LawakBanget
13th April 2016, 09:15 AM
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2011/08/13138965927167329.jpg
Sang ayah wafat kala Khoirul baru lulus SD
Perjalanannya untuk menempuh pendidikan hingga ke Negeri Matahari Terbit itu cukup berliku. Tapi semangatnya belajar membuat dia bisa mengatasi segala kekurangan. Sebagai orang yang tinggal di desa, Khoirul harus membayar biaya kos saat sekolah di Kediri. Tapi ada yang membantunya dengan menawarkan tempat kos gratis. Begitu juga saat kuliah di Bandung. Selama empat tahun dia mendapatkan beasiswa.
Dan beasiswa juga yang membawanya melanjutkan studi di negara samurai. Lewat program beasiswa Panasonic, Khoirul bisa belajar di Nara Institute of Science and Technology. "Dan untuk program doktor di kampus yang sama dapat beasiswa dari satu perusahaan di Jepang," katanya.
Ternyata gairah meneliti Khoirul sudah muncul sejak kecil. Tatkala mendengar cerita tentang mumi Firaun yang utuh dengan dibalsam, dia coba terapkan pada bangkai burung. Dengan balsam, dia lumuri seluruh tubuh bangkai burung. Harapannya, bangkai burung itu bisa tetap awet seperti mumi Firaun. "Tapi ternyata percobaan itu gagal," kenangnya.
Kegagalan kala itu tidak membuatnya patah semangat. Dengan giat belajar, dia bertekad untuk bisa melakukan penelitian yang berhasil. Dan cita-citanya terbukti di Jepang sebagai negara yang suasananya mendukung para peneliti.
Acap Didaulat Jadi Khatib Idul Fitri
"Di Jepang, saya benar-benar merasakan derajat kita sama dengan ilmuwan Amerika Serikat dan Eropa. Perasaan ini muncul mungkin karena fasilitas penelitian semuanya lengkap, bahkan mungkin lebih baik," katanya.
Meski suasana di Jepang dianggapnya mendukung semangat penelitiannya, Khoirul tak ingin selamanya tinggal di sana. "Saya bermimpi pulang setelah menjadi orang penting di bidang telekomunikasi," katanya. "Soal waktu, entah kapan akan terlaksana."
Walau Khoirul merupakan seorang peneliti telekomunikasi yang hebat, tapi waktunya tak hanya habis di laboratorium. Selain membimbing dan mengajar mahasiswa S2 dan S3, dia juga kerap berceramah pada majelis pengajian di sana. "Bahkan kerap didaulat jadi khatib salat Idul Fitri," ucap bapak tiga anak ini.
Tak jarang dia juga diminta untuk berbicara soal kebudayaan Indonesia. Pada berbagai forum kebudayaan itu, lanjut Khoirul, dirinya berkesempatan memberikan informasi tentang Indonesia. Pasalnya, banyak komentar yang muncul soal Indonesia. Ada yang memuji dan ada yang menghujat. "Kami yang tinggal di luar negeri kan otomatis menjadi duta bangsa," katanya..
Sang ayah wafat kala Khoirul baru lulus SD
Perjalanannya untuk menempuh pendidikan hingga ke Negeri Matahari Terbit itu cukup berliku. Tapi semangatnya belajar membuat dia bisa mengatasi segala kekurangan. Sebagai orang yang tinggal di desa, Khoirul harus membayar biaya kos saat sekolah di Kediri. Tapi ada yang membantunya dengan menawarkan tempat kos gratis. Begitu juga saat kuliah di Bandung. Selama empat tahun dia mendapatkan beasiswa.
Dan beasiswa juga yang membawanya melanjutkan studi di negara samurai. Lewat program beasiswa Panasonic, Khoirul bisa belajar di Nara Institute of Science and Technology. "Dan untuk program doktor di kampus yang sama dapat beasiswa dari satu perusahaan di Jepang," katanya.
Ternyata gairah meneliti Khoirul sudah muncul sejak kecil. Tatkala mendengar cerita tentang mumi Firaun yang utuh dengan dibalsam, dia coba terapkan pada bangkai burung. Dengan balsam, dia lumuri seluruh tubuh bangkai burung. Harapannya, bangkai burung itu bisa tetap awet seperti mumi Firaun. "Tapi ternyata percobaan itu gagal," kenangnya.
Kegagalan kala itu tidak membuatnya patah semangat. Dengan giat belajar, dia bertekad untuk bisa melakukan penelitian yang berhasil. Dan cita-citanya terbukti di Jepang sebagai negara yang suasananya mendukung para peneliti.
Acap Didaulat Jadi Khatib Idul Fitri
"Di Jepang, saya benar-benar merasakan derajat kita sama dengan ilmuwan Amerika Serikat dan Eropa. Perasaan ini muncul mungkin karena fasilitas penelitian semuanya lengkap, bahkan mungkin lebih baik," katanya.
Meski suasana di Jepang dianggapnya mendukung semangat penelitiannya, Khoirul tak ingin selamanya tinggal di sana. "Saya bermimpi pulang setelah menjadi orang penting di bidang telekomunikasi," katanya. "Soal waktu, entah kapan akan terlaksana."
Walau Khoirul merupakan seorang peneliti telekomunikasi yang hebat, tapi waktunya tak hanya habis di laboratorium. Selain membimbing dan mengajar mahasiswa S2 dan S3, dia juga kerap berceramah pada majelis pengajian di sana. "Bahkan kerap didaulat jadi khatib salat Idul Fitri," ucap bapak tiga anak ini.
Tak jarang dia juga diminta untuk berbicara soal kebudayaan Indonesia. Pada berbagai forum kebudayaan itu, lanjut Khoirul, dirinya berkesempatan memberikan informasi tentang Indonesia. Pasalnya, banyak komentar yang muncul soal Indonesia. Ada yang memuji dan ada yang menghujat. "Kami yang tinggal di luar negeri kan otomatis menjadi duta bangsa," katanya..