Gusnan
1st July 2016, 05:09 AM
http://assets.kompas.com/data/photo/2016/06/29/20394882016-06-29-20.35-.40-780x390.jpg
KPK berhasil menyita barang bukti uang suap sebanyak 40 ribu dollar Singapura dan Rp. 500 juta dalam bentuk bukti transfer. KPK menyita uang dan bukti transfer tersebut dari rumah IPS di komplek perumahan anggota DPR RI di Jakarta.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksmana menyatakan, penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kader Partai Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) di DPR, I Putu Sudiartana, layak diberi status Operasi Tangkap Tangan (OTT), meskipun alat buktinya hanya berupa bukti transfer. "Jadi, menilai itu termasuk OTT apa tidak, kita harus mengacu ke KUHAP, di KUHAP kan tertulis bahwa OTT itu pengertiannya kan penangkapan di saat terjadinya transaksi, dan transaksi bisa berupa fisik atau nonfisik seperti lewat transfer," ujar Ganjar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/6/2016).
Ganjar pun membantah pernyataan Partai Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) yang menilai bahwa bukti OTT KPK cukup lemah karena bukti transfer yang ditemukan KPK tidak mengarah kepada Putu.
"Sekarang begini, tidak mungkin kan pihak yang menyuap langsung mentransfer ke pihak menerima suap, pasti ada perpanjangan tangan yang mewakili mereka agar mereka tak mudah tertangkap, begitu pun dalam bukti transfer kali ini," kata Ganjar.
Dia pun menyatakan pastinya KPK memiliki penjelasan yang kuat terkait alat bukti yang ditemukannya berupa bukti transfer.
"Dan penjelasan mengenai alat bukti yang ditemukan KPK tersebut memang bukan konsumsi publik, dan hanya akan digunakan dalam persidangan, pastinya KPK punya alasan untuk itu, dan itu bisa mereka pertanggungjawabkan di persidangan nanti," tutur Ganjar.
Ganjar menambahkan, jika Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) ingin membantah status OTT yang disematkan KPK, Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) bisa menggunakan argumen waktu penangkapan, bukan menggunakan argumen mengenai keharusan adanya uang dalam bentuk fisik saat penangkapan.
"Jadi kalau mereka mau membantah itu bukan OTT, dicek saja waktu penangkapan dan waktu transfer atau penerimaan transfernya berdekatan atau tidak dengan penangkapannya, kalau iya, berarti masuk ke dalam kategori OTT," papar Ganjar.
"Karena pengertian OTT itu kan penangkapan saat sedang atau sesaat setelah berlangsungnya transaksi. Kalau penangkapan dilakukan sesaat setelah transfer, itu namanya tetap OTT," lanjut Ganjar.
KPK berhasil menyita barang bukti uang suap sebanyak 40 ribu dollar Singapura dan Rp. 500 juta dalam bentuk bukti transfer. KPK menyita uang dan bukti transfer tersebut dari rumah IPS di komplek perumahan anggota DPR RI di Jakarta.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksmana menyatakan, penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kader Partai Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) di DPR, I Putu Sudiartana, layak diberi status Operasi Tangkap Tangan (OTT), meskipun alat buktinya hanya berupa bukti transfer. "Jadi, menilai itu termasuk OTT apa tidak, kita harus mengacu ke KUHAP, di KUHAP kan tertulis bahwa OTT itu pengertiannya kan penangkapan di saat terjadinya transaksi, dan transaksi bisa berupa fisik atau nonfisik seperti lewat transfer," ujar Ganjar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/6/2016).
Ganjar pun membantah pernyataan Partai Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) yang menilai bahwa bukti OTT KPK cukup lemah karena bukti transfer yang ditemukan KPK tidak mengarah kepada Putu.
"Sekarang begini, tidak mungkin kan pihak yang menyuap langsung mentransfer ke pihak menerima suap, pasti ada perpanjangan tangan yang mewakili mereka agar mereka tak mudah tertangkap, begitu pun dalam bukti transfer kali ini," kata Ganjar.
Dia pun menyatakan pastinya KPK memiliki penjelasan yang kuat terkait alat bukti yang ditemukannya berupa bukti transfer.
"Dan penjelasan mengenai alat bukti yang ditemukan KPK tersebut memang bukan konsumsi publik, dan hanya akan digunakan dalam persidangan, pastinya KPK punya alasan untuk itu, dan itu bisa mereka pertanggungjawabkan di persidangan nanti," tutur Ganjar.
Ganjar menambahkan, jika Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) ingin membantah status OTT yang disematkan KPK, Demokrat (http://nasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) bisa menggunakan argumen waktu penangkapan, bukan menggunakan argumen mengenai keharusan adanya uang dalam bentuk fisik saat penangkapan.
"Jadi kalau mereka mau membantah itu bukan OTT, dicek saja waktu penangkapan dan waktu transfer atau penerimaan transfernya berdekatan atau tidak dengan penangkapannya, kalau iya, berarti masuk ke dalam kategori OTT," papar Ganjar.
"Karena pengertian OTT itu kan penangkapan saat sedang atau sesaat setelah berlangsungnya transaksi. Kalau penangkapan dilakukan sesaat setelah transfer, itu namanya tetap OTT," lanjut Ganjar.