Log in

View Full Version : 10 Makanan Tradisional yang Mulai Punah Namun Membuat Anda Serasa Muda Kembali


SuleTerbang
25th April 2016, 10:46 AM
https://gudeg.net/cni-content/uploads/files/images/Menu-Wisata-Kuliner-Yogyakarta%20%2824%29.JPG





Ada juga yang menyebutnya untir-untir, pluntir, untir atau kue tambang. Kue ini terbuat dari tepung terigu, gula pasir serta beberapa bahan lainnya. Dinamai kue tambang karena bentuknya yang melilit seperti tambang. Biasanya kue ini disajikan saat arisan ibu-ibu, Idul Fitri atau Idul Adha. Warnanya pun beragam. Ada yang coklat muda. Ada yang lebih gelap. Biasanya untuk menjaganya tetap renyah, kue ini dimasukkan ke dalam toples. Selain cocok sebagai teman minum teh, kue tambang atau unter – unter ini pas buat kudapan untuk belajar.



Di beberapa pasar tradisional, kue ini masih relatif mudah ditemui. Harganya pun beragam. Per kilonya antara Rp 30000 – Rp 40000. Sebelum membeli Anda sebaiknya mencoba terlebih dulu karena ada yang sudah lama tersimpan dan dibungkus kurang rapat sehingga rasanya tengik. Selain itu Anda bisa membeli yang warnanya sama.



#9 Madumongso



https://gudeg.net/cni-content/uploads/files/images/Menu-Wisata-Kuliner-Yogyakarta%20%286%29.JPG



Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya. Situasi itu juga terjadi dengan jenang krasikan. Meskipun secara tekstur dan rasa serupa namun beda wilayah penamaannya pun berlainan. Di daerah Jawa Barat, makanan manis, lengket serta agak membal ini disebut dodol. Sedangkan di Jawa Tengah dan sekitarnya dinamai jenang.



Jenang Krasikan atau disebut juga kue Ladu ini menjadi camilan favorit untuk oleh-oleh khas Jawa Tengah. Uniknya, makanan ini membuat penikmatnya merasakan sensasi yang berbeda. Dalam bahasa Jawa sebutannya ngeres atau seperti berpasir ketika dikunyah.



Selain itu cara memasaknya pun sangat unik. Bahan dasar berupa beras kentan dicampur santan, gula merah, serta parutan kelapa. Lalu, ketiganya dimasak di dalam satu periuk selama beberapa jam. Setelah mengental, adonan jenang itu diletakkan di wadah seperti loyang sampai dingin. Proses terakhirnya dipotong-potong sesuai selera. Biasanya hanya persegi panjang, lalu dibungkus plastik bening.



Untuk mendapatkannya, Anda bisa mengunjungi beberapa tempat oleh-oleh. Harganya bervariasi, tergantung ukuran dan “nama besar” pembuatnya. Sedangkan bagi yang ingin langsung mengunjungi “markas besar” pengrajinnya bisa datang ke rumah ibu Sunarti di Dusun Glagah, Desa Sirahan, RT 19, RW 05, Salam, Magelang, Jawa Tengah. Atau menghubungi nomer 0813 2887 9887.



#7 Kuping Gajah



https://gudeg.net/cni-content/uploads/files/images/Menu-Wisata-Kuliner-Yogyakarta%20%282%29.JPG



Jika diartikan satu persatu, nama Endog Gludug terdengar gahar. Endog dalam bahasa Jawa berarti telur. Sedangkan gludug bermakna gemuruh. Kalau digabungkan jadi telur yang bergemuruh. Wuih, selain serem juga absurd ya?



Nama lainnya pia telur gajah. Salah satu penjual makanan di pasar Kotagede menyebutnya sebagai pia telur penyu. Istilah itu muncul karena jajanan ini mirip kue pia dengan ukuran yang lebih besar. Sedangkan dikaitkan dengan “telur penyu” karena secara visual bulat dan putih mirip dengan telur hewan amfibi itu.



Menurut beberapa sumber, endog gludug ini banyak terdapat di kota Banyumas, Purwokerto serta Purbalingga. Namun, di pasar-pasar di provinsi Yogyakarta juga ada.



Bahan pembuatnya hampir sama dengan pia yaitu tepung terigu. Setelah beberapa bahan dicampur, pia ini lalu dibakar menggunakan oven bata berbentuk silinder. Campuran antara tepung terigu dan gula merah dilekatkan di dinding tungku. Setelah melembung karena panas, adonan itu akan berbentuk setengah telur. Agar tidak gosong atau meletus, maka si pembuat harus segera mengangkatnya.



Setelah matang dan dingin, kita akan mendapatkan Endog Gludug yang garing di luar tapi renyah di dalam. Saat ini selain berisi gula merah, ada berbagai rasa varian seperti bawang, nangka bahkan durian. Untuk membelinya, Anda cukup merogoh kocek Rp 8000 per bungkus.



#5 Kue Jahe Bentuk Orang



https://gudeg.net/cni-content/uploads/files/images/Menu-Wisata-Kuliner-Yogyakarta%20%284%29.JPG



Nah, makanan ini yang mencarinya sampai rasanya membuat tim gudegnet kepengin salto sambil snorkeling. Sehabis membelah pasar Kotagede, langsung ke pasar Beringharjo, lanjut pasar Pathuk keesokan harinya, lalu diakhiri di pasar Demangan. Hasilnya nihil. Berbekal informasi dari beberapa pedagang di pasar Pathuk, esok paginya tim kembali lagi.



Ternyata pedagang makanan manis berbalut daun janur ini ada di dekat pintu masuk di sebelah selatan pasar Patuk. Saat ditanya, kenapa kemarin (Selasa_red) tutup, ia menjawab hanya berjualan Rabu, Sabtu serta Minggu saja.

Makanan khas dari daerah Grabag, Purworejo ini sudah ada di Yogyakarta puluhan tahun lalu. Awalnya, kue berbalut daun kelapa (janur) ini hanya ditemui di pasar Grabag, Purworejo.



Cara memakannya pun unik. Anda tidak perlu membuka bungkusnya dari atas. Cukup bagian bawahnya di tekan menggunakan jari telunjuk sampai ujung kuenya keluar. Bagi Anda yang kurang sabar, bisa menarik ujung janurnya, lalu membukanya sampai ke bagian paling bawah.



Semakin hari kue ini semakin langka. Pernah tim gudegnet datang agak siang, penjualnya sudah pulang atau kuenya sudah habis. Bahkan, berkali-kali tim mendengar komentar kalau kue clorot sudah langka, keberadaannya hampir “punah” di beberapa pasar di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.



Pemerintah harus campur tangan. Melihat semakin sulitnya mencari kue ini, pemerintah perlu kembali menggalakan budaya konsumsi kue tradisional, dimulai dari konsumsi rapat pegawai negeri atau hidangan pejabat tertentu.

Bagi Anda yang penasaran ingin mencicipinya, bisa ke pasar Pathuk di hari Rabu, Sabtu atau Minggu. Mulai pukul 06.00 – 08.00 WIB. Penjualnya ada di pintu sebelah selatan. Harga per satu ikat (10 clorot) Rp. 7000.



#3 Wedang Tahu



https://gudeg.net/cni-content/uploads/files/images/Menu-Wisata-Kuliner-Yogyakarta%20%2812%29.JPG



Bisa jadi generasi tahun 2000-an hanya mengenal permen merah-kuning-hijau yang isinya coklat atau kacang seperti yang diproduksi perusahaan asal Amerika, M & M. Namun, jauh sebelumnya om dan tante kalian sudah akrab dengan produksi lokal yang isinya biskuit.



Selain warnanya cerah, permen ini juga lembut karena berisi remahan-remahan biskuit. Untuk mendapatkannya, relatif lebih mudah ketimbang saat “berburu” kue Clorot. Pada bebeapa pasar seperti Beringharjo dan Pathuk masih ada. Harganya antara Rp. 8000 – Rp. 10000 per bungkus. Yang menarik dari permen ini adalah sensasi klasiknya. Saat tim gudegnet menawarkannya kepada beberapa orang, ada yang berkomentar,” Permennya sudah lama ngga kelihatan di pasar.”



“OMG (Oh My God) ternyata gue udah tua ya. Ini permen waktu masih tk.”



#1 Limun Sarsaparilla Pakai Kawat