Log in

View Full Version : Novel : Kisah Para Keturunan Bajak Laut


ParokiKunyuk
21st April 2016, 10:55 AM
<span style="display:block; text-align:center;">Selama berabad-abad yang lampau, laut merupakan tempat terkaya di muka bumi. Ketika Laut menjadi jalan untuk mencapai penjuru dunia, menukar sutra dan rempah, menjadikan setiap tetes anggur berubah ke setiap keping emas dan perak, laut adalah surga bagi para penguasanya.

Hingga lahirlah para penguasa yang lebih besar lagi. Para penguasa yang serakah yang ingin menguasai semua kekayaan laut dan mencicipi sedikit banyak kenikmatan daratan. Bajak Laut. Nama-nama mereka dibisikkan dengan ketakutan di setiap deburan ombak dan setiap mendekati pantai, diteriakkan dengan jeritan yang takkan pernah dilupakan oleh semua tempat yang pernah disinggahinya.

Mereka mengambil semua yang dapat disentuh, menenggak semua yang dapat dinikmati lidah dan menghancurkan semua yang dapat diratakan.

http://s.kaskus.id/images/2016/01/14/7137770_20160114024856.jpg


Spoiler for Bab 1 A:
“Pergi ke kamarmu. Jangan sampai aku melihat wajahmu lagi berkeliaran di rumahku”


Aramos mendengus dan berlari ke bawah tanah. Dia membuka pintu dan membantingnya dengan sekuat tenaga. Sedetik kemudian suara melengking itu terdengar lagi. Aramos menutup telinganya dan meringkuk di dekat tempat tidur.



Suara ibu tirinya tidak terdengar lagi. Aramos meninju bantalnya dengan keras berulang-ulang kali. Hingga akhirnya dia lelah, dia duduk menghadap sebuah foto tua yang dipigura seadanya. Foto yang menggambarkan sepasang remaja berusia awal 20-an sedang duduk di tepi pantai itu sudah usang, dan tampak bekas dirobek. Namun dengan hati-hati telah disambung lagi dengan menggunakan perekat seadanya.



Aramos masih mengingat bagaimana ibu tirinya yaqng berhidung bengkok dan berambut merah seperti api, merobek foto itu setahun lalu. Ketika kesal karena ayahnya tidak meninggalkan harta warisan selain rumah tua yang ditempatinya saat ini. Ibu tirinya merobek dan membakar semua foto yang berhubungan dengan ayah ibunya. Beruntung saja dia berhasil menyelamatkan foto terakhir yang dilempar ibu tirinya ke kobaran api. Walaupun tangannya mengalami luka cukup parah, Aramos tidak perduli. Dia bahkan bersyukur karena kejadian itu ibu tirinya sempat diperiksa dinas sosial.



Kini ibu tirinya hanya berani membentaknya. Walaupun dia mengalami tekanan batin yang amat sangat melebihi luka di tangannya, Aramos tak pernah berani melarikan diri dari rumah itu. Dia tidak lagi memiliki keluarga lain selain ibu tirinya, dan Jason adik tirinya.



Hari ini untuk ketiga kalinya dia disalahkan atas sesuatu yang diperbuat oleh Jason. Adik tirinya yang berumur delapan tahun itu sangat licik. Pagi-pagi sekali dia dengan sengaja kencing di karpet ruang tamu. Tapi sesaat sebelum ibunya bangun, dia pura-pura kembali tidur di kamarnya. Sehingga yang disalahkan adalah Aramos.



Siangnya, setelah pulang sekolah, Jason dengan sengaja menjatuhkan baju-baju yang telah dicuci dan dijemurnya di halaman belakang. Sekali lagi ibunya menyalahkannya. Sambil menjewer, dia diminta untuk mencuci kembali semua baju itu.



Kini dia disalahkan karena memecahkan piring makan. Padahal itu dia lakukan untuk menghindari Jason yang ingin meludahinya. Menurut Jason itu permainan seru yang sedang trend di sekolahnya.



Aramos naik ke tempat tidurnya. Percuma saja dia menunggu dipanggil untuk makan malam. Karena sudah dapat dipastikan dia takkan mendapatkan apapun malam ini untuk mengisi perutnya yang keroncongan.



Sejak kematian ayahnya setahun lalu, tubuhnya yang ceking semakin ceking saja. Dia sudah tidak bersekolah lagi. Padahal tahun ini seharusnya dia mengikuti ujian nasional untuk tingkat SMP. Tapi tak ada yang perduli, bahkan guru-gurunya yang menganggapnya tak terlalu pandai hanya sekali saja datang ke rumah, sekedar berbasa-basi menunjukkan keprihatinan karena dia berhenti sekolah.



Sejak saat itu, tidak ada lagi yang datang menemuinya. Dia yang memang tidak memiliki teman dekat, semakin kehilangan teman. Dia kini hanyalah seorang anak yatim piatu yang hidup dari belas kasihan ibu tirinya.



Aramos hampir saja jatuh tertidur ketika pintunya diketuk dengan keras oleh ibu tirinya. Aramos memandang jam meja usang di lantai. Pukul sebelas malam. Seharusnya ibu tirinya sudah tidur jam begini. Apakah ibu tirinya menyiapkan sedikit makan malam untuknya?



Aramos menggeleng sambil tersenyum kecut. Baginya itu adalah kemungkinan yang jauh dari kenyataan.

“Aramos……Aramos……Aramos…..bangun kamu. Cepat. Ada yang ingin bertemu denganmu.”



Aramos mengerutkan keningnya. Suara ibunya yang super nyaring membuatnya jelas mendengarkan semua, kata per kata, yang keluar dari mulut ibunya.



Dengan bersemangat dia membuka pintu. “Siapa, bu?”



Ibu tirinya tampak sedang berkacak pinggang tak sabar.



“Seseorang dari dinas sosial”



Aramos mengerutkan keningnya. Sudah setahun dia tidak bertemu dengan petugas dinas sosial. Sejak ibu tirinya berjanji akan menjaganya dengan baik, agar rumah itu dapat menjadi miliknya, mereka tak pernah lagi datang.



“Malam-malam begini? Mau apa dia?”



“Mana ku tahu! Lebih cepat kau temui dia, maka akan lebih baik. Dia akan lebih cepat pergi. Oh ya, ingat jangan macam-macam. Kamu tidak boleh mengatakan apapun yang merugikanku. Ingat. Bila aku kehilangan rumah ini, maka kamu pun akan kehilangan tempat tinggal. Di luar sana dunia akan lebih kejam untuk anak tidak berguna sepertimu”



Aramos menelan ludah dan mengangguk pelan. Dia sadar kata-kata ibu tirinya mengandung setitik kebenaran. Dengan pelan dia menaiki tangga mengikuti ibu tirinya.



“Nah, ini dia. Kalian bicaralah. Lebih cepat lebih baik. Aku harus tidur”



Aramos memandang pria petugas dinas sosial dengan bingung. Pria itu bertubuh pendek dan sangat berisi. Jasnya hampir saja tidak muat untuk menutupi perutnya. Tapi wajahnya sangat bersahabat. Dia tampak menyenangkan di balik seragamnya yang menakutkan. Sangat berbeda dengan petugas-petugas dinas sosial yang dulu pernah ditemuinya.



Pria itu juga memandangnya dari kaki sampai kepala dengan puas. Senyumnya semakin tersungging ketika melihat kebingungan Aramos.



“Nyonya Soammer, kalau bisa bolehkah saya mengajak Aramos berbicara di luar”



“Untuk apa? Ini sudah malam. Aku tak ingin disalahkan bila…..”



“Tak usah khawatir. Karena ini permintaanku, tak ada yang akan menyalahkan anda.”



Ibu tirinya tampak menyipitkan mata seperti seekor kucing yang licik. Itu biasa dia lakukan bila ingin menyelidiki seseorang. Setelah yakin bahwa pria pendek itu bersungguh-sungguh dengan ucapannya, dia pun memandang Aramos.



Dia memandang Aramos dengan nada peringatan. Kalau bisa diterjemahkan, dia bermaksud memperingatkan Aramos agar tidak macam-macam atau mengatakan hal-hal yang merugikannya.



“Baiklah. Tapi jangan buat aku menunggu lama-lama. Aku tak ingin tidur terlambat hanya karena kalian.”



Setelah mengucapkan terima kasih, pria itu keluar sambil mengapit lengan Aramos. Pegangannya tidak terlalu keras, tapi tidak juga longgar. Dia seakan-akan ingin mengatakan bahwa Aramos harus segera mengikutinya.



Awalnya Aramos berpikir mereka akan berbincang-bincang di halaman depan. Tapi ternyata pria pendek itu mengajaknya hingga ke luar halaman. Dia bahkan mengajak Aramos terus ke arah jembatan dan berbelok masuk ke salah satu sisi jalan raya.



Sebelum berbelok, Aramos sempat melihat ibu tirinya berdiri berkacak pinggang di teras kecil mereka dengan diterangi lampu lima watt. Wajahnya tak terlihat jelas, tapi tampaknya dia juga sedikit heran dengan perlakuan pria pendek ini.



Aramos tiba-tiba merasa ketakutan. Di belokan itu tampak menunggu sebuah mobil mewah. Dengan segera dia di dorong masuk. Dan sedetik kemudian mobil itu melaju menuju ke kota.






Spoiler for Bab 1 B:
Aramos memandang pria kecil tadi dengan heran. Dia seakan tak mampu berkata apa-apa karena merasa seperti diculik, atau mungkin dia memang diculik oleh pria kecil gemuk ini. Tapi untuk apa? Apa maksudnya?


Pria kecil itu tetap terlihat ramah di kegelapan mobil yang melaju menuju arah kota. Dengan gugup Aramos memandang interior mobil mewah itu. Seperti layaknya mobil-mobil para selebritis, mobil itu memiliki segala macam fasilitas. Tampak bar mini dengan berbagai macam minuman. Di sebelahnya sebuah wadah kaca dengan diterangi lampu kecil menerangi berbagai jenis kue yang terlihat sangat menggiurkan. Saking terpananya, perut Aramos meneriakkan apa yang dipikirkan oleh Aramos yang sedang kelaparan.



Pria kecil itu tertawa. Dengan sigap dia membuka lemari kaca itu di tengah mobil yang lagi melaju.



“Ambillah. Tak usah ragu-ragu”



Aramos sesaat mengerutkan keningnya. Memikirkan dirinya diracuni dan dibunuh, entah dengan tujuan apa, membuatnya merasa sedikit ketakutan. Tapi ternyata tidak demikian dengan perutnya. Sekali lagi perutnya bernyanyi meneriakkan keinginan untuk diisi.



Dengan hati-hati Aramos mengambil sepotong kue coklat yang dihiasi berbagai jenis buah-buahan diatasnya. Pada gigitan pertama Aramos merasakan sensasi luar biasa. Seumur hidup tak pernah dia merasakan kue selezat itu. Tanpa malu dia mengambil kembali kue kedua yang dihiasi krim. Rasa yang sama didapatinya.



“Pelan-pelan saja.” Pria kecil itu menyodorkan sekotak susu coklat hangat padanya yang berasal dari penghangat dekat tempat duduknya.



Aramos mengangguk dan meminum susu itu dengan cepat. Sesaat kemudian dia sudah menikmati kotak yang kedua. Setelah puas menikmati tiga potong kue yang sangat lezat, Aramos bersandar di kursi empuk mobil mewah itu sambil tersenyum. Sesaat kemudian dia sadar sedang diperhatikan oleh pria yang tadi menjemputnya.



Dengan malu-malu, Aramos menghadap ke arah pria kecil tadi sambil menundukkan kepalanya.



“Maaf…… Kue tadi….. saya…… terima kasih… saya……”



“Tidak apa-apa. Oh ya , perkenalkan… Nama saya adalah Luis. Luis Partial”



“Tuan Luis….. Aramos” Aramos menggenggam jari-jari gemuk itu dengan bersemangat. Sekilas Aramos sempat melihat cincin yang dipakai Tuan Luis. Cincin itu memiliki sebuah symbol kuda laut di tengah-tengahnya.



“Baiklah, kurasa lebih cepat lebih baik kita bicara ke pokoknya. Sebelum ibumu…..”



“Ibu tiri”



Pria itu hanya tersenyum maklum “Iya, ibu tirimu itu merasa bosan menunggu kepulanganmu dan akhirnya memutuskan menguncimu di luar. Aku tentunya tak menginginkannya”



Aramos mengangguk. Hal itu pernah terjadi dulu sekali ketika dia kemalaman pulang dari kuburan ayah ibunya.



“Pernahkah kau mendengar tentang SOS?”



Aramos mengerutkan keningnya. “Bukankah itu kode untuk meminta pertolongan?”



Tuan Luis tersenyum dan mengangguk.



“Jadi kau tak tahu arti lainnya?”



Aramos menggeleng dengan bingung.



“Baiklah…… Aku akan menjelaskan semuanya padamu. SOS yang kumaksud adalah Son Of Sea. Itu adalah kelompok Bajak laut yang dulu pernah diselamatkan armada Inggris dan sekutunya. Pada awal tahun 1700-an, kelompok itu dibubarkan oleh Inggris. Namun sekitar seabad lalu kelompok itu kembali didirikan”



Aramos diam. Dia tidak tahu ujung pangkal dari pembicaraan ini.



“SOS didirikan kembali oleh pemerintahan Inggris dan sekutunya untuk mencari lokasi tempat penyimpanan harta karun yang dulu disembunyikan oleh para Bajak Laut. Karena alasan tertentu, masih begitu banyak harta yang belum ditemukan dan masih tersembunyi di dunia ini. Itu sebabnya untuk dapat menemukannya, Para sekutu menganggap membentuk kembali SOS dengan anggotanya para keturunan bajak laut, akan merupakan langkah yang efektif. Karena untuk dapat menebak arah pemikiran para bajak laut yang begitu kompleks, mereka yakin para keturunan bajak laut merupakan orang-orang yang tepat untuk menerjemahkannya”



“Lalu? Apa hubungannya dengan saya?”



Tuan Luis memandangnya penuh pengertian membuat Aramos terkesiap.



“Maksud anda aku adalah salah satu keturunan dari bajak laut. Benarkah? Apakah Ayahku memang keturunan bajak laut SOS?”



Tuan Luis memperbaiki duduknya.



“Bukan ayahmu. Tapi ibumu.”



“Ibuku? Ibuku keturunan bajak laut SOS? “



Tuan Luis menggeleng kepalanya dan tersenyum. Mobil beberapa menit lagi seharusnya sampai di kota. Tapi, mobil itu berbelok ke jalan alternative yang merupakan jalan putar untuk kembali ke rumahnya.



“Ibumu bukan keturunan SOS, tapi keturunan Dark Seas, pihak yang berseberangan dengan SOS”



“Lalu? Aku tak mengerti”



“Ketika SOS berperang dengan Dark Seas, SOS mengalami kekalahan yang cukup besar sehingga mengakibatkan dia harus menggabung kekuatan dengan Armada Inggris dan sekutunya. Dark Seas kemudian mengalami kekalahan yang cukup besar, dan sebagian besar dihukum mati oleh Pihak Inggris dan sekutu. Hanya sebagian kecil yang selamat dan berhasil melarikan diri.”



Aramos menelan ludah dengan gugup.



“Namun diantara dua pihak yang dihukum mati dan melarikan diri, ada sebagian kecil lainnya yang bernasib berbeda. Saat menghadapi tiang gantung, dengan mempertimbangkan beberapa hal, Pihak Inggris memutuskan mengampuni beberapa orang bajak laut Dark Seas. Salah satunya adalah moyangmu”



“Ketika SOS dibentuk kembali. Kakekmu, ayah dari ibumu, merupakan bagian dari angkatan awal kami. Dia direkrut saat masih berumur Sembilan tahun. Rekrutan termuda yang pernah dilakukan. Dan ketika kakekmu meninggal, ibumu sebenarnya adalah generasi kedua Bomberfish yang ingin kami rekrut, tapi karena kondisi nenekmu yang tak memungkinkan, ibumu menolak. Kini setelah mempertimbangkan usiamu dan kondisimu saat ini, kami panitia pembentuk dan pembimbing SOS, kamu dapat menyebutnya The Dolphin, berniat merekrutmu. Menjadikanmu bagian dari SOS”



Sesaat setelah semua kata-kata itu terserap, Aramos terpana.










Spoiler for Sisipan:
Butuh penulis cerpen/artikel ringan? Silahkan hubungi 085105451025 (harga bersahabat) :naikkuda::naikkuda: :naikkuda:


</div></div></div>