Gusnan
21st June 2016, 05:01 AM
http://assets.kompas.com/data/photo/2016/05/19/2220015download16780x390.jpg
Donald Trump
NEW YORK, Bakal calon presiden AS dari Partai Republik Donald Trump kembali melontarkan usul kontroversi terkait warga Muslim AS pasca-penembakan kelab malam di Orlando.
Pada Minggu (19/6/2016) atau sepekan setelah tragedi Orlando, Trump mengatakan sudah saatnya dan sangat "masuk akal" jika pemerintah AS mulai melakukan profiling terhadap umat Muslim negeri itu.
"Saya kira memprofilkan (Muslim) adalah sesuatu yang harus kita lakukan sebagai sebuah negara," ujar Trump dalam wawancaranya dengan stasiun televisi CBS.
"Banyak negara yang melakukan hal serupa. Anda lihat Israel dan negara lainnya. Mereka melakukannya dan sukses. Anda tahu, saya sebenarnya benci konsep profiling, tetapi kita harus mulai menggunakan akal sehat," tambah Trump.
Pernyataan Trump terkait penembakan Orlando yang dilakukan Omar Mateen itu semakin melebarkan jarak antara dia dan para politisi senior Partai Republik.
Para politisi senior itu sangat mengkhawatirkan masa depan partai itu dalam pemilihan presiden mendatang jika Trump tak berhenti mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Di sisi lain, berbagai jajak pendapat menunjukkan, calon kuat Partai Demokrat (http://internasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) Hillary Clinton saat ini menduduki posisi di atas sang taipan asal New York itu.
Sebenarnya sudah ada permintaan dari partai agar Trump sedikir "mengerem" retorikanya. Namun, permintaan itu ditanggapi dingin dan Trump malah meminta para politisi yang tak sepakat dengan dirinya sebaiknya tutup mulut.
Soal profiling, sudah sejak lama warga AS keturunan Afrika atau Hispanik menentang kebijakan tersebut.
Di hari yang sama, Trump juga mengatakan, pemerintah AS sudah seharusnya memeriksa seluruh masjid dengan cara yang sama seperti yang pernah dilakukan Unit Demografi Kepolisian New York.
Kantor berita Associated Press mengatakan, dengan bantuan CIA, unit kepolisian ini mengumpulkan data terkait berbagai data soal umat Muslim di New York.
Berbagai data yang dikumpulkan itu mulai dari alamat rumah, alamat kerja, tempat beribadah hingga kebiasaan mereka berbelanja.
Polisi bahkan menginfiltrasi kelompok pelajar Muslim dan menaruh informan di berbagai masjid untuk memantau kotbah-kotbah.
"Lakukan seperti mereka (kepolisian New York) pernah lakukan sebelum dihentikan oleh wali kota saat ini," kata Trump.
Donald Trump
NEW YORK, Bakal calon presiden AS dari Partai Republik Donald Trump kembali melontarkan usul kontroversi terkait warga Muslim AS pasca-penembakan kelab malam di Orlando.
Pada Minggu (19/6/2016) atau sepekan setelah tragedi Orlando, Trump mengatakan sudah saatnya dan sangat "masuk akal" jika pemerintah AS mulai melakukan profiling terhadap umat Muslim negeri itu.
"Saya kira memprofilkan (Muslim) adalah sesuatu yang harus kita lakukan sebagai sebuah negara," ujar Trump dalam wawancaranya dengan stasiun televisi CBS.
"Banyak negara yang melakukan hal serupa. Anda lihat Israel dan negara lainnya. Mereka melakukannya dan sukses. Anda tahu, saya sebenarnya benci konsep profiling, tetapi kita harus mulai menggunakan akal sehat," tambah Trump.
Pernyataan Trump terkait penembakan Orlando yang dilakukan Omar Mateen itu semakin melebarkan jarak antara dia dan para politisi senior Partai Republik.
Para politisi senior itu sangat mengkhawatirkan masa depan partai itu dalam pemilihan presiden mendatang jika Trump tak berhenti mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Di sisi lain, berbagai jajak pendapat menunjukkan, calon kuat Partai Demokrat (http://internasional.kompas.com/tag/Demokrat?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd) Hillary Clinton saat ini menduduki posisi di atas sang taipan asal New York itu.
Sebenarnya sudah ada permintaan dari partai agar Trump sedikir "mengerem" retorikanya. Namun, permintaan itu ditanggapi dingin dan Trump malah meminta para politisi yang tak sepakat dengan dirinya sebaiknya tutup mulut.
Soal profiling, sudah sejak lama warga AS keturunan Afrika atau Hispanik menentang kebijakan tersebut.
Di hari yang sama, Trump juga mengatakan, pemerintah AS sudah seharusnya memeriksa seluruh masjid dengan cara yang sama seperti yang pernah dilakukan Unit Demografi Kepolisian New York.
Kantor berita Associated Press mengatakan, dengan bantuan CIA, unit kepolisian ini mengumpulkan data terkait berbagai data soal umat Muslim di New York.
Berbagai data yang dikumpulkan itu mulai dari alamat rumah, alamat kerja, tempat beribadah hingga kebiasaan mereka berbelanja.
Polisi bahkan menginfiltrasi kelompok pelajar Muslim dan menaruh informan di berbagai masjid untuk memantau kotbah-kotbah.
"Lakukan seperti mereka (kepolisian New York) pernah lakukan sebelum dihentikan oleh wali kota saat ini," kata Trump.