Gusnan
31st October 2015, 01:01 PM
http://beta.newopenx.detik.com/delivery/lg.php?bannerid=14959&campaignid=4880&zoneid=236&loc=1&referer=http%3A%2F%2Fhealth.detik.com%2Fread%2F201 5%2F10%2F31%2F100427%2F3058530%2F1202%2Fremaja-ini-idap-penyakit-langka-saraf-saraf-di-tubuhnya-berhenti-bekerja%3Fmpihealth&cb=fa89d31774
http://images.detik.com/visual/2015/10/31/ab9d63f9-3a54-4b86-9867-8d17e57a34c4_169.jpg?w=500Foto: Hannah's Hope
Jakarta, Perjuangan Hannah Sames untuk bertahan hidup sejauh ini sudah luar biasa. Padahal sejak bulan Maret 2008 atau saat umur Hannah menginjak empat tahun, ia telah didiagnosis dengan kondisi genetik yang sangat langka bernama Giant Axonal Neuropathy (GAN).
GAN merupakan penyakit turunan yang langka sekaligus progresif, yang mengakibatkan saraf-saraf di tubuh Hannah mati dan otot-ototnya berhenti bekerja.
Karenanya Hannah tak lagi bisa berjalan atau melakukan aktivitas lain seorang diri. Bahkan pada dasarnya pasien anak dengan GAN tak bisa bertahan hidup hingga memasuki usia remaja atau 20-an tahun.
Namun ibu Hannah, Lori tak patah semangat. Ia mendirikan Hannah's Hope, sebuah yayasan amal yang memang didedikasikan untuk mencari pengobatan bagi anak-anak dengan GAN seperti Hannah, dan mulai mempelajari berbagai hal tentang GAN.
Saat itulah ia menemukan seorang ilmuwan dari Prancis yang mengaku bersedia menerima dana untuk melakukan riset agar obat untuk pasien GAN dapat ditemukan.
Lori tak buang-buang waktu. Pada bulan Agustus di tahun yang sama, ia mencoba mempertemukan ilmuwan itu dengan 21 ilmuwan lainnya dari Amerika dan sekitarnya untuk menggelar simposium GAN yang pertama. Simposium ini digelar untuk membahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan GAN. Padahal Lori sendiri tak memiliki latar belakang pendidikan medis, namun semangatnya untuk mencari pengobatan bagi putrinya melumpuhkan segala keterbatasan.
Simposium ini rupanya berbuah manis. Dua bulan kemudian, Hannah's Hope Fund mendukung studi pertama tentang pengobatan GAN di University of North Carolina. Studi tersebut bertujuan mencari cara efektif untuk memasukkan gen yang berfungsi baik ke dalam sel pasien GAN.
(http://health.detik.com/read/2013/06/03/112943/2262909/763/terkena-gbs-saat-tidur-paru-mahasiswi-asal-solo-ini-ikut-tidur)Sejak saat itu Hannah's Hope Fund terus membiayai berbagai studi tentang GAN hingga menghabiskan sekitar 6,5 juta dollar AS yang dikumpulkan yayasan tersebut dari berbagai pihak, termasuk sumbangan dari Doris Buffett, adik dari pengusaha Warren Buffett. Mereka juga mendirikan komunitas untuk para orang tua dengan anak yang mengidap GAN.
"Akhirnya percobaan klinis ini dilakukan setelah tujuh tahun kami menunggu, ini adalah keajaiban," kata Lori seperti dikutip dari Times Union, Sabtu (31/10/2015)
Tim dari NIH kini berupaya mencari 20 partisipan, yaitu anak-anak dengan GAN untuk ambil bagian dalam percobaan itu. Kriteria utamanya adalah usia mereka tidak kurang dari lima tahun.
Nantinya partisipan akan tinggal selama dua bulan di sekitar kantor pusat NIH di Bethesda, Maryland untuk memudahkan serangkaian tes medis dan dipantau selama lebih dari 15 tahun. Sayangnya peneliti tidak menjamin keamanan pasien selama percobaan berlangsung.
"Pada titik ini, seluruh keluarga pasien dengan GAN begitu gembira, tapi mereka juga jadi ragu," ungkap Lori.
Hannah sendiri tak bisa berpartisipasi pada fase percobaan pertama ini karena ia mengalami mutasi yang memicu tubuhnya menolak gen yang dimasukkan. Untungnya sejauh ini Hannah masih bisa menggerakkan jari-jari kakinya, itu pun setelah melalui berbagai terapi fisik dan okupasi.
"Tapi jika ia menunggu terlalu lama, kondisinya akan kritis. Apalagi terapi gen yang diujicobakan takkan menghidupkan saraf yang sudah mati seperti pada Hannah, melainkan mengembalikan fungsi saraf yang masih hidup. Itu juga kalau berhasil," ratap Lori.
Diperkirakan Hannah akan menjadi pasien keempat yang ambil bagian dalam ujicoba ini. Pasien pertama berasal dari keluarga Grube, yaitu Chrissy (10). Chrissy dan adiknya, Amanda (5) yang sama-sama terlahir dengan GAN. Bedanya, Amanda belum memperlihatkan gejala yang melumpuhkan, sedangkan Chrissy sudah kesulitan berjalan sendiri serta mengalami gangguan pada pernapasannya.
Ayah keduanya, Steve, juga mengatakan di satu sisi Chrissy sangatlah gembira, namun di sisi lain ia juga gugup. Namun karena itu adalah peluangnya untuk bisa berjalan lagi, Chrissy merasa tak ada salahnya mencoba.
"Pada dasarnya mereka adalah pioneer yang pemberani," tutur Dr Carsten Bonnemann yang memimpin percobaan.
Dr Bonnemann kemudian menjelaskan bahwa pada prinsipnya yang mereka ujicobakan adalah terapi gen untuk menggantikan gen yang ada dengan salinan buatan dari gen tersebut. Untuk itu ketika percobaan dimulai, Chrissy akan disuntik dengan gen yang telah dikemas di dalam virus yang tidak berbahaya agar mampu menembus sel dan mengembalikan fungsi sarafnya.
Bila sudah menjalani terapi gen, pasien akan dipantau dalam satu-dua tahun ke depan untuk dilihat apakah terapi tersebut mampu mengembalikan fungsi otot dan saraf pasien GAN atau tidak. Namun bila terapi itu hanya bisa menghentikan perkembangan GAN dalam tubuh pasien, ini juga sudah bisa dikatakan sukses.
http://images.detik.com/visual/2015/10/31/ab9d63f9-3a54-4b86-9867-8d17e57a34c4_169.jpg?w=500Foto: Hannah's Hope
Jakarta, Perjuangan Hannah Sames untuk bertahan hidup sejauh ini sudah luar biasa. Padahal sejak bulan Maret 2008 atau saat umur Hannah menginjak empat tahun, ia telah didiagnosis dengan kondisi genetik yang sangat langka bernama Giant Axonal Neuropathy (GAN).
GAN merupakan penyakit turunan yang langka sekaligus progresif, yang mengakibatkan saraf-saraf di tubuh Hannah mati dan otot-ototnya berhenti bekerja.
Karenanya Hannah tak lagi bisa berjalan atau melakukan aktivitas lain seorang diri. Bahkan pada dasarnya pasien anak dengan GAN tak bisa bertahan hidup hingga memasuki usia remaja atau 20-an tahun.
Namun ibu Hannah, Lori tak patah semangat. Ia mendirikan Hannah's Hope, sebuah yayasan amal yang memang didedikasikan untuk mencari pengobatan bagi anak-anak dengan GAN seperti Hannah, dan mulai mempelajari berbagai hal tentang GAN.
Saat itulah ia menemukan seorang ilmuwan dari Prancis yang mengaku bersedia menerima dana untuk melakukan riset agar obat untuk pasien GAN dapat ditemukan.
Lori tak buang-buang waktu. Pada bulan Agustus di tahun yang sama, ia mencoba mempertemukan ilmuwan itu dengan 21 ilmuwan lainnya dari Amerika dan sekitarnya untuk menggelar simposium GAN yang pertama. Simposium ini digelar untuk membahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan GAN. Padahal Lori sendiri tak memiliki latar belakang pendidikan medis, namun semangatnya untuk mencari pengobatan bagi putrinya melumpuhkan segala keterbatasan.
Simposium ini rupanya berbuah manis. Dua bulan kemudian, Hannah's Hope Fund mendukung studi pertama tentang pengobatan GAN di University of North Carolina. Studi tersebut bertujuan mencari cara efektif untuk memasukkan gen yang berfungsi baik ke dalam sel pasien GAN.
(http://health.detik.com/read/2013/06/03/112943/2262909/763/terkena-gbs-saat-tidur-paru-mahasiswi-asal-solo-ini-ikut-tidur)Sejak saat itu Hannah's Hope Fund terus membiayai berbagai studi tentang GAN hingga menghabiskan sekitar 6,5 juta dollar AS yang dikumpulkan yayasan tersebut dari berbagai pihak, termasuk sumbangan dari Doris Buffett, adik dari pengusaha Warren Buffett. Mereka juga mendirikan komunitas untuk para orang tua dengan anak yang mengidap GAN.
"Akhirnya percobaan klinis ini dilakukan setelah tujuh tahun kami menunggu, ini adalah keajaiban," kata Lori seperti dikutip dari Times Union, Sabtu (31/10/2015)
Tim dari NIH kini berupaya mencari 20 partisipan, yaitu anak-anak dengan GAN untuk ambil bagian dalam percobaan itu. Kriteria utamanya adalah usia mereka tidak kurang dari lima tahun.
Nantinya partisipan akan tinggal selama dua bulan di sekitar kantor pusat NIH di Bethesda, Maryland untuk memudahkan serangkaian tes medis dan dipantau selama lebih dari 15 tahun. Sayangnya peneliti tidak menjamin keamanan pasien selama percobaan berlangsung.
"Pada titik ini, seluruh keluarga pasien dengan GAN begitu gembira, tapi mereka juga jadi ragu," ungkap Lori.
Hannah sendiri tak bisa berpartisipasi pada fase percobaan pertama ini karena ia mengalami mutasi yang memicu tubuhnya menolak gen yang dimasukkan. Untungnya sejauh ini Hannah masih bisa menggerakkan jari-jari kakinya, itu pun setelah melalui berbagai terapi fisik dan okupasi.
"Tapi jika ia menunggu terlalu lama, kondisinya akan kritis. Apalagi terapi gen yang diujicobakan takkan menghidupkan saraf yang sudah mati seperti pada Hannah, melainkan mengembalikan fungsi saraf yang masih hidup. Itu juga kalau berhasil," ratap Lori.
Diperkirakan Hannah akan menjadi pasien keempat yang ambil bagian dalam ujicoba ini. Pasien pertama berasal dari keluarga Grube, yaitu Chrissy (10). Chrissy dan adiknya, Amanda (5) yang sama-sama terlahir dengan GAN. Bedanya, Amanda belum memperlihatkan gejala yang melumpuhkan, sedangkan Chrissy sudah kesulitan berjalan sendiri serta mengalami gangguan pada pernapasannya.
Ayah keduanya, Steve, juga mengatakan di satu sisi Chrissy sangatlah gembira, namun di sisi lain ia juga gugup. Namun karena itu adalah peluangnya untuk bisa berjalan lagi, Chrissy merasa tak ada salahnya mencoba.
"Pada dasarnya mereka adalah pioneer yang pemberani," tutur Dr Carsten Bonnemann yang memimpin percobaan.
Dr Bonnemann kemudian menjelaskan bahwa pada prinsipnya yang mereka ujicobakan adalah terapi gen untuk menggantikan gen yang ada dengan salinan buatan dari gen tersebut. Untuk itu ketika percobaan dimulai, Chrissy akan disuntik dengan gen yang telah dikemas di dalam virus yang tidak berbahaya agar mampu menembus sel dan mengembalikan fungsi sarafnya.
Bila sudah menjalani terapi gen, pasien akan dipantau dalam satu-dua tahun ke depan untuk dilihat apakah terapi tersebut mampu mengembalikan fungsi otot dan saraf pasien GAN atau tidak. Namun bila terapi itu hanya bisa menghentikan perkembangan GAN dalam tubuh pasien, ini juga sudah bisa dikatakan sukses.