Gusnan
26th December 2015, 05:09 AM
http://4muda.com/wp-content/uploads/2015/12/tarsius.jpg
Binatang mamalia kecil yang diduga menjadi inspirasi penampakan Yoda, sang guru Jedi di serial film Star Wars (http://4muda.com/inilah-trailer-lengkap-film-star-wars-the-force-awakens/), kini hanya ditemukan di beberapa negara Asia Tenggara saja yaitu di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Selain dikenal sebagai binatang nokturnal, ternyata Tarsius binatang yang setia pada pasangannya.
Tarsius, atau dalam bahasa Inggris disebut Tarsier, merupakan primata dari genus Tarsius yang bertubuh kecil dengan mata yang sangat besar. Masing-masing bola matanya berdiameter 16 milimeter, ukuran yang sama dengan seluruh otaknya. Kepalanya dapat berputar 180 derajat seperti burung hantu, oleh sebab itu tarsius sering disebut sebagai monyet hantu. Kemampuannya untuk melihat benda dengan hanya menggerakan kepala membuat Tarsier menjadi hewan yang tidak banyak bergerak, bahkan untuk menangkap mangsanya. Bulunya lembut seperti beludru, biasanya berwarna cokelat abu-abu, cokelat muda, atau kuning-jingga muda.
http://4muda.com/wp-content/uploads/2015/12/tarsier.jpgTarsius, gambar: reddit.com
Matanya yang besar dan cuping telinga yang kecil melebar ke samping dan menghadap ke depan sering dikaitkan dengan penampakan Yoda, sang guru Jedi di film serial Star Wars, meskipun belum dapat dipastikan. Menurut Wikipedia, penampakan Yoda konon terinspirasi dari wajah Albert Einstein dan wajah make up artis yang menangani tokoh Yoda.
Tarsier merupakan primata karnivora sejati. Apa pun keadaannya, Tarsier tidak makan tanaman. Hewan mini ini hanya makan serangga, reptil seperti kadal dan ular, kodok, burung, dan bahkan kelelawar. Meskipun tarsius merupakan hewan yang kecil dan imut, mereka merupakan predator yang sangat serius. Mereka memburu dalam diam, mencari kesempatan mangsa mendekatinya, kemudian menangkapnya dengan cepat di udara seperti menangkap burung atau kelelawar.
Pengelompokan Tarsier menemui sedikit perdebatan. Ada yang mengelompokan tarsius dalam dua grup yaitu Sulawesi dan Filipina-Barat, ada yang mengelompokan Tarsier dalam tiga grup yaitu Sulawesi, Barat, dan Filipina, atau grup Timur, Barat, dan Filipina. Jumlah spesiesnya pun mengalami perdebatan, ada yang menyebutkan terdiri dari 18 spesies, ada yang menyebutkan bahwa angka 18 tersebut terdiri dari spesies dan sub-spesies.
Di masa lalu, berdasarkan fosil yang ditemukan, Tarsier diperkirakan tersebar di daratan Asia, Eropa, dan Amerika Utara. Kini, hewan mungil tersebut hanya terdapat di Asia Tenggara tepatnya di Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Khusus di daerah Sulawesi, spesies yang ditemukan adalah Tarsier Sulawesi (Tarsius tarsier), Tarsier Dian (Tarsier dentatus), Tarsier Lariang (Tarsius lariang), Tarsier Peleng (Tarsier pelengensis), Tarsier Sangihe (Tarsius sangirensis), Tarsier Siau (Tarsius tumpara), dan Tarsier Kerdil (Tarsier pumilus).
Kita mungkin sedikit bertanya, mengapa hewan ini diberi nama Tarsier? Kata Tarsier diambil dari kenyataan diri hewan ini, yaitu memiliki tulang tarsu yang sangat panjang pada kakinya. Dari kata tarsu lah hewan ini disebut tarsius atau tarsier.
Panjang kepala dan badan tarsius sekitar 4-6 inchi, sementara itu kaki atas dan telapak kakinya memiliki panjang dua kali badannya. Hewan ini juga memiliki buntut tanpa bulu yang sangat panjang, sekitar 7,8 hingga 9,8 inchi. Jari jemarinya sangat panjang yang berfungsi untuk meraih dan hinggap di dahan atau ranting pohon. Jari ketiganya sama panjangnya dengan seluruh panjang lengan atasnya. Keadaan anatomi tubuhnya yang unik menjadikan Tarsier sebagai pemanjat vertikal tanpa jatuh karena berpegang erat dan pelompat yang handal. Tarsier dapat melompat 40 kali panjang badannya dan terbang sekitar 16 kaki dalam sekali lompat.
Jika kita berharap dapat melihat hewan imut ini berlompatan di atas pepohonan, bersiaplah untuk kecewa. Tarsier dapat ditemukan bergantung di pohon pada ketinggian sekitar 3 hingga 6,5 kaki atau sekitar 1 meter hingga 2 meter dari atas tanah dengan perlindungan dedaunan sebagai tempat tidurnya. Sebagai binatang nokturnal, Tarsier diam seperti boneka di siang hari dan sangat aktif di malam hari. Pandangan matanya pun lebih tajam di malam hari seperti halnya binatang malam lainnya meskipun memiliki sedikit perbedaan. Perbedaan antara tarsius dan binatang malam lainnya adalah hewan ini tidak memiliki daerah pemantul cahaya di matanya dan memiliki fovea.
Meskipun binatang malam, tarsius terkenal setia dengan pasangannya. Tarsier merupakan hewan monogami yang seumur hidupnya hanya memiliki satu pasangan. Apabila pasangannya mati, Tarsier tidak akan kawin lagi dan bertahan dengan kesendiriannya hingga ajal menjemputnya. Usia hewan ini tidaklah panjang, hanya sekitar 15 tahun saja.
Usia pendek dan monogami merupakan salah satu faktor yang membuat Tarsierterancam keberadaannya di dunia. Selain itu, rusaknya hutan lindung dan sejumlah habitat juga ikut memperparah. Yang mengenaskan adalah ditangkapnya Tarsier sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi anak muda dalam pesta minuman keras di Sulawesi Utara. Mereka memakan Tarsier sebagai camilan saat menegak minuman beralkohol cap tikus. Tarsier juga hewan yang mudah stres, sehingga apabila ditaruh di dalam kandang, hewan ini akan melukai bahkan membunuh dirinya sendiri. Begitu pula jika bertemu dengan banyak manusia.
Oleh sebab itu, tarsius termasuk salah satu hewan yang terancam keberadaannya dan patut dilindungi. Menurut data yang dikumpulkan pada tahun 2008, jumlah tarsius di daerah Sulawesi Utara tersisa hanya 1.800 ekor saja, padahal di tahun 1998 jumlah hewan ini masih mencapai 3.500 ekor. Tarsius di Pulau Siau pun tercatat sebagai salah satu dari 25 primata yang paling terancam punah di dunia.
Untuk menghindari kepunahan tarsius, konservasi habitat adalah satu-satunya harapan. Di dunia, hanya ada dua tempat saja yang menjadi tempat konservasi, ekowisata, dan pelaksanaan riset dengan obyek Tarsier. Tempat tersebut ada di dua negara yaitu Filipina, di Pulau Bohol, dan Indonesia, di daerah Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Di dua tempat inilah kita bisa menyaksikan hewan unik ini secara langsung, mudah, dan teratur.
Perlindungan terhadap tarsius tidak hanya berfungsi menyelamatkan keberadaan Tarsier saja, tapi juga mengandung manfaat yang lebih luas. Eksistensi tarsius di habitatnya memberikan insentif secara ekonomi bagi daerah akibat dari pariwisata. Selain memberi pemasukan pada daerah, dana yang terkumpul juga menjadi sumber dana bagi penelitian dan pemeliharaan tarsius. Selain itu, keberadaan Tarsier di alam penting bagi kelangsungan hidup segala isinya. Tarsier sebagai pemakan serangga berperan sebagai pembasmi hama secara alami yang secara tidak langsung membantu para petani.
Binatang mamalia kecil yang diduga menjadi inspirasi penampakan Yoda, sang guru Jedi di serial film Star Wars (http://4muda.com/inilah-trailer-lengkap-film-star-wars-the-force-awakens/), kini hanya ditemukan di beberapa negara Asia Tenggara saja yaitu di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Selain dikenal sebagai binatang nokturnal, ternyata Tarsius binatang yang setia pada pasangannya.
Tarsius, atau dalam bahasa Inggris disebut Tarsier, merupakan primata dari genus Tarsius yang bertubuh kecil dengan mata yang sangat besar. Masing-masing bola matanya berdiameter 16 milimeter, ukuran yang sama dengan seluruh otaknya. Kepalanya dapat berputar 180 derajat seperti burung hantu, oleh sebab itu tarsius sering disebut sebagai monyet hantu. Kemampuannya untuk melihat benda dengan hanya menggerakan kepala membuat Tarsier menjadi hewan yang tidak banyak bergerak, bahkan untuk menangkap mangsanya. Bulunya lembut seperti beludru, biasanya berwarna cokelat abu-abu, cokelat muda, atau kuning-jingga muda.
http://4muda.com/wp-content/uploads/2015/12/tarsier.jpgTarsius, gambar: reddit.com
Matanya yang besar dan cuping telinga yang kecil melebar ke samping dan menghadap ke depan sering dikaitkan dengan penampakan Yoda, sang guru Jedi di film serial Star Wars, meskipun belum dapat dipastikan. Menurut Wikipedia, penampakan Yoda konon terinspirasi dari wajah Albert Einstein dan wajah make up artis yang menangani tokoh Yoda.
Tarsier merupakan primata karnivora sejati. Apa pun keadaannya, Tarsier tidak makan tanaman. Hewan mini ini hanya makan serangga, reptil seperti kadal dan ular, kodok, burung, dan bahkan kelelawar. Meskipun tarsius merupakan hewan yang kecil dan imut, mereka merupakan predator yang sangat serius. Mereka memburu dalam diam, mencari kesempatan mangsa mendekatinya, kemudian menangkapnya dengan cepat di udara seperti menangkap burung atau kelelawar.
Pengelompokan Tarsier menemui sedikit perdebatan. Ada yang mengelompokan tarsius dalam dua grup yaitu Sulawesi dan Filipina-Barat, ada yang mengelompokan Tarsier dalam tiga grup yaitu Sulawesi, Barat, dan Filipina, atau grup Timur, Barat, dan Filipina. Jumlah spesiesnya pun mengalami perdebatan, ada yang menyebutkan terdiri dari 18 spesies, ada yang menyebutkan bahwa angka 18 tersebut terdiri dari spesies dan sub-spesies.
Di masa lalu, berdasarkan fosil yang ditemukan, Tarsier diperkirakan tersebar di daratan Asia, Eropa, dan Amerika Utara. Kini, hewan mungil tersebut hanya terdapat di Asia Tenggara tepatnya di Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Khusus di daerah Sulawesi, spesies yang ditemukan adalah Tarsier Sulawesi (Tarsius tarsier), Tarsier Dian (Tarsier dentatus), Tarsier Lariang (Tarsius lariang), Tarsier Peleng (Tarsier pelengensis), Tarsier Sangihe (Tarsius sangirensis), Tarsier Siau (Tarsius tumpara), dan Tarsier Kerdil (Tarsier pumilus).
Kita mungkin sedikit bertanya, mengapa hewan ini diberi nama Tarsier? Kata Tarsier diambil dari kenyataan diri hewan ini, yaitu memiliki tulang tarsu yang sangat panjang pada kakinya. Dari kata tarsu lah hewan ini disebut tarsius atau tarsier.
Panjang kepala dan badan tarsius sekitar 4-6 inchi, sementara itu kaki atas dan telapak kakinya memiliki panjang dua kali badannya. Hewan ini juga memiliki buntut tanpa bulu yang sangat panjang, sekitar 7,8 hingga 9,8 inchi. Jari jemarinya sangat panjang yang berfungsi untuk meraih dan hinggap di dahan atau ranting pohon. Jari ketiganya sama panjangnya dengan seluruh panjang lengan atasnya. Keadaan anatomi tubuhnya yang unik menjadikan Tarsier sebagai pemanjat vertikal tanpa jatuh karena berpegang erat dan pelompat yang handal. Tarsier dapat melompat 40 kali panjang badannya dan terbang sekitar 16 kaki dalam sekali lompat.
Jika kita berharap dapat melihat hewan imut ini berlompatan di atas pepohonan, bersiaplah untuk kecewa. Tarsier dapat ditemukan bergantung di pohon pada ketinggian sekitar 3 hingga 6,5 kaki atau sekitar 1 meter hingga 2 meter dari atas tanah dengan perlindungan dedaunan sebagai tempat tidurnya. Sebagai binatang nokturnal, Tarsier diam seperti boneka di siang hari dan sangat aktif di malam hari. Pandangan matanya pun lebih tajam di malam hari seperti halnya binatang malam lainnya meskipun memiliki sedikit perbedaan. Perbedaan antara tarsius dan binatang malam lainnya adalah hewan ini tidak memiliki daerah pemantul cahaya di matanya dan memiliki fovea.
Meskipun binatang malam, tarsius terkenal setia dengan pasangannya. Tarsier merupakan hewan monogami yang seumur hidupnya hanya memiliki satu pasangan. Apabila pasangannya mati, Tarsier tidak akan kawin lagi dan bertahan dengan kesendiriannya hingga ajal menjemputnya. Usia hewan ini tidaklah panjang, hanya sekitar 15 tahun saja.
Usia pendek dan monogami merupakan salah satu faktor yang membuat Tarsierterancam keberadaannya di dunia. Selain itu, rusaknya hutan lindung dan sejumlah habitat juga ikut memperparah. Yang mengenaskan adalah ditangkapnya Tarsier sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi anak muda dalam pesta minuman keras di Sulawesi Utara. Mereka memakan Tarsier sebagai camilan saat menegak minuman beralkohol cap tikus. Tarsier juga hewan yang mudah stres, sehingga apabila ditaruh di dalam kandang, hewan ini akan melukai bahkan membunuh dirinya sendiri. Begitu pula jika bertemu dengan banyak manusia.
Oleh sebab itu, tarsius termasuk salah satu hewan yang terancam keberadaannya dan patut dilindungi. Menurut data yang dikumpulkan pada tahun 2008, jumlah tarsius di daerah Sulawesi Utara tersisa hanya 1.800 ekor saja, padahal di tahun 1998 jumlah hewan ini masih mencapai 3.500 ekor. Tarsius di Pulau Siau pun tercatat sebagai salah satu dari 25 primata yang paling terancam punah di dunia.
Untuk menghindari kepunahan tarsius, konservasi habitat adalah satu-satunya harapan. Di dunia, hanya ada dua tempat saja yang menjadi tempat konservasi, ekowisata, dan pelaksanaan riset dengan obyek Tarsier. Tempat tersebut ada di dua negara yaitu Filipina, di Pulau Bohol, dan Indonesia, di daerah Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Di dua tempat inilah kita bisa menyaksikan hewan unik ini secara langsung, mudah, dan teratur.
Perlindungan terhadap tarsius tidak hanya berfungsi menyelamatkan keberadaan Tarsier saja, tapi juga mengandung manfaat yang lebih luas. Eksistensi tarsius di habitatnya memberikan insentif secara ekonomi bagi daerah akibat dari pariwisata. Selain memberi pemasukan pada daerah, dana yang terkumpul juga menjadi sumber dana bagi penelitian dan pemeliharaan tarsius. Selain itu, keberadaan Tarsier di alam penting bagi kelangsungan hidup segala isinya. Tarsier sebagai pemakan serangga berperan sebagai pembasmi hama secara alami yang secara tidak langsung membantu para petani.