PDA

View Full Version : (pencerahan) ini jawaban buat lu yg masih belum paham apa yang terjadi di negara ini.


ApiAbadi22
15th April 2016, 09:52 AM
INI TRIT BERAT , JADI BACA DULU SAMPAI HABIS.BUAT LU YG OTAKNYA GA SAMPE MENDING JANGAN KOMEN DARIPADA CUMA CACI MAKI.SAMA DENGAN MENUNJUKAN KETOLOLAN LU.BUAT MAHASISWA2 YG SUKA DEMO BACA DULU INI TRUS MIKIR.GW MEMANG MILIH JOKOWI TAPI BUKAN PANASTAK N PANASBUNG.GW SEBEL AJA LIHAT2 TRIT2 N KOMEN2 DI MEDIA2 YG SURUH PRESIDEN TURUN PADAHAL BARU 6 BULAN MENJABAT.KAYAKNYA BENER KALAU ORANG INDONESIA KEBANYAKAN MAKAN MI INSTAN.JADI SEGALANYA MAU INSTAN.







Quote:Recent Economic and Financial Indicators Report

Posted on April 18, 2015 by Sari Octaviani



Dear para WNI dimanapun Anda berada,



Saya lampirkan laporan ekonomi dan finansial negara-negara di berbagai belahan dunia. Tabel ini diambil dari majalah The Economist edisi cetak di Inggris tanggal 18 April 2015. The Economist adalah salah satu majalah berbasis ekonomi dan bisnis yang berkualitas di Inggris. Dengan harga per eksemplar Rp 100ribu, itu berarti dalam satu semester harga subscription-nya mencapai Rp 2,6 juta dan saya yakin nilai ini sama atau lebih mahal dari rata-rata biaya SPP per semester universitas negeri di Indonesia. Jadi, majalah ini gak level sama facebooknya Jonru atau website-website murahan yang dibuat berdasarkan pesanan orang. Majalah ini diperuntukkan untuk para eksekutif, pemerintah, atau organisasi internasional, bukan anak-anak kemarin sore yang bacaan sehari-harinya semacam “Udah Putusin Aja” atau buku-buku risalah pergerakan islami, atau malah 9gag.



http://s.kaskus.id/images/2015/04/21/7234194_20150421084320.jpg





Perlu ditegaskan bahwa bukan Jokowi sendiri, atau bahkan Kang Emil, yang bisa bikin pabrik Semikonduktor atau Smartphone! Tapi para engineer, akuntan, ahli hukum atau apapun itu keahlian spesifik kalian. Daripada kalian panas-panasan demo, lebih baik kan kalian belajar coding smartphone. Majalah Economist ini berpengaruh lo, bro! Kalo dia ngomong begitu, kemungkinan akan banyak investor yang terdorong untuk datang dan menggelontorkan duit mereka buat kita bikin teknologi yang lebih maju dari sekedar bikin suvenir gantungan kunci di Indonesia. Kalo kalian gak memanfaatkan kesempatan ini ya terserah aja sih. Suka-suka situ lah mau hidup gimana.



Dulu saya dapet beasiswa Schlumberger pertama kali saat pemerintahan SBY, sekarang saya dapat beasiswa untuk tahun kedua saat pemerintahan Jokowi. Apakah mereka berdua itu berjasa atas pencapaian saya ini? Well, bagi saya pemerintahan SBY atau pemerintahan Jokowi hanya berfungsi sebagai kata keterangan waktu, bukan hubungan sebab akibat atas kesuksesan atau kegagalan saya. Mau sekarang yang jadi Prabowo juga saya gak masalah. Kalo saya sampe gak bisa makan atau motor saya mogok gak ada bensinnya, berarti itu salah saya sendiri.



Sekali lagi saya kasih contoh : Saya sukses masuk PhD saat pemerintahan SBY. Saya mengerjakan riset yang sangat bagus saat pemerintahan Jokowi. Bukan : “Saya merasa merana karena dulu SBY jadi presiden”, atau bilang “Saya hidup susah karena Jokowi jadi presiden”. Terlalu jauh hubungan sebab akibatnya. Mungkin kalian juga harus mulai mengganti kalimat sebab akibat dengan kata-kata yang hanya menunjukkan hubungan waktu untuk siapapun presiden kita.



Dear saudara-saudara, kami para mahasiswa PhD ngerjain cuma 1 proyek riset yang “kecil” butuh waktu sampe 3 tahun. Ini presiden baru kemarin dilantik kok suruh nyelesaiin semua masalah bangsa yang udah kronis selama 6 bulan. Ini orang-orang BEM yang kemarin demo bisa gak ya nyelesaiin skripsi 3 minggu aja kira-kira? Though I agree that being stupid is one of human’s right, it is simply not recommended for you to use it. Saya ini suka beli kerudung buat nutupin kepala saya, tapi saya juga punya budget buat beli bacaan-bacaan bermutu untuk mengisi apa yang ditutupin sama kerudung saya.



Salam hangat dari kota Southampton…





Disclaimer : Tulisan ini sangat viral bagi saya. Harap dimengerti, ulasan ini hanyalah postingan blog dengan tingkat objektivitas sekitar 65%, bukan jurnal ilmiah yang datar dan garing tapi tingkat objektivitas bisa >95% karena diriset dalam jangka waktu yang lama oleh orang yang kompeten serta melalui proses editing yang ketat. Saya memasukkan opini pribadi saya mengenai beberapa hal di sini. Meski demikian, saya yakin untuk postingan seperti ini jarang yang bisa mencapai >50%, beberapa ada yang menuliskan cerita fiktif belaka tapi dibungkus seperti fakta. Majalah ini juga terbit tanggal 18 April siang, dan tanggal 18 April sore langsung saya tulis postingan ini. Jadi saya mohon maaf atas segala kekurangan di sana sini yang muncul karena saya tidak punya editor.





https://riemetalui.wordpress.com/201...cators-report/





sori sumber blog, tapi isinya yahud

ga setuju?? serbu tuh blognya hajar pake komen2 cerdas versi elu pada

nyinyiers otak kopong pergi ke laut aja ngobrol ama cumi.





link (http://ceri.ws/55361930162ec2880b8b4568/well-done-said-my-lady-soal-dollar-amp-rupiah/1)



Kenapa Dollar terus naik --> Bukan Rupiah nya yang turun (http://www.kaskus.co.id/show_post/554955609e74047f0a8b4567/163/kenapa-dollar-terus-naik----bukan-rupiah-nya-yang-turun)





Quote:Jokowi sindir SBY takut kehilangan popularitas jika naikkan BBM

http://s.kaskus.id/images/2015/04/19/7234194_20150419120520.jpg



Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sejumlah kebijakan yang dibuatnya bisa menurunkan popularitas dirinya di mata rakyat. Namun dia meyakini kebijakan tersebut akan bermanfaat bagi rakyat dan negeri ini ke depannya.



Untuk itu, dia memastikan akan mempertahankan kebijakan ekonominya terkait pengalihan subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM), penghentian ekspor bahan mentah (raw material) tambang, termasuk juga dalam hal impor bahan pangan seperti beras, jagung, dan kedelai.



Jokowi mengakui diperluka perubahan pola pikir yang total dalam memahami kebijakan ekonomi yang kini diambil pemerintah. Tidak mungkin hanya langsung mengubah, kemudian masyarakat bisa menerima. Orang nomor satu di Indonesia itu menegaskan dirinya siap dengan resiko tidak popular atas kebijakan yang diambilnya itu.



“Saya tahu dan saya sudah diingatkan oleh tangan kiri kita. Bapak kalau ini nanti dialihkan, pengalihan subdisi dari yang konsumtif dipakai kendaraan tiap hari kemudian dialihkan kepada sektor produktif, pertanian, perikanan, infrastruktur, hati-hati. Bapak bisa jatuh popularitasnya. Saya sampaikan, itu resiko sebuah keputusan,” tegas Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Sabtu (18/4/2015).



Dia mengaku sengaja fokus membenahi masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi tantangan global, termasuk pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015 ini, karena apapun ke depan pertarungannya kualitas sumber daya manusia (SDM).



"Pertarungannya ada disitu. Bukan masalah kekuatan sumber daya alam, tetapi ada di SDM, sumber daya manusia," kata dia.



Tidak bisa gunakan ‘booming’ SDA



Meskipun dikarunia sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah, Jokowi menyayangkan karena Indonesia tidak bisa menggunakan itu. Ia menunjuk contoh saat booming minyak pada tahun 1970-an, negeri ini tidak bisa membuat sebuah pondasi pembangunan yang baik.



Demikian pula, pada tahun 1980-an Indonesia booming kayu, sebagian besar ditebang dan lupa tidak membangun industri hilirnya. Lupa lagi tidak bisa membuat pondasi untuk pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.



Hal yang sama, lanjut Jokowi, kembali dilakukan Indonesia terkait ekspor batu bara. Diekspor ke negara lain yang membangun industri dengan batu bara Indonesia, produknya masuk ke Indonesia. Selajutnya, rakyat yang membeli produk produk mereka.



“Itu sebuah kesalahan. Kenapa tidak kita kunci, kita miliki. Kalau kamu mau buat industri, buat di Indonesia. Batu bara banyak di sini. Sehingga akan ada keuntungan pajak, tenaga kerja, nilai tambah yang lain lain, akan banyak sekali. Inilah yang akan kita lakukan,” papar Jokowi.



Untuk itulah, papar Jokowi, pemerintah akan mulai stop satu per satu. Tidak hanya masalah batu bara, tidak hanya nikel, tidak hanya masalah bauksit, tidak hanya masalah timah. “Ini harus kita olah, hilirisasinya ada di Indonesia. Kita sudah tidak mau lagi kita kirim mentahan. Diolah di sana, kembali ke sini kita beli,” tegasnya.



Dengan diolah di sini, Jokowi meyakini akan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya. “Itulah yang kita inginkan,” ujarnya.



Diakui Kepala Negara, untuk menuju ke sana, transisinya memang memerlukan perubahan pola pikir yang total. Tidak mungkin hanya langsung mengubah cepat kemudian semuanya bisa menerima.



Jokowi lantas menunjuk contoh soal impor beras yang sudah bertahun-tahun dilakukan. Sekitar Desember-Januari, dia mengakui adanya usul lagi kepadanya agar mengimpor beras dengan alasan stok sudah berbahaya.



“Saya cek memang tinggal sedikit. Tetapi setelah saya hitung, ini sampai berani sampai panen raya. Tetapi dengan keputusan seperti itu yang terjadi adalah spekulasi. Harga beras menjadi naik. Ini memang sebuah resiko yang harus saya ambil,” papar Jokowi.



Diakui Jokowi kalau keputusannya itu memang tidak popular. Tetapi ia menganggap harus berani mengubah itu, karena kalau Indonesia masih impor 3,5 juta ton per tahun, maka petani-petani kita tidak akan mau berproduksi.



“Untuk apa, impor aja lebih murah. Tetapi orang berproduksi menjadi marah. Ngapain kita berproduksi. Inilah sering saya sulit menjelaskan. Tetapi ini memang harus ini dijelaskan secara gambling,” kata Jokowi.



Menahan-nahan seperti itu ada resikonya. Kalau pemerintah memutuskan tidak impor berarti harganya akan naik, tetapi terus impor dari dulu sampai sekarang negeri ini akan seperti itu terus. Impor terus dan petani menjadi tidak rajin untuk berproduksi.



“Inilah yang terus kita tahan. Gula juga sama, kedelai juga sama. Inilah yang ingin kita benahi tetapi sekali lagi memerlukan perubahan pola pikir, total cara cara kita berproduksi,” jelas Kepala Negara.



Bakar uang Rp 1.300 Triliun



Presiden juga mengemukakan, saat memutuskan pengalihan pengalihan subsidi BBM dari yang konsumtif kepada yang produktif coba, semuanya demo. Padahal, jelas Jokowi, pemerintah ingin mengalihkan subsidi dari konsumtif kepada produktif.



Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun menikmati subsidi itu tanpa terasa. Setahun subsidi BBM Rp 300 triliiun dibakar dan hilang. Kalau 10 tahun menjadi Rp 3.000 triliun.



Setelah dicek, yang menikmati subsidi Rp 300 triliun per tahun itu, 82 persen adalah mereka yang punya mobil. Ia mempertanyakan hal itu, karena yang punya mobil disubsidi, yang lain malah tidak.



Padahal, lanjut Jokowi, sesuai dengan hitungan yang dimilikinya, untuk membangun jalur kereta api di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara sampai di Papua itu hanya butuh duit Rp 360 triliun. Tapi sampai saat ini pemerintah tidak bisa membangun karena tiap hari bakar yang namanya BBM itu dengan subsidi.





Kenapa pemerintahan yang dulu tidak berani memotong mengalihkan ke yang produktif, menurut Jokowi, karena masalah popularitas.


</div></div></div>