Log in

View Full Version : Inilah 5 dosa moge (motor gede) pada masyarakat


Gusnan
17th August 2015, 11:54 AM
http://koranopini.com/media/k2/items/cache/87b7a288cd6a920e0ff674f55b23a083_L.jpg (http://koranopini.com/media/k2/items/cache/87b7a288cd6a920e0ff674f55b23a083_XL.jpg)

Aksi pencegatan warga Jogjakarta, Mas Joyo (Elanto Wijoyono), 32 tahun, terhadap reli moge (motor gede) menjadi perbincangan hangat. Aksi Mas Joyo merupakan akumulasi kemarahan dan kekecewaan terhadap klub sepeda motor mewah asal Amerika Serikat tersebut. Mengapa terjadi akumulasi dan kekecewaan terhadap moge? Inilah 5 dosa moge.

1. Arogansi
Para pelaku reli moge cenderung berperilaku arogan. Hal ini ditunjukkan dengan ketidakpedulian terhadap rambu-rambu lalu lintas. Lampu rambu-rambu lalu lintas memiliki tujuan utama untuk ketertiban dan kenyamanan lalu lintas. Para pengendara moge tidak peduli itu. Mereka tidak peduli pada masyarakat luas yang berhak juga menggunakan jalan raya.
"Spion mobil saya pernah dipukul keras oleh pengendara-pengendara moge. Gara-gara saya dianggap tidak minggir dari jalan meraka. Padahal saat itu saya sedang bawa istri dan bayi kecil, yang jalannya pelan hati-hati."
Keluh Mahdi kepada KoPi ditemui di sela makan siang di sekitar kantornya.


2. Pamer kekayaan
Menjadi kaya adalah nikmat Tuhan, tidak dilarang oleh siapapun bahkan oleh Tuhan sendiri. Akan tetapi melakukan reli khusus mengendarai motor seharga paling murah dua ratus juta dengan mengambil hak masyarakat dalam penggunaan jalan adalah kesombongan. Seperti cetus seorang warga Jogja, Ajiyanto (28) kepada KoPi.
"Para pengendara moge itu pamer kekayaan saja. Gak tau juga hartanya dari mana. Para pejabat pemilik moge, dari mana uang untuk beli? Gaji pejabat PNS berapa sih?"


3. Tipis nurani

Para pengendara moge seringkali memperlihatkan ketidakpedulian kepada para pengguna jalan lain. Mereka dipandang oleh sebagian masyarakat tipis nurani.
"Bayangkan jika ada orang sedang sakit harus segera ke IGD tapi terhalangi reli moge? Saya pernah mengalaminya sendiri. Saya kena tifus dan harus ke IGD. Jalan kendaraan saya jadi tertunda gara-gara moge".
Terang Ono, anonim, seorang dosen universitas negeri.


4. Indikasi suap polisi
Setiap reli klub moge selalu dikawal oleh fore rider kepolisian. Masyarakat memahami para pengendara moge agar mendapatkan layanan khusus di jalan raya adalah dengan cara membayar kepada polisi. Indikasi ini perlu mendapatkan klarifikasi dari kepolisian.


5. Jarang minta maaf
Para pengendara moge tidak sedikit pun pernah minta maaf kepada masyarakat luas. Hal ini mengindikasikan sifat mau benar sendiri, mau menang sendiri. Beberapa kasus ada permintaan maaf namun selalu menunjuk oknum. Setelah itu tidak ada perubahan perilaku dalam berkendara di jalan milik rakyat.
Nah, sila masyarakat Indonesia menilai eksistensi klub moge ini. Setiap orang tentu boleh mengendari kendaraannya dari harga paling murah sampai paling mahal. Akan tetapi 'jalan rakyat' tidak boleh dibegal oleh sekelompok orang saja