Gusnan
15th July 2015, 04:37 AM
http://ad.beritasatumedia.com/b1-ads/www/delivery/lg.php?bannerid=0&campaignid=0&zoneid=59&loc=http%3A%2F%2Fwww.beritasatu.com%2Fhukum%2F2912 12-oc-kaligis-klaim-telah-larang-anak-buahnya-ke-medan.html&referer=http%3A%2F%2Fwww.beritasatu.com%2F&cb=ad3150a51d
http://img1.beritasatu.com/data/media/images/medium/631436887538.jpg
Pengacara Otto Cornelis Kaligis (tengah belakang) keluar ruangan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, 14 Juli 2015 (Antara/Vitalis Yogi Trisna)
Jakarta - Advokat senior Otto Cornelis Kaligis resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rutan Guntur setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Selasa (14/7). Penahanan ini dilakukan usai Ketua Mahkamah Partai Nasdem itu menjalani pemeriksaan perdananya sebagai tersangka.
Keluar lobi Gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye sekitar pukul 21.15 WIB, OC Kaligis membantah telah melakukan tindak pidana seperti yang disangkakan KPK. OC mengklaim telah melarang anak buahnya M. Yagari Bhastara atau Garry pergi ke Medan, Sumatera Utara untuk menyerahkan uang suap.
"Sama sekali tidak (terlibat). Saya sudah larang anak buah saya ke Medan. Jadi saya sama sekali enggak (terlibat)," kata OC Kaligis sesaat sebelum masuk mobil tahanan di pelataran Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7) malam.
Meski anak buahnya tertangkap tangan menyerahkan uang suap sebesar USD 15.000 dan SGD 5.000 atau sekitar Rp 250 juta kepada para hakim, OC Kaligis kembali membantah sangkaan KPK. OC Kaligis mengklaim bukan dirinya yang menyerahkan uang haram tersebut.
"Saya tidak merampok uang negara. Bukan saya yang ngasih duit kepada hakim. Saya tidak menyuruh anak buah saya ke Medan (memberi uang kepada hakim PTUN)," kata OC Kaligis.
Advokat kondang itu juga membantah keterlibatan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dalam kasus dugaan suap terkait penanganan gugatan Pemprov Sumut terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu.
"Sama sekali tidak (Gatot terlibat dalam kasus ini)," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, OC Kaligis mengaku heran dengan upaya penahanan yang dilakukan penyidik terhadapnya. Hal itu lantaran, surat panggilan yang diterimanya surat panggilan sebagai saksi.
"Saya ini diperiksa sebagai saksi tapi kok ditahan," ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang kuasa hukum OC Kaligis, Afrian Bonjol menyatakan tindakan penyidik yang langsung menahan kliennya dapat digolongkan sebagai tindakan dzolim. Hal itu lantaran, OC Kaligis telah berupaya kooperatif sebelumnya dengan menyampaikan keterangan terkait ketidakhadirannya memenuhi panggilan penyidik pada Senin (13/7) kemarin.
"Terkait dengan penangkapan dan penahanan bapak kami, kami merasa didzolimi, panggilan sebagai saksi, faktanya bapak saya ditangkap tanpa didukung bukti cukup," kata Afrian.
Dalam proses penahanan terhadap OC Kaligis sempat terjadi kericuhan. Peristiwa ini dipicu aksi puluhan anak buah OC Kaligis yang menghalangi kerja awak media. Bahkan salah seorang di antara mereka memprovokasi awak media dengan berbagai umpatan. Tak hanya itu, puluhan advokat yang menjadi tim kuasa hukum OC Kaligis ini melempari awak media dengan berbagai properti milik KPK.
Diberitakan, KPK menetapkan advokat senior, OC Kaligis sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada para hakim PTUN Medan. OC Kaligis bersama anak buahnya M. Yagari Bhastara atau Garry diduga memberi suap kepada para hakim. Keduanya disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b dan atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 99 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat 1 Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHPIdana. Sementara Ketua PTUN, Tripeni Irianto Putro yang diduga sebagai pihak penerima suap, disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Untuk dua Hakim PTUN lainnya yakni Amir Fauzi dan Dermawan Ginting juga diduga sebagai pihak penerima, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan yang turut disangka sebagai pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
http://img1.beritasatu.com/data/media/images/medium/631436887538.jpg
Pengacara Otto Cornelis Kaligis (tengah belakang) keluar ruangan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, 14 Juli 2015 (Antara/Vitalis Yogi Trisna)
Jakarta - Advokat senior Otto Cornelis Kaligis resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rutan Guntur setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Selasa (14/7). Penahanan ini dilakukan usai Ketua Mahkamah Partai Nasdem itu menjalani pemeriksaan perdananya sebagai tersangka.
Keluar lobi Gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye sekitar pukul 21.15 WIB, OC Kaligis membantah telah melakukan tindak pidana seperti yang disangkakan KPK. OC mengklaim telah melarang anak buahnya M. Yagari Bhastara atau Garry pergi ke Medan, Sumatera Utara untuk menyerahkan uang suap.
"Sama sekali tidak (terlibat). Saya sudah larang anak buah saya ke Medan. Jadi saya sama sekali enggak (terlibat)," kata OC Kaligis sesaat sebelum masuk mobil tahanan di pelataran Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7) malam.
Meski anak buahnya tertangkap tangan menyerahkan uang suap sebesar USD 15.000 dan SGD 5.000 atau sekitar Rp 250 juta kepada para hakim, OC Kaligis kembali membantah sangkaan KPK. OC Kaligis mengklaim bukan dirinya yang menyerahkan uang haram tersebut.
"Saya tidak merampok uang negara. Bukan saya yang ngasih duit kepada hakim. Saya tidak menyuruh anak buah saya ke Medan (memberi uang kepada hakim PTUN)," kata OC Kaligis.
Advokat kondang itu juga membantah keterlibatan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dalam kasus dugaan suap terkait penanganan gugatan Pemprov Sumut terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu.
"Sama sekali tidak (Gatot terlibat dalam kasus ini)," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, OC Kaligis mengaku heran dengan upaya penahanan yang dilakukan penyidik terhadapnya. Hal itu lantaran, surat panggilan yang diterimanya surat panggilan sebagai saksi.
"Saya ini diperiksa sebagai saksi tapi kok ditahan," ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang kuasa hukum OC Kaligis, Afrian Bonjol menyatakan tindakan penyidik yang langsung menahan kliennya dapat digolongkan sebagai tindakan dzolim. Hal itu lantaran, OC Kaligis telah berupaya kooperatif sebelumnya dengan menyampaikan keterangan terkait ketidakhadirannya memenuhi panggilan penyidik pada Senin (13/7) kemarin.
"Terkait dengan penangkapan dan penahanan bapak kami, kami merasa didzolimi, panggilan sebagai saksi, faktanya bapak saya ditangkap tanpa didukung bukti cukup," kata Afrian.
Dalam proses penahanan terhadap OC Kaligis sempat terjadi kericuhan. Peristiwa ini dipicu aksi puluhan anak buah OC Kaligis yang menghalangi kerja awak media. Bahkan salah seorang di antara mereka memprovokasi awak media dengan berbagai umpatan. Tak hanya itu, puluhan advokat yang menjadi tim kuasa hukum OC Kaligis ini melempari awak media dengan berbagai properti milik KPK.
Diberitakan, KPK menetapkan advokat senior, OC Kaligis sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada para hakim PTUN Medan. OC Kaligis bersama anak buahnya M. Yagari Bhastara atau Garry diduga memberi suap kepada para hakim. Keduanya disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b dan atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 99 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat 1 Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHPIdana. Sementara Ketua PTUN, Tripeni Irianto Putro yang diduga sebagai pihak penerima suap, disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Untuk dua Hakim PTUN lainnya yakni Amir Fauzi dan Dermawan Ginting juga diduga sebagai pihak penerima, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan yang turut disangka sebagai pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.