah remuk, kedua tulang sendi telapak kaki patah. Nasib serupa dialami rekannya, Dewiyanti asal Brebes, dan Muslimah asal Tegal Gubuk, Indramayu, Jawa Tengah.


Imas mengatakan, di Arab Saudi, para pembantu perempuan Indonesia diperlakukan sebagai budak. "Dianiaya dan diperkosa berulang kali oleh majikan dan keluarganya, dijual dan diperas agen-agen penyalur pembantu rumah tangga. Itulah pengalaman saya dan sebagian besar kawan-kawan satu pekerjaan di Arab Saudi," papar Imas.


Rosnani (48), TKW yang duduk di samping Imas, membenarkan. "Kalau sudah tua seperti saya, orang-orang itu engga doyan. Sebagai gantinya, saya diperas bekerja 22 jam setiap hari tanpa libur. Dipukuli, disekap, diludahi, dilempar ke comberan. Saya tidak tahan, akhirnya kabur pulang ke Indonesia dengan uang sendiri. Lolos dari agen juga sudah mujur," tuturnya.


Sumber (http://nasional.kompas.com/read/2011/06/22/17411853/TKI.Saya.Dijadikan.Budak.Seks)

DreamWorld
22nd June 2011, 07:35 PM
News flash

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/03/11/1128113620X310.jpg


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan, Kementerian Luar Negeri telah mengirimkan uang senilai Rp 4,7 miliar ke Arab Saudi sebagai tebusan untuk Darsem. Darsem adalah TKI yang terancam akan dihukum mati pada 7 Juli 2011 jika uang tebusan tak diberikan kepada keluarga korban. Ia dituduh membunuh majikannya


Mahfudz mengungkapkan, uang yang dikirim ke rekening Kedutaan Besar Indonesia di Arab. Uang itu diambil dari anggaran Kementerian Luar Negeri pada pos perlindungan warga negara Indonesia.


"Saya dapat informasi bahwa kemarin dana Rp 4,7 miliar sudah ditransfer dari Kementerian Luar Negeri ke rekening kedutaan kita di Saudi. Deadline-nya 7 Juli, tapi kita mau lebih cepat lagi diselesaikan. Makanya, segera dikirim uang itu," ujar Mahfudz di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (22/6/2011).


Menurut dia, sore ini Kemenlu juga mengirimkan tiga orang staf ke Arab Saudi untuk mengurusi administrasi keuangan dengan keluarga majikan Darsem. Mereka akan tiba di Arab Saudi besok.


"Tiga staf eselon dua Kementerian Luar Negeri akan berangkat ke Saudi untuk mengurus administrasi uang senilai Rp 4,7 miliar itu ke ahli waris (majikan Darsem) di sana. Nah, mudah-mudahan dalam sehari dua hari ini selesai dan Darsem bebas dari hukuman. Yang kita harapkan, pihak KBRI harus segera mengurus Darsem untuk dibawa pulang ke Indonesia," imbuhnya.


Pada tanggal 6 Mei 2009, Darsem didakwa hukuman mati oleh Pengadilan Riyadh. Namun, berkat kerja sama antara pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan Pejabat Gubernur Riyadh, Darsem akhirnya mendapatkan maaf dari ahli waris korban dengan kompensasi membayar uang diyat sebesar 2 juta riyal Saudi atau sekitar Rp 4,7 miliar.
Sumber (http://nasional.kompas.com/read/xml/2011/06/22/15281184/Uang.Tebusan.Darsem.Sudah.Dikirim)

venomenon
22nd June 2011, 11:57 PM
hmm kita emang harus banyak belajar dari mereka:o

DreamWorld
23rd June 2011, 07:59 AM
news flash


http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/10/05/2132494620X310.jpg


JAKARTA, KOMPAS.com � Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berencana memberikan keterangan pers mengenai kebijakan pemerintah terkait tenaga kerja Indonesia di luar negeri.


Menurut Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, keterangan pers dijadwalkan digelar di Kantor Kepresidenan di Jakarta, Kamis (23/6/2011) pada pukul 09.00 WIB.


Persoalan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kembali mencuat setelah pelaksanaan eksekusi hukuman mati terhadap TKI di Arab Saudi, Ruyati Binti Satubi, yang dilakukan tanpa pemberitahuan dari Pemerintah Arab Saudi kepada perwakilan Indonesia di negara tersebut.


Kementerian Luar Negeri RI telah mengeluarkan protes keras kepada Arab Saudi tentang eksekusi yang dilakukan tanpa mengikuti tata prosedur internasional itu. Duta Besar Arab Saudi pun telah mengaku lalai karena tidak memberi tahu perwakilan Indonesia di Arab Saudi.


Sementara itu, Kementerian Luar Negeri pada Rabu sore telah mengumumkan moratorium pengiriman TKI non-formal ke Arab Saudi. Moratorium mulai berlaku pada 1 Agustus 2011 sampai nota kesepahaman perlindungan TKI disepakati Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.


Presiden Yudhoyono pada Rabu malam menggelar rapat mendadak yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, serta Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.


Pada Kamis pagi pukul 10.30, Presiden Yudhoyono beserta menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dijadwalkan menghadiri rapat konsultasi dengan pimpinan DPR. Salah satu agenda rapat adalah membahas perlindungan TKI di luar negeri.


Agenda Presiden pada Kamis dilanjutkan dengan sidang kabinet paripurna yang dimulai pada pukul 14.00.

Sumber (http://nasional.kompas.com/read/2011/06/23/06424211/Pagi.Ini.SBY.Akan.Beri.Keterangan.Pers)

DreamWorld
23rd June 2011, 08:51 AM
news flash


http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/06/21/114022_aksi-untuk-ruyati_300_225.jpg


VIVAnews - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh lintas agama yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil akan memberangkatkan keluarga Ruyati binti Satubi ke Arab Saudi.


"Beberapa teman dari lintas agama sepakat untuk mengutus teman-teman (Migrant Care) ke sana (Arab Saudi) termasuk memberangkatkan keluarga Ibu Ruyati. Karena Migrant Care yang sudah mempunyai jaringan di Arab Saudi," kata Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny Wahid, Direktur Wahid Institute kepada VIVAnews.com.


Rencananya, anggaran untuk memberangkatkan keluarga Ruyati dari dana iuran tokoh lintas agama. "Dananya akan kami usahakan dari mana saja, asalkan bisa berangkat ke sana," ujar Yenny. Tokoh lintas agama yang dimaksud di antaranya: Romo Benny, Pendeta Gultom, dan Effendi Ghazali.


Hal itu ditempuh, kata Yenny, karena pemerintah tidak mau berusaha memulangkan jenazah Ruyati. Padahal, jika pemerintah mau berusaha, peluang itu masih ada.


"Persoalannya sudah dilakukan belum. Jangan bilang susah dulu, kalau mentok dan nyerah dari awal, ya ga bisa. Pertama sudah beralasan nggak mau nyoba, terus kecolongan, gimana coba," tegas Yenny.


Galang Dukungan

Untuk memulangkan jenazah Ruyati tidak saja melalui jalur diplomasi lewat tokoh lintas agama. Rencananya, dari Migrant Care sendiri akan menggalang dukungan pengumpulan dana untuk membawa keluarga Ruyati ke Arab Saudi.


"Ini baru rencana. Menggalang uang 1000-an untuk Ruyati. Ini dilakukan kalau pemerintah tidak mau membantu," terang Nining Johar, staf advokasi Migrant Care.


Dia yakin, aksi ini akan lebih mendapatkan simpati publik. "Memang segala upaya akan kami lakukan agar jenazah bisa dipulangkan. Surat-surat juga sudah kami urus," katanya.


Sumber (http://nasional.vivanews.com/news/read/228585-keluarga-ruyati-akan-berangkat-ke-arab-saudi)

DreamWorld
23rd June 2011, 08:54 AM
news flash


http://media.vivanews.com/thumbs2/2009/02/23/66048_tki_ilegal_yang_dideportasi_dari_malaysia_ti ba_di_tanjungpinang_300_225.jpg


VIVAnews - Malaysia mengumumkan pemberian amnesti pada imigran gelap yang berada di negerinya. Imigran yang ada di Malaysia antara 11 Juli sampai 7 Agustus 2011 akan dibiarkan tinggal di negeri ini untuk bekerja. Sementara imigran yang seharusnya sudah dikirim pulang akan diganti dengan hukuman yaitu pencambukan.


Channel News Asia melansir, Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin menyatakan, tenaga kerja ilegal yang ada di Malaysia memiliki waktu dua minggu mendaftar tanpa mendapat hukuman.


Diperkirakan ada dua juta tenaga kerja ilegal di Malaysia, yang umumnya didominasi tenaga kerja Indonesia, Thailand, Bangladesh dan Myanmar. Mereka bekerja di sektor perkebunan sawit, pertanian dan industri manufaktur.


Imigran ilegal yang mendaftar selama masa amnesti akan diambil sidik jarinya sehingga memudahkan Malaysia mencari jejak mereka di masa depan.


Menteri Dalam Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein menyatakan, "Dalam jangka panjang, apa yang kami coba lakukan bukan sekadar situasi sama-sama menguntungkan, namun dari sisi kemanusiaan, kami tidak ingin ada perusahaan atau sindikat jahat yang mengambil keuntungan dari orang-orang yang di sini hanya ingin bertahan hidup."


Sumber (http://nasional.vivanews.com/news/read/228629-malaysia-beri-amnesti-untuk-tki-ilegal)

DreamWorld
23rd June 2011, 08:56 AM
news flash

http://media.vivanews.com/thumbs2/2008/12/16/61113_presiden_susilo_bambang_yudhoyono_dan_sekret aris_kabinet_sudi_silalahi_300_225.jpg


VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini akan mengumumkan kebijakan pemerintah tentang Tenaga Kerja Indonesia. Berdasarkan agenda yang disampaikan Biro Pers Istana Kepresidenan, SBY akan menggelar konferensi pers pukul 9 pagi ini di Kantor Presiden.


"Presiden akan bicara tentang kebijakan ketenagakerjaan. Akan dijelaskan keputusan-keputusan yang diambil beliau terkait masalah tenaga kerja," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Heru Lelono, saat dihubungi VIVAnews, Kamis, 23 Juni 2011.


Rabu malam kemarin, 22 Juni 2011, Presiden menggelar rapat dengan sejumlah menteri di Istana. (http://fokus.vivanews.com/news/read/228572-habis-ruyati--terbitlah-morotarium-tki) Rapat itu membahas soal masalah TKI yang ramai belakangan, setelah Ruyati dipancung di Arab Saudi.


"Seperti yang dibicarakan di Kongres ILO kemarin di Jenewa. Presiden kan meminta dunia internasional untuk ikut melindungi tenaga kerja," jelas Heru.


Apakah hari ini Presiden akan mengumumkan soal moratorium pengiriman TKI ke negara tertentu? "Kita ikuti saja, yang jelas membahas arahan yang telah diberikan sejak beberapa bulan lalu mengenai sejumlah negara yang dinilai belum menjalankan kerjasama ketenagakerjaan yang baik," jawab Heru.


Setelah rapat kabinet di Istana semalam itu. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa pemerintah akan menghentikan pengiriman TKI ke Arab Saudi mulai 1 Agustus 2011. Moratorium pengiriman TKI dilakukan hingga Arab Saudi menandatangani kesepakatan perlindungan TKI.


"Pemerintah memutuskan memberlakukan moratorium penempatan TKI non-formal ke Arab Saudi yang berlaku efektif sejak 1 agustus 2011 hingga MoU Indonesia � Arab saudi untuk perlindungan TKI ditandatangani dan terbentuknya joint task force kedua negara," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar .

Sumber (http://nasional.vivanews.com/news/read/228630-sby-umumkan-kebijakan-soal-tki)

dionless
23rd June 2011, 10:12 AM
kemaren beberapa Negara: Finlandia, Jerman dan Indonesia rapat di kapal induk AS .

pertama obama telfon presiden finlandia ,
O = obama
PF= presiden finlandia .

O = pak , bisa dateng?
PF = bisa pak, sebentar lagi datang.

nah, pas dateng kan obama & presiden finlandia salaman, terus presiden finlandia buang HPnya & membuat obama kaget .

O = pak, HPnya kok dibuang ?
PF = tenang pak, di negara saya banyak [negara asal HP N*kia].
O = oke2 pak, siiip !

kedua obama telfon presiden jerman,

O = obama
PJ = presiden jerman

O = pak, rapatnya anda jadi dateng kan ?
PJ = jadi pak , ini masi di udara [bawa helikopter EC145 gan sama ajudannya]

pas uda sampe , mereka bersalaman.

terus presiden jerman nyuruh ajudannya buang helikopternya ke laut .
obama makin Binggung

O = helinya kok dibuang pak???
PJ = tenang, di negara saya apache banyak [asal Mercedes-Benz EC145 dari jerman.]
obama pun semakin takjub dan mennyanjung kedua presiden itu .
O = "negara saudara2 memang hebat2 semua .

tinggal indonesia neh, obama mikir apa yang kira2 dibuang oleh presiden indonesia .

O = obama
SBY = pasti udah tau kalo yg 1 ini

O = pak sudah ditunggu , sebentar lagi rapatnya mulai
SBY = oke, saya sudah di kapal induk kok ini sama pembantu saya .

nah pas ketemu obama, sby juga bersalaman juga.

O = pak gak ada yg dibuang yah ?
SBY diem aje gak ngomong sedikitpun.
O = ternyata indonesia paling misskin sendiri
rapatnya pun dimulai gan .
ditengah rapat , presiden jerman & finlandia tanya .
PJ & PF = pak apakah indonesia semiskin itu yah , jadi gak buang apa2 ke laut?
SBY malah nyuruh pembantunya bikin kopi & gak jawab pertanyaanya Ke dua presiden tersebut.

pas Kopi dianter, sby langsung bawa pembantunya ke dek dan melemparkannya ke laut .

O,PJ+PF Binggung.

O = pak , pembantunya kok dibuang ke laut? apa gak salah???
SBY = tenang pak , TKI di negara saya banyak.

O,PJ+PF = ????.

ACHUNK90
23rd June 2011, 10:14 AM
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya berbicara mengenai eksekusi mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia asal Bekasi Ruyati binti Satubi. Didampingi sejumlah menteri, Presiden SBY memberikan konferensi pers di Istana pagi ini.


"Saya pun turut berduka. Saya prihatin dan menyampaikan protes ke Saudi Arabia," kata SBY di Kantor Presiden, Kamis, 23 Juni 2011.

Pemerintah Indonesia protes keras, kata SBY, karena eksekusi mati yang dilakukan atas Ruyati itu jelas melanggar norma internasional. Apalagi, pemerintah Indonesia tidak diberitahukan mengenai pelaksanaan eksekusi.

Dalam siaran pers itu, Presiden SBY juga menanggapi kecaman yang dialamatkan kepada pemerintah, yang dituding gagal melindungi warga negaranya di luar negeri. Menurut SBY, seharusnya kecaman tidak perlu dilakukan jika tidak mengetahui permasalahannya.

"Karena itu saya memandang perlu memberi penjelasan lebih utuh. Lebih obyektif, untuk mengetahui duduk persoalan. Saya perlu beri penjelasan yang gamblang bagi rakyat Indonesia untuk diketahui duduk persoalannya. Apa, mengapa, dan bagaimana," lanjut SBY.

Setelah itu, SBY pun memberikan kesempatan kepada menteri terkait untuk memberikan penjelasan. Berturut-turut memberi penjelasan kemudian adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar. Dalam paparannya, Marty menegaskan bahwa pemerintah sudah bekerja keras menyelamatkan Ruyati. Dia juga menegaskan bahwa bukan cuma Indonesia yang tidak diberitahu jika wargannya dieksekusi di Saudi Arabia. Pada tahun 1999, lanjutnya, malah bariu tahu setelah dua minggu dieksekusi.
Patrialis Akbar menegaskan bahwa pemerintah sudah sukses menyelamatkan sejumlah tenaga kerja dari hukuman mati. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Negara Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa pemerintah sudah mengkaji soal TKI. Dan memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI ke Saudi Arabia, sampai sejumlah hal disepakati.
Sejumlah persyaratan itu antara lain soal kesempatan untuk berkomunikasi dengan keluarga dan gaji yang minimal 11 ribu real.
Selasa, 21 Juni 2011, Dewan Perwakilan Rakyat menggelar sidang paripurna membahas masalah TKI ini. Sidang itu menyusul eksekusi mati atas Ruyati. Semua fraksi DPR sepakat mendesak pemerintah agar melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri.
Moratorium itu, kata rekomendasi paripurna, dilakukan sampai pemerintah sudah membenahi semua sistem rekrutmen TKI (http://fokus.vivanews.com/news/read/228572-habis-ruyati--terbitlah-morotarium-tki) yang selama ini dianggap salah satu sebab kekacauan yang dialami TKI di luar negerI.


silahkan d comment ea ndan!!:shake:

DreamWorld
23rd June 2011, 10:50 AM
kalo cuma protes keras mah ga akan berguna :shutup:

oia ndan lain kali sertakan link sumbernya y :ide:

ACHUNK90
23rd June 2011, 11:05 AM
kalo cuma protes keras mah ga akan berguna :shutup:

oia ndan lain kali sertakan link sumbernya y :ide:

ou gtu ea ndan!! ok makasih info nya ndan :2good:

DreamWorld
23rd June 2011, 11:07 AM
ou gtu ea ndan!! ok makasih info nya ndan :2good:
sama2 ndan,silahkan d edit bersama sumbernya ndan :D

ACHUNK90
23rd June 2011, 11:23 AM
sama2 ndan,silahkan d edit bersama sumbernya ndan :D

ok ndan!:dance:

putra1st
23rd June 2011, 11:29 AM
SBY Bentuk Satgas Khusus Tangani TKI Terancam Mati

http://static.inilah.com/data/berita/foto/1632912.jpg
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk membentuk satuan tugas (satgas) khusus penanganan dan pembelaan warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri.


"Menkumham dan Menlu memandang perlu satgas khusus supaya fokus dan menangani persoalan itu," ujarnya dalam jumpa pers soal penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Istana, Jakarta, Kamis (23/6/2011).

Selain itu, Presiden memutuskan untuk membentuk atase hukum dan HAM di beberapa kedutaan besar. Mengenai kebijakan nasional lebih lanjut mengenai TKI akan dirumuskan dan ditetapkan setelah tim terpadu menyelesaikan tugasnya.

"Tiga bulan yang lalu atas evaluasi, saya membentuk tim terpadu. Tim terpadu sedang bekerja dan segera melaporkan hasilnya termasuk rekomendasi kepada Presiden agar bisa menetapkan kebijakan nasional yang paling tepat soal TKI," ujarnya
source (http://nasional.inilah.com/read/detail/1632912/sby-bentuk-satgas-khusus-tangani-tki-terancam-mati)

hktoyshop
23rd June 2011, 02:06 PM
wah..
kalo protes.tapi gak berbuat sama aja boong..

hktoyshop
23rd June 2011, 02:08 PM
semoga ada kabar baik deh di sampein pak BEYE..

LoperKoran
23rd June 2011, 05:38 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80635&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80635&width=490)
Sejumlah mahasiswa dari Forum Advokasi Mahasiswa Universitas Airlangga melakukan aksi keprihatinan dan doa bersama untuk Ruyati di jalan Gubernur Suryo Surabaya, (20/6). TEMPO/Fully Syafi




TEMPO Interaktif, Jakarta - Duta Besar Arab Saudi, Abdurrahman Mohammad Amin Al Khayyat mengakui kelalaian pemerintahnya yang tak memberitahu soal pemancungan Ruyati bin Satubi. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pengakuan itu dilontarkan Al Khayyat saat dipanggilnya ke Kementerian Luar Negeri hari ini, Rabu, 22 Juni 2011.

"Jika ada (warga negara asing) yang dihukum mati, tentu perwakilan dari negara yang dimaksud harus diinformasikan, itu bagian dari protap (prosedur tetap) yang berlaku," ujar Marty di Kompleks Istana Kepresidenan.

Marty mengakui, tak ada sanksi apapun jika perwakilan negara itu lalai. Namun, itu merupakan pelanggaran etika diplomatik.

Menurut Marty, Al Khayyat berjanji memfasilitasi keinginan keluarga Ruyati yang ingin jenazah almarhumah dikembalikan ke Indonesia.

Ruyati dipancung pemerintah Arab Saudi pada 18 Juni 2011, empat hari setelah Presiden SBY mendapat standing ovation di sidang soal buruh PBB. Janda berusia 54 tahun ini oleh Pengadilan Arab Saudi dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan.

Hari ini, Kementerian secara resmi menyerahkan surat resmi Menteri Luar Negeri Indonesia kepada Menteri Luar Negeri Arab Saudi melalui Al Khayyat. Dalam pertemuan Marty dengan Al Khayyat, ia menyampaikan pula protes dan kekecewaan pemerintah terhadap pelaksanaan eksekusi yang tak sesuai tata krama dan kebiasaan internasional.

Pemerintah berharap kelalaian serupa tak diulangi Arab Saudi. "Ini bisa dicapai dengan pengaturan ketentuan tentang mandatory consuler notification atau pemberitahuan kekonsuleran yang wajib, dan juga MoU (nota kesepahaman) di bidang ketenagakerjaan yang mengatur mekanisme perlindungan tenaga kerja kita," ujarnya.

Bagaimanapun, kata Marty, harus diingat bahwa eksekusi Ruyati adalah hasil proses hukum di Arab Saudi yang perlu dihormati. "Sama seperti di Indonesia, puluhan warga negara asing sudah divonis dan dikenakan hukuman mati setelah melalui proses hukum," ujarnya.

Marty menambahkan, pemerintah selalu memberi perlindungan dan bantuan hukum pada seluruh warga negara Indonesia, di dalam ataupun luar negeri. Tak hanya tenaga kerja Indonesia, tetapi juga mahasiswa dan turis, baik sebagai korban tindak pidana maupun pelakunya.

BUNGA MANGGIASIH

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/22/brk,20110622-342642,id.html) :bana2:

LoperKoran
23rd June 2011, 05:39 PM
TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepolisian Sektor Pasar Rebo, Jakarta Timur memeriksa data di kantor Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) PT Hosana Adi Kreasi. "Kami periksa data-data TKI yang sudah dan akan dikirim," kata Wakil Kepala Polsek Pasar Rebo Ajun Komisaris Wiyono ketika ditemui di kantor PT Hosana, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu, 22 Juni 2011. "Kami memeriksa apakah ada yang di bawah umur atau adakah pelanggaran lain," kata Wiyono.

PT Hosana Adi Kreasi yang terletak di Jalan Mukmin Nomor 19, Pasar Rebo ini adalah PJTKI yang mengirim dua TKI bernama Sab'atun, 30 tahun, dan Hasin, 40 tahun. Pasangan suami isteri ini yang akan dijatuhi hukuman potong tangan di Arab Saudi.

Pemeriksaan PT Hosana dilakukan tiga aparat Polsek Pasar Rebo selama 15 menit. Namun, Wiyono menyatakan polisi belum mendapatkan data dan informasi yang diinginkan karena Kepala Bagian Penempatan PT Hosana Adi Kreasi, C. Setiawati, sedang tidak berada di kantor. "Akan dilanjutkan besok," kata Wiyono.

Sab'atun dan Hasin dinyatakan bersalah karena mencuri emas satu kilogram milik majikannya, Sayyid Umar Said Bamusak. Keduanya sudah sejak 2006 ditahan di Kota Jeddah.

FRANSISCO ROSARIANS

:bana2: :rate5 (XXX) :bana2:

LoperKoran
23rd June 2011, 05:40 PM
TEMPO Interaktif, Cianjur - Jamilah binti Abidin, 35 tahun, tenaga kerja wanita asal Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terancam dipancung oleh Pemerintah Arab Saudi karena diduga telah membunuh majikannya, Salim al-Ruqi. Jamilah, berdasarkan faksimile yang dikirimkan pihak Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Cianjur, beberapa waktu lalu, kini mendekam di penjara di Kota Riyadh Dhabir, Mekah, Arab Saudi.

Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Cianjur Tedi Artiawan mengaku tidak bisa berbuat banyak karena kasus tersebut sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat. "Jamilah sendiri ditahan sejak Maret 2007 dan vonisnya baru ketuk palu oleh pengadilan setempat pada 10 Mei 2009 dengan vonis mati," kata Tedi di Cianjur kemarin.

Dijelaskan Tedi, majelis hakim pengadilan setempat menyatakan Jamilah terbukti bersalah telah membunuh majikannya dengan menggunakan potongan besi ketika majikannya sedang tidur. "Kalau melihat aturan di sana, jika terbukti membunuh, ada kemungkinan dia akan dihukum pancung," ujarnya.

Berdasarkan isi faksimile tersebut, menurut Tedi, eksekusi Jamilah direncanakan akan dilaksanakan sekitar Juli mendatang atau sebelum Ramadan. "Berdasarkan pengakuannya, dia terpaksa membunuh majikan laki-lakinya karena sering mengalami pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang berulang kali," kata Tedi.

Namun, pihaknya mengaku kesulitan menelusuri alamat keluarganya untuk menginformasikan hal tersebut, kata Tedi, mengingat Jamilah berangkat ke Arab Saudi sebagai buruh migran tidak melalui dinas terkait. "Ada kemungkinan dia berangkat dari kota lain karena di data kami tidak ada nama Jamilah sebagai TKW," ucapnya.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengaku belum memiliki data warganya yang menjadi tenaga kerja di luar negeri yang terancam hukuman mati. Sebelumnya, berdasarkan catatan lembaga Migrant Care, dari 27 TKI lain di Arab Saudi yang terancam hukuman mati, 6 di antaranya warga Kalimantan Selatan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Selatan H. Djumadi Mas Jaya mengaku hasil identifikasi jumlah TKI asal Kalimantan Selatan yang bekerja di luar negeri, termasuk di Arab Saudi, ada sekitar 3.895 orang.

Pada 2011, sebanyak 607 orang TKI/TKW asal Kalimantan Selatan dipulangkan karena bermasalah. "Kita urutan terbesar ketiga di Indonesia, di bawah Jawa Timur dan NTB," kata Djumadi.

Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin meminta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kalimantan Selatan segera mengecek data TKI asal wilayahnya yang kini bermasalah di Arab Saudi.

Jika datanya sudah jelas dimiliki, Rudy melanjutkan, pemerintah daerah tentunya berkewajiban memberi bantuan hukum kepada para TKW atau TKI bermasalah itu. "Kalau tidak ada data, kita kesulitan memberi bantuan hukum," ucapnya.

DEDEN ABDUL AZIZ | KHAIDIR RAHMAN

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2011/06/23/brk,20110623-342681,id.html) :bana2:

LoperKoran
23rd June 2011, 05:41 PM
TEMPO Interaktif, Jakarta - Seorang TKI asal Kampung Kertasari Simpang Klanir, Kecamatan Seteluk, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Edy Saputra alias Supriadi, belum diketahui kabarnya di Kuching Malaysia. Sejak sidang ketujuh, 15 Maret 2007 di Mahkamah Tinggi Kuching, tidak diketahui bagaimana hasil persidangannya. Padahal, Supriadi terancam hukuman gantung karena dituduh membunuh warga Malaysia, Chai Joon Bui.

Selain Supriadi, juga ada tiga orang TKI yang dijatuhi hukuman 15 tahun di Penjara Klang Johor Bahru. Ketiganya berasal dari Lombok Barat dan dituduh melakukan pencurian, tetapi semuanya tanpa bukti. Ketiga TKI itu, yakni Muhammadun, 40 tahun, asal Desa Gelogor, akan bebas pada 3 Juni 2012. Samsul Hakim, 23 tahun, asal Desa Tempos Gerung dan Marahum, 30 tahun, asal Desa Banyu Urip. Samsul Hakim dan Marahum akan bebas pada 2017.

Kordinator Advokasi Perkumpulan Panca Karsa, Endang Susilowati, mengatakan tiga orang TKI asal NTB juga kedapatan tewas di Tabuk, Arab Saudi. Mereka adalah Fathul Mubarok bin Faesal Alidi, 27 tahun, asal Desa Gapuk, Lombok Barat, karena menjadi korban penembakan di dadanya dan jenazahnya ditemukan di perkebunan. Warni binti Mahrip Sahmin, 29 tahun, asal Desa Ubung, Lombok Tengah, tewas bunuh diri. Seorang lainnya, Nurul Alfiah binti Muhtar Lano, 30 tahun, asal Lombok Tengah yang dilaporkan sakit serius.

Endang Susilowati menyesalkan selama ini tidak ada pemberitahuan dari pemerintah Indonesia tentang kondisi TKI yang dihukum maupun yang tewas itu. "Tidak pernah ada pemberitahuan dari pemerintah. Beritanya dari kawan-kawannya setelah berlangsung enam bulan,�� kata Endang saat melaporkan kasus tersebut ke Nasibun, Asisten I Pemprov NTB di Mataram, Kamis 23 Juni 2011.

Menurut Endang, semestinya Gubernur NTB Muhammad Zainul Madjdi memantau dan melakukan kordinasi dengan Konsulat Jenderal RI di Kuching. Juga mengupayakan penasehat hukum untuk Samsul Hakim dan Marahum untuk peninjauan kembali perkaranya di Majelis Rayuan, tingkat peradilan ketiga setelah Mahkamah Rendah dan Mahkamah Tinggi. "Agar hukumannya diringankan,�� ujarnya.

Kepala Badan Pelayanan dan Penempatan TKI NTB, Komang Subadra menyatakan, kasus Supriadi sudah berada di tingkat Mahkamah Rayuan. "Sudah dikomunikasikan. Yang penting ada informasi kami tindak lanjuti,�� kata Subadra. Sedangkan kasus tertembaknya Fathul Mubarok akibat perkelahian antarkeluarga majikan kini sedang masih menunggu proses ganti rugi Rp 1,5 miliar yang diminta keluarganya.


SUPRIYANTHO KHAFID



:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2011/06/23/brk,20110623-342797,id.html) :bana2:

LoperKoran
23rd June 2011, 05:43 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80733&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80733&width=490)
Demonstrasi atas hukum pancung TKI Ruyati di Kedubes Arab Saudi. TEMPO/Tony Hartawan




TEMPO Interaktif, Jakarta - Duta Besar Indonesia berkuasa penuh untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansur, mengatakan tenaga kerja wanita asal Mertajasah, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Zaenab, 25 tahun, yang sempat akan dipancung tahun 1999, masih menunggu maaf dari anak keluarga korban. Zaenab dituduh melakukan pembunuhan. "Zaenab masih di Madinah, menunggu maaf dari anak korban," kata Duta Besar Gatot dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Kamis 23 Juni 2011.

Menurut Gatot, saat ini anak korban masih berusia 12 tahun, belum aqil baliq sehingga belum bisa diminta maafnya untuk Zaenab. "Yang ada untuk Zaenab adalah penundaan. Kalau anaknya tidak memberi maaf nanti, bisa habislah dia," kata Gatot.

Menurut Gatot, hukum privat harus diselesaikan secara personal. "Dan itulah hukuman qisos, harus diselesaikan antarmanusia. Raja tidak bisa memaafkan dalam posisi ini," kata Gatot.

Gatot menegaskan, penundaan bukan hasil diplomasi atau politik, tapi subtansinya karena anak korban yang akan diminta pemaafannya belum aqil baliq. Pemerintahpun akan mengirimkan surat khusus untuk empat orang yang dihukum pidana umum atau tazir dan sisanya akan minta Raja Arab Saudi mendekati keluarga untuk memberikan maafnya.

Saat ini ada sekitar 26 TKW yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Tiga orang di antaranya sudah dimaafkan dan diringankan hukumnya, sedangkan 23 orang lainnya masih dalam proses.

ALWAN RIDHA RAMDANI

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/06/23/brk,20110623-342862,id.html) :bana2:

LoperKoran
23rd June 2011, 05:46 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=54566&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=54566&width=490)
Demo Pembantu Rumah Tangga (PRT). TEMPO/Eko Siswono Toyudho




TEMPO Interaktif, Jakarta - Para pembantu rumah tangga (PRT) di Arab Saudi merupakan kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban penganiayaan. Fenomena itu terjadi karena PRT masih dipahami menurut paradigma lama. "Sebagian dari mereka masih memahami pembantu seperti layaknya seorang budak," kata mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ayzumardi Azra, Kamis 20 Juni 2011.

Menurut Azra, cara pandang itu lazim berkembang di negara-negara Timur-Tengah seperti Arab Saudi. Menurut cara pandang mereka, seorang pembantu tidak ubahnya seperti benda yang bisa dimiliki lantaran mereka telah membayar sejumlah uang kepada penyedia jasa tenaga kerja. "Apalagi mereka sudah membayar membayar 5000 dolar, jadi merasa sudah membeli TKW kita," kata Azra.

Pemahaman seperti itu kerap menempatkan TKW sebagai bulan-bulanan. Para majikan dapat dengan leluasa memperlakukan mereka dengan cara-cara kekerasan, abai terhadap penegakan prinsip Hak Asasi Manusia, serta memberikan gaji yang tidak memadai. "Seperti di Yordania, gajinya cuma Rp 800 ribu, itupun sering ditunda-tunda dan kadang tidak diberikan. Jadi, sama sekali tak memenuhi kriteria HAM," kata Azra.

Pendapat Azra disampaikan terkait nasib Ruyati, TKW yang dihukum pancung atas kasus pembunuhan di Arab. Kematiannya banyak menuai sorotan karena tidak satupun lembaga negara terkait yang mengetahui kabar eksekusinya, begitupun dengan pihak keluarganya. Berdasarkan catatan Migran Care, nasib serupa saat ini tengah mengancam 28 TKW di Arab. Mereka tengah menunggu eksekusi dan sebagian mereka masih dalam proses persidangan.

Untuk menghindari kejadian serupa, Azra mendesak Pemerintah Indonesia segera menghentikan pengiriman tenaga kerja ke negara-negara Timur Tengah, kecuali bagi negara-negara yang menjunjung tinggi penegakan HAM. Menurut Azra, persoalan itu bisa disikapi pemerintah dengan membuka seluas mungkin lapangan pekerjaan. "Di dalam negeri banyak pekerjaan dengan gaji Rp 800 ribu, malah diperlakukan dengan baik," kata Azra.

RIKY FERDIANTO

:bana2: :rate5 (http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/06/23/brk,20110623-342846,id.html) :bana2:

Toyarmy
24th June 2011, 12:01 AM
sedih banget denger nya ya :(

DreamWorld
24th June 2011, 08:46 AM
news flash

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/06/23/114341_rosita-siti-saadah--tkw-yang-lolos-dari-hukum-pancung_300_225.jpg


VIVAnews - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, mengatakan pemerintah telah meminta ampunan untuk Rosita Siti Saadah, TKI asal Karawang yang terjerat kasus pembunuhan di Uni Emirat Arab.


"Ibu Rosita itu terancam hukuman mati karena dituduh membunuh sesama TKI dengan tiga orang laki-laki," kata Tene kepada VIVAnews.com Kamis malam

Rosita diajukan ke pengadilan Uni Emirat Arab karena dituduh membunuh sesama TKI, Lilis, yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat. Bersama tiga laki-laki asal Uni Emirat Arab, dia diduga melakukan pembunuhan kepada Lilis pada 15 Oktober 2009 silam.


Menurut dia, Rosita menjalani tujuh kali persidangan akibat tuduhan itu. Namun, perwakilan Indonesia tak mengetahui kasus Rosita ini sejak awal. "Pada sidang pertama hingga ketiga, Konjen RI di Dubai tak mengetahuinya karena tak diberi tahu kasus ini," kata Tene.


"Tapi, mulai persidangan keempat hingga seterusnya kita selalu mendampinginya," lanjut Tene. Dia mengatakan, Konjen RI di Dubai juga telah menunjuk pengacara untuk mendampinginya.


Tak hanya itu, Kemenlu juga berusaha memintakan pengampunan kepada keluarga Lilis di Cianjur untuk Rosita. "Melalui Kementerian Luar Negeri, pemerintah memintakan pengampunan untuk Ibu Rosita," kata dia.


Oleh sebab itu, pada persidangan tanggal 11 Januari 2011, majelis hakim memberi kesempatan untuk meminta pengampunan dari keluarga Lilis. "Akhirnya diperoleh pengampunan itu," kata dia.


Pada persidangan tanggal 26 April 2011, majelis hakim meminta dokumen pengampunan dilegalisir. Permintaan itu, sudah dipenuhi. "Akhirnya pada persidangan tanggal 24 Mei 2011 Ibu Rosita tidak lagi menjadi terdakwa. Langsung menjadi saksi," kata dia.


"Pengampunan hanya untuk Ibu Rosita, sehingga tiga laki-laki lainnya tetap menjadi terdakwa karena tidak mendapatkan pengampunan keluarga Lilis," lanjut Tene.


Sebelumnya, Rosita (29), tenaga kerja wanita (TKW) asal Karawang yang bekerja di Uni Emirat Arab, lolos dari ancaman hukuman mati. Tak hanya lolos dari maut, Rosita pun berhasil meninggalkan Uni Emirat Arab dan tiba di Indonesia pada 12 Juni 2011.


Ironisnya, kepulangan Rosita hanya diketahui oleh keluarganya dan tidak diketahui sama sekali oleh pemerintah Indonesia. (http://nasional.vivanews.com/news/read/228743-lolos-eksekusi-mati--tki-ini-malah-dihiraukan)


"Saya cuma berbekal uang secukupnya, paspor dan tiket pesawat. Tiba di Jakarta saya langsung menelepon keluarga. Pemerintah tidak tahu saya sudah pulang, mereka tahunya saya masih di dalam tahanan di sana (Fujairah, Uni Emirat Arab)," kenang Rosita saat ditemui di Kantor Solidaritas Perempuan Jakarta, Kamis, 23 Juni 2011. (ren)

Sumber (http://nasional.vivanews.com/news/read/228876-kemenlu--kami-mintakan-ampunan-untuk-rosita)

DreamWorld
24th June 2011, 08:52 AM
news flash



http://media.vivanews.com/thumbs2/2010/08/23/94772_ratusan-tki-dideportasi-malaysia-melalui-pelabuhan-bintan_300_225.jpg

VIVAnews – Pemerintah Malaysia bersedia memberikan pengampunan atau amnesti pada tenaga kerja asing bermasalah di negaranya yang mayoritas adalah tenaga kerja Indonesia. Pengampunan ini bagian dari upaya pendataan ulang tenaga kerja gelap di Malaysia melalui pengumpulan sidik jari.



Hal ini terungkap dalam pertemuan makan malam Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dengan Timbalan Presiden UMNO yang juga Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Bin Mohd Yassin.


"Hasil pertemuannya pemerintah Malaysia memberikan amnesti kepada seluruh pekerja asing yang bermasalah, dan yang paling banyak adalah TKI," kata Aburizal, di Kuala Lumpur, Malaysia.


Aburizal mengatakan hal ini merupakan bentuk komitmen pemerintah Malaysia untuk memperbaiki penanganan permasalahan TKI. Bahkan saat bertemu PM Malaysia Sri Mohd Najib Bin Tun Haji Abdul Razak, pemerintah Malaysia juga menjanjikan menghukum majikan yang menganiaya TKI.


“Pak Najib juga sedih dengan TKI yang terbunuh, dia akan tuntut pidana majikan dan kalau terbukti bersalah maka akan dihukum berat,” kata Aburizal.


Najib, kata Aburizal, juga mengatakan bahwa Malaysia akan mencari solusi terbaik untuk masalah-masalah TKI. Aburizal optimistis Indonesia dan Malaysia akan menemukan formula penyelesaian masalah TKI dengan baik, karena keduanya sama-sama saling membutuhkan.


“Kita harus realistis. Malaysia itu butuh TKI, dan TKI juga butuh kerja di sana, jadi saya yakin solusinya nanti pasti akan win-win,” kata mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat itu.


Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Da’i Bachtiar yang menemui Aburizal di Hotal Seri Pasific mengatakan saat ini pemerintah Malaysia tengah melakukan upaya konkret pembenahan persoalan TKI dan perbaikan pelayanan. Pihak Indonesia, juga dilibatkan dalam pembenahan sistem ini. “Keterlibatan pihak kedutaan juga ada di sini,” ujarnya.


Implementasi perbaikan masalah ketenagakerjaan ini dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pendataan sampai pemutihan. Juga pemakaian sistem bio metrik yang mencegah TKI ilegal, dan sebagainya. Ini nantinya akan mengurangi bahkan menghilangkan TKI ilegal. ”Kami mendukung karena yang ilegal ini juga jadi problem kita," kata Da'i. (Laporan: Dian Widiyanarko, Kuala Lumpur)
Sumber (http://nasional.vivanews.com/news/read/228894-malaysia-kumpulkan-sidik-jari-tki)

DreamWorld
24th June 2011, 08:58 AM
news flash

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/06/10/113039_isti-komariyah--tkw-tewas-yang-kelaparan_300_225.jpg


VIVAnews - Demi anak, apa pun dilakukan. Meski tubuh sudah ringkih, seorang nenek bernama Acah (67), rela berkeliling ke sejumlah instansi di Jakarta. Tujuannya hanya satu, mendapat kabar tentang anaknya yang terancam hukuman mati di Riyadh, Arab Saudi.


Raut sedih tampak di wajah Acah, warga Pagadungan, Tempuran, Karawang, Jawa Barat. Ucapannya terbata-bata saat menceritakan nasib anaknya.


Karsih binti Ocim, anak yang dia lahirkan pada 1964, sedang terancam hukuman pancung di Arab Saudi. "Dia dituduh meracuni anak majikan," ujarnya.


Kabar bak petir itu dia terima pada 2007 silam. Menurutnya, ketika menerima kabar, Karsih sudah ditahan polisi di sana selama selama empat bulan. "Setelah itu tidak ada kabar lagi," ujarnya. "Boro-boro kembali ke tanah air, pembicaraan pun tidak ada."


Acah mengisahkan, anaknya berangkat menjadi TKW pada 1999. Ketika itu, dia meninggalkan bayi berusia empat bulan. Kini, anaknya itu telah berumur 13 tahun. "Dulu berangkat sama sponsor," katanya.


Sekretaris Desa Pagadungan, Karawang, Jawa Barat, Soedarto, yang mendampingi Acah, membantu menjelaskan. "Karsih berangkat melalui PJTKI PT Hosana Adi Kreasi yang beralamat di Jalan Kalisari Jakarta Timur," katanya.


Bukan kali ini saja Acah berjuang. Sudah sejak tahun 2007 dia mencari kepastian tentang nasib anaknya. Apalagi, pada 2008, dia mendengar kabar anaknya telah dieksekusi pancung. "Pernah nanya ke perusahaan, datang enam kali," ujarnya.


Tidak dapat kejelasan dari perusahaan penyalur, Acah mendatangi Kementerian Luar Negeri. Staf yang menemui hanya memberikan kliping Tabloid Jayakarta Tahun 1/Edisi 6 terbitan 16-29 Februari 2008 berjudul "Tak Benar Karsih di Hukum Mati."


Dalam berita itu, dijelaskan Karsih baik-baik saja, tidak terkena kasus apapun. Dimuat pula foto Karsih berdampingan dengan majikan, diapit pejabat dan pengacara KBRI Riyadh.


Meski begitu, tetap saja tidak ada kabar yang dia dengar langsung. Acah pun terus mencari. Dia sempat mencoba menemui Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat. Tapi, gagal.


"Kami juga ke BNP2TKI, mau ketemu Pak Jumhur, tapi tidak bisa ketemu. Kami kejar, suruh tunggu di kantor, ternyata kata pegawainya sudah keluar lewat pintu belakang," kata Soedarto yang mendampingi Acah.


Kemarin, Kamis, 23 Juni 2011, Acah didampingi anak Karsih, Toto Isyanto (13), serta Soedarto, mengadu ke Fraksi Demokrat. Nenek malang itu diterima Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah, Sekretaris Fraksi Saan Mustopa, serta Anggota Komisi IX, Nova Riyanti Yusuf.


Saan menyatakan, akan membantu mencari tahu tentang nasib Karsih. Menurutnya, berdasar data Migrant Care, Karsih termasuk 28 TKI yang terancam Pancung. Tertulis, Karsih dituduh dalam kasus pembunuhan. "Saat memakan mi yang dibuat Karsih, anak majikannya langsung meninggal. Makanya dia dilaporkan ke polisi," kata Saan.


Saan sendiri secara pribadi akan mengirimkan surat ke BNP2TKI dan Kemenlu serta jaringannya di Arab Saudi untuk mengetahui kondisi Karsih. "Apakah sebagai tahanan atau bagaimana," ujarnya. (ren)


Sumber (http://nasional.vivanews.com/news/read/228845-cerita-nenek-acah-cari-anaknya-divonis-mati)

siicubhay
24th June 2011, 03:16 PM
emang susah juga nyalahin pemerintah ndan..
soalny orang lluar negeri juga suka nutup2 in kasus..

fahmi85
24th June 2011, 11:09 PM
wew, hukuman pancung, serem banget ndan

LoperKoran
25th June 2011, 10:11 AM
http://image.tempointeraktif.com/?id=80874&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=80874&width=490)
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada sebuah penampungan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) di Kelurahan Jatisari, Kota Bekasi, Rabu (22/6). Sejumlah TKI belum bisa diberangkatkan dikarenakan ada 12 orang calon TKI yang bermasalah karena belum berusia 21 tahun, buta huruf, sakit dan hamil. TEMPO/Tony Hartawan



TEMPO Interaktif, Jakarta - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR mendata setidaknya masih ada 25 tenaga kerja Indonesia yang terancam hukuman pancung karena didakwa membunuh di Arab Saudi. Semua TKI belum dapat dipastikan terbebas dari eksekusi pancung karena belum mendapat pengampunan.

"Kami sampaikan ini agar jika keluarga TKI tidak tahu menjadi tahu, dan setelah itu bisa bekerja bersama dengan fraksi kami untuk mencari keberadaannya," kata anggota Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, dalam konferensi pers di ruang fraksi, Jum'at 24 Juni 2011.

Dua puluh lima TKI yang terancam pancung itu antara lain Abdul Azizi asal Kalimantan Selatan, Ahmad Zizi Hartiti (Kalsel), Muhammad Rusyidi Muhyi Jamil (Kalsel), Saeful Mubarak Haji Abdullah (Kalsel), Sam'ani bin Muhamad Niyan (Majalengka), Ety binti Toyib Anwar (Majalengka), Jamilah binti Abidin Rofii (Cianjur), Siti Zainab binti Duhri Rupa (Malang), Suaidiah binti Sumidi (Malang), Satinah binti Jumadi (Semarang), Warnah binti Warta Niing (Karawang), Sumartini binti Manaungi Galisung (Sumbawa), Nukoryah binti Marsan (Karawang), Muhamad Daham Arifin (Kalsel), Ahmad Fauzi bin Abu Hasan (Madura), Darmawati binti Tarjani (Kalsel), Hafidz bin Kholil Sulam (Madura), Hanan binti Muhammad Mahmud (Madura), Sulaimah binti Misnadin (Kalbar), Tuti Tursilawati binti Warjuki (Majalengka), Masamah binti Raswa (Cirebon), Emi binti Katma Mumu (Sukabumi), Bayanah binti Banhawi (Tangerang), Tarsini binti Tamir (Brebes), dan Halimah binti Tarma Amir (Garut).

Fraksi PDIP meminta presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa membebaskan 25 TKI yang terancam pancung di Saudi itu. "SBY harus bertemu langsung dengan Raja Saudi, duduk dan mendiskusikan tentang permintaan pengampunan. Kalau bisa SBY pulang bersama para TKI itu," ujar Tubagus Hasanuddin, menimpali pernyataan Rieke.


MAHARDIKA SATRIA HADI

:bana2: :rate5: (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/24/brk,20110624-343166,id.html) :bana2:

breddanation
25th June 2011, 10:25 AM
penghargaan tertinggi bagi para pahlawan devisa,hanya bisa nonton dan minta maaf..........urusan dlm aja kacrut apalagi urusan luar?!
masi teringat akan kapal perang RI yg sngaja ditabrak kapal malay,lagi dan lagi kita yg minta maaf,....ilaaaaannng harga diriiiiii :muntah::shout::hammer2::hammer3::fuck2: to SBY

ceriwiser
25th June 2011, 06:59 PM
Pembentukan Satgas TKI Dinilai Hanya Solusi Klasik SBY

http://image.tempointeraktif.com/?id=81027&width=274
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan pers soal perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta, (23/6).



TEMPO Interaktif, Jakarta - Analis Kebijakan Publik Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai pembentukan Satuan Tugas Khusus TKI hanyalah langkah reaktif dan solusi yang berulangkali dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini solusi klasik yang dilakukan berulang-ulang," ujarnya dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Sabtu 25 Juni 2011.


Pembentukan Satgas Khusus TKI ini disampaikan Presiden SBY saat menggelar jumpa pers di kantor Presiden, Kamis 23 Juni lalu, untuk merespon kasus pemancungan Ruyati. Pernyataan Presiden ini dikeluarkan lima hari setelah Ruyati binti Satubi, TKI asal Bekasi, Jawa Barat, dipancung di Arab Saudi pada Sabtu pekan lalu. Satgas, kata Presiden, akan bertugas khusus memantau para warga negara yang terancam hukuman mati di luar negeri.


Menurut catatan Wahyu, pembentukan Satgas seperti ini seringkali dianggap sebagai obat mujarab untuk menangani permasalahan TKI. Ia menyebut setidaknya sudah dua Satgas yang dibentuk Presiden SBY terkait isu serupa. "Saat menangani TKI di Malaysia dibentuk Satgas, dan bermasalah. Kemudian ada kasus perdagangan manusia, juga dibentuk Satgas," tuturnya.

Padahal, ia melihat pembentukan dua Satgas ini tak ada implikasi positifnya dalam penanganan masalah TKI dan perdagangan manusia. "Sampai sekarang budgetnya masih ada, tapi tidak jalan," katanya.

Ia pun meminta pemerintah sebaiknya tegas terhadap negara-negara yang selama ini banyak menjadi tempat permasalahan tenaga kerja Indonesia. Misalnya Arab Saudi. Ia mengatakan pemerintah sebaiknya tegas untuk menghentikan pengiriman TKI ke negara ini dan aktif membuka pasar baru tenaga kerja di negara lain, ketimbang kembali berunding dengan Saudi. "Pemerintah juga harus kreatif mencari pasar tenaga kerja di luar negeri," ujarnya.

sumber
(http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/25)

azharmaice
26th June 2011, 11:24 PM
orang orang di samping SBY udah ga ada yang bener, Rieke mah bagus, lebih bik sby turun aja kali ya ndan :tanya: :sengsara:

D13ND
23rd July 2011, 08:12 AM
REVOLUSI IS THE ONLY WAY???
IS IT TRUE???
"shame on you"
presiden mana yang dikata2in seperti itu malah cuek?!
brtindak dong?!
kesannya malah gini "SAPA SURUH LU JADI TKI"
anjing!!! mang TKI ga ngefek pa ma devisa negara?!!
dasar munafik!!
:shout::penggal::shine::shine::shine::shine:

DreamWorld
23rd July 2011, 11:26 AM
REVOLUSI IS THE ONLY WAY???
IS IT TRUE???
"shame on you"
presiden mana yang dikata2in seperti itu malah cuek?!
brtindak dong?!
kesannya malah gini "SAPA SURUH LU JADI TKI"
anjing!!! mang TKI ga ngefek pa ma devisa negara?!!
dasar munafik!!
:shout::penggal::shine::shine::shine::shine:
kata-katanya agak diperhalus ndan :gg:

faceall
10th November 2011, 12:41 AM
sadis bener ya hukuman disana =___=

espanas
10th November 2011, 08:52 AM
di luar negri tki kurang bgt perlindungan hukumnya. padahal pahlawan negara menghasilkan devisa tp kalo mati cuma di anggep bangke :mewek:

asuteles
10th November 2011, 09:23 AM
Darsem lolos dari hukuman pancung tapi hrs byr ganti rugi 4,7 M WTF
k mana az neeh pemerintah :mewek:

kasian pahlawan devisa kita....

arinayu
10th November 2011, 02:36 PM
No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................No comentt lahhhh
........................................