firmanway
20th October 2016, 05:48 PM
http://katadata.co.id/public/media/images/thumb/2016/06/21/2016_06_21-15_32_50_6c6f54f57d58ad2e72182ceebd60fd57_620x413_ thumb.jpg
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sudah berjalan genap dua tahun, masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Ekonom menyoroti poin-poin ekonomi dalam program Nawa Cita yang masih belum tercapai.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencatat, tiga program Nawa Cita di bidang ekonomi hingga kini belum memuaskan. Ketiga program itu adalah kemandirian ekonomi, membangun Indonesia dari pinggiran, dan peningkatan produktifitas dan daya saing ekonomi.
"Saya pikir pencapaiannya masih jauh dari harapan," katanya dalam diskusi bertajuk “Dua Tahun Nawacita: Lampu Kuning Produktivitas dan Daya Saing” di Jakarta, Kamis (20/10).
Dari sisi daya saing, Enny melihat terjadinya penurunan. Ia mengacu kepada penurunan peringkat daya saing Indonesia dalam Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) di posisi 41. Padahal, posisi Indonesia tahun sebelumnya di peringkat 37. "Tahun 2014 juga masih berada di posisi 31," katanya.
Enny juga menilai kondisi kemudahan berusaha di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Hal itu tercermin dari peringkat Ease of Doing Business Indonesia yang dirilis Bank Dunia, yang menempatkan Indonesia di posisi 109 dari 189 negara. Posisi ini di bawah beberapa negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Hal tersebut terlihat dari beberapa indikator kemudahan usaha, seperti indeks memulai usaha, mendaftarkan properti, pembayaran pajak, serta perdagangan lintas negara. "Selain itu produktifitas manufaktur kita juga saat ini menurun," kata Enny.
Sekadar informasi, pemerintah sebenarnya telah berupaya mendongkrak peringkat kemudahaan usaha itu dengan penyerhanaan berbagai perizinan dan persyaratan usaha. Upaya tersebut juga dimasukkan dalam salah satu paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah beberapa bulan lalu. Tujuannya agar peringkat 40 kemudahan usaha yang ditargetkan Presiden dapat segera tercapai.
Sementara itu, dari sisi kemandirian ekonomi, Indef menyoroti melonjaknya impor barang konsumsi hingga 12,8 persen pada periode Januari - September 2016. Sebaliknya, impor barang modal yang digunakan untuk memacu industri malah merosot 12,6 persen.
Begitu pula dengan instrumen kebijakan nontarif pemerintah dalam menahan serbuan impor. "Instrumen kebijakan nontarif kita juga hanya 272 jenis, padahal Amerika Serikat punya 4.780 jenis," kata peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus.
Baca Selengkapnya Disini ==> Dua Tahun Jokowi (http://katadata.co.id/berita/2016/10/20/dua-tahun-jokowi-daya-saing-dan-kemandirian-ekonomi-jadi-sorotan)
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sudah berjalan genap dua tahun, masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Ekonom menyoroti poin-poin ekonomi dalam program Nawa Cita yang masih belum tercapai.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencatat, tiga program Nawa Cita di bidang ekonomi hingga kini belum memuaskan. Ketiga program itu adalah kemandirian ekonomi, membangun Indonesia dari pinggiran, dan peningkatan produktifitas dan daya saing ekonomi.
"Saya pikir pencapaiannya masih jauh dari harapan," katanya dalam diskusi bertajuk “Dua Tahun Nawacita: Lampu Kuning Produktivitas dan Daya Saing” di Jakarta, Kamis (20/10).
Dari sisi daya saing, Enny melihat terjadinya penurunan. Ia mengacu kepada penurunan peringkat daya saing Indonesia dalam Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) di posisi 41. Padahal, posisi Indonesia tahun sebelumnya di peringkat 37. "Tahun 2014 juga masih berada di posisi 31," katanya.
Enny juga menilai kondisi kemudahan berusaha di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Hal itu tercermin dari peringkat Ease of Doing Business Indonesia yang dirilis Bank Dunia, yang menempatkan Indonesia di posisi 109 dari 189 negara. Posisi ini di bawah beberapa negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Hal tersebut terlihat dari beberapa indikator kemudahan usaha, seperti indeks memulai usaha, mendaftarkan properti, pembayaran pajak, serta perdagangan lintas negara. "Selain itu produktifitas manufaktur kita juga saat ini menurun," kata Enny.
Sekadar informasi, pemerintah sebenarnya telah berupaya mendongkrak peringkat kemudahaan usaha itu dengan penyerhanaan berbagai perizinan dan persyaratan usaha. Upaya tersebut juga dimasukkan dalam salah satu paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah beberapa bulan lalu. Tujuannya agar peringkat 40 kemudahan usaha yang ditargetkan Presiden dapat segera tercapai.
Sementara itu, dari sisi kemandirian ekonomi, Indef menyoroti melonjaknya impor barang konsumsi hingga 12,8 persen pada periode Januari - September 2016. Sebaliknya, impor barang modal yang digunakan untuk memacu industri malah merosot 12,6 persen.
Begitu pula dengan instrumen kebijakan nontarif pemerintah dalam menahan serbuan impor. "Instrumen kebijakan nontarif kita juga hanya 272 jenis, padahal Amerika Serikat punya 4.780 jenis," kata peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus.
Baca Selengkapnya Disini ==> Dua Tahun Jokowi (http://katadata.co.id/berita/2016/10/20/dua-tahun-jokowi-daya-saing-dan-kemandirian-ekonomi-jadi-sorotan)