Gusnan
18th May 2015, 07:51 PM
http://assets.kompas.com/data/photo/2015/05/18/1841198luca-dan-galih-intel-isef780x390.jpgYunanto Wiji Utomo Luca Cada Lora (kiri) dan Galih Ramadhan (kanan) dari SMAN 1 Surakarta, peraih penghargaan Intel ISEF dalam bidang ilmu material.
Dua tim siswa Indonesia berhasil menggondol penghargaan bergengsi dalam bidang sains dan rekayasa, Intel International Science and Engineering Fair (ISEF) 2015, yang diadakan di Pittsburg, Pennsylvania, Amerika Serikat, 10 - 15 Mei.
Kedua tim menyisihkan sekitar 1.700 siswa peserta kompetisi yang diselenggarakan oleh Society for Science and the Public bersama Intel Corporation itu. Mereka meraih juara 4, masing-masing dalam bidang ilmu material dan matematika.
I Kadek Sudiarsana dan I Dewa Gede Ary Palguna dari SMA Bali Mandara meraih penghargaan berkat karya ilmiah menarik dalam bidang matematika yang berjudul "The Motifs Delepment of Grinsing Sarong".
"Kebanyakan peserta di bidang matematika karyanya matematika murni. Kalau kita matematika untuk melestarikan kebudayaan," kata Sudiarsana, Senin (18/5/2015), usai audiensi dengan Menteri Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan Anies Baswedan, di Jakarta.
Sudiarsana dan Palguna menganalisis motif kain grinsing khas Bali. Pola kain grinsing diubah menjadi sebuah fungsi matematika. Mereka kemudian menurunkannya sehingga didapatkan fungsi baru yang bisa dikonversi menjadi pola baru.
"Kain grinsing ini polanya monoton, itu-itu saja. Pembuatnya sekarang juga semakin sedikit, tinggal 15 orang. Kalau tidak dilestarikan dan tidak ada inovasi maka kain itu akan punah," ungkap Sudiarsana.
http://assets.kompas.com/data/photo/2015/05/18/1844284sudiarsana-dan-palguna-intekl-isef780x390.jpgYunanto Wiji Utomo I Kadek Sudiarsana dan I Dewa Gede Ary Palguna dari SMA Bali Mandara, peraih penghargaan Intel ISEF 2015 dalam bidang matematika.
Sementara itu, Luca Cada Lora dan Galih Ramadhan dari SMAN 1 Surakarta meraih penghargaan berkat invoasi metode dalam mengolah limbah logam berat dengan memanfaatkan abu vulkanik dari Gunung Kelud.
"Kami tidak langsung mendapatkan abu vulkanik dari Gunung Kelud tetapi dari depan rumah. Abu sampai rumah kami saat Kelud meletus tahun 2014," kata Luca yang membawa karya berjudul "Packed VolcAsh, an Inorganic Nature of Heavy Metals Absorbent".
Dalam kompetisi Intel ISEF, Luca dan Galih mengaplikasikan metode temuannya menjadi sebuah alat sederhana yang berfungsi mebgikat logam berat, seperti spons. Cukup mengalirkan air limbah ke alat itu maka logam berat akan menempel bak magnet, tak ikut mengalir ke lingkungan.
Ke depan, Luca dan Galih berencana untuk mematenkan metodologi pengolahan logam berat itu. Mereka juga akan mengoptimalkan peran abu vulkanik dan menyaring logam berat serta terus mengembangkan alatnya.
Anies Baswedan dalam audiensi menyatakan bahwa dirinya sangat bangga siswa Indonesia bisa memenangkan penghargaan bergengsi itu. Dia mengatakan, dua tim siswa itu telah "membawa harum nama bangsa."
Sementara Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Achmad Jazidie, menuturkan, "Grand Awards ini membuktikan bahwa Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Ke depan pemerintah ingin mendorong remaja untuk berprestasi di ajang internasional."
Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Humas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nur Tri Aries S, yang ikut mendampingi ke Amerika Serikat mengungkapkan bahwa kedua tim siswa ialah harapan bagi dunia ilmu pengetahuan masa depan.
"Ada banyak masalah yang dihadapi dunia saat ini. Salah satunya kurangnya orang yang bergerak dalam STEM (Science, Engineering, Technology, and Math). Karenanya lomba ini jadi penting," katanya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, berharap kedua tim siswa terus berinovasi serta berdiskusi dan berjejaring dengan remaja dan ilmuwan. "Tidak sampai di sini saja," cetusnya.
Luca dan Galih merupakan peserta Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI yang diadakan pada tahun 2014 lalu. Sementara Sudiarsana dan Palguna merupakan pemenang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia yang diadakan Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan tahun 2014.
Kedua tim siswa punya cita-cita yang berbeda. Galih misalnya, ingin mendirikan yayasan yang bergerak di bidang kesehatan. Sudiarsana ingin menerapkan keahlian matematikanya dengan menjadi analis keuangan. Sementara Galih bercita-cita menjadi gubernur Bali.
Dua tim siswa Indonesia berhasil menggondol penghargaan bergengsi dalam bidang sains dan rekayasa, Intel International Science and Engineering Fair (ISEF) 2015, yang diadakan di Pittsburg, Pennsylvania, Amerika Serikat, 10 - 15 Mei.
Kedua tim menyisihkan sekitar 1.700 siswa peserta kompetisi yang diselenggarakan oleh Society for Science and the Public bersama Intel Corporation itu. Mereka meraih juara 4, masing-masing dalam bidang ilmu material dan matematika.
I Kadek Sudiarsana dan I Dewa Gede Ary Palguna dari SMA Bali Mandara meraih penghargaan berkat karya ilmiah menarik dalam bidang matematika yang berjudul "The Motifs Delepment of Grinsing Sarong".
"Kebanyakan peserta di bidang matematika karyanya matematika murni. Kalau kita matematika untuk melestarikan kebudayaan," kata Sudiarsana, Senin (18/5/2015), usai audiensi dengan Menteri Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan Anies Baswedan, di Jakarta.
Sudiarsana dan Palguna menganalisis motif kain grinsing khas Bali. Pola kain grinsing diubah menjadi sebuah fungsi matematika. Mereka kemudian menurunkannya sehingga didapatkan fungsi baru yang bisa dikonversi menjadi pola baru.
"Kain grinsing ini polanya monoton, itu-itu saja. Pembuatnya sekarang juga semakin sedikit, tinggal 15 orang. Kalau tidak dilestarikan dan tidak ada inovasi maka kain itu akan punah," ungkap Sudiarsana.
http://assets.kompas.com/data/photo/2015/05/18/1844284sudiarsana-dan-palguna-intekl-isef780x390.jpgYunanto Wiji Utomo I Kadek Sudiarsana dan I Dewa Gede Ary Palguna dari SMA Bali Mandara, peraih penghargaan Intel ISEF 2015 dalam bidang matematika.
Sementara itu, Luca Cada Lora dan Galih Ramadhan dari SMAN 1 Surakarta meraih penghargaan berkat invoasi metode dalam mengolah limbah logam berat dengan memanfaatkan abu vulkanik dari Gunung Kelud.
"Kami tidak langsung mendapatkan abu vulkanik dari Gunung Kelud tetapi dari depan rumah. Abu sampai rumah kami saat Kelud meletus tahun 2014," kata Luca yang membawa karya berjudul "Packed VolcAsh, an Inorganic Nature of Heavy Metals Absorbent".
Dalam kompetisi Intel ISEF, Luca dan Galih mengaplikasikan metode temuannya menjadi sebuah alat sederhana yang berfungsi mebgikat logam berat, seperti spons. Cukup mengalirkan air limbah ke alat itu maka logam berat akan menempel bak magnet, tak ikut mengalir ke lingkungan.
Ke depan, Luca dan Galih berencana untuk mematenkan metodologi pengolahan logam berat itu. Mereka juga akan mengoptimalkan peran abu vulkanik dan menyaring logam berat serta terus mengembangkan alatnya.
Anies Baswedan dalam audiensi menyatakan bahwa dirinya sangat bangga siswa Indonesia bisa memenangkan penghargaan bergengsi itu. Dia mengatakan, dua tim siswa itu telah "membawa harum nama bangsa."
Sementara Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Achmad Jazidie, menuturkan, "Grand Awards ini membuktikan bahwa Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Ke depan pemerintah ingin mendorong remaja untuk berprestasi di ajang internasional."
Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Humas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nur Tri Aries S, yang ikut mendampingi ke Amerika Serikat mengungkapkan bahwa kedua tim siswa ialah harapan bagi dunia ilmu pengetahuan masa depan.
"Ada banyak masalah yang dihadapi dunia saat ini. Salah satunya kurangnya orang yang bergerak dalam STEM (Science, Engineering, Technology, and Math). Karenanya lomba ini jadi penting," katanya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, berharap kedua tim siswa terus berinovasi serta berdiskusi dan berjejaring dengan remaja dan ilmuwan. "Tidak sampai di sini saja," cetusnya.
Luca dan Galih merupakan peserta Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI yang diadakan pada tahun 2014 lalu. Sementara Sudiarsana dan Palguna merupakan pemenang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia yang diadakan Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan tahun 2014.
Kedua tim siswa punya cita-cita yang berbeda. Galih misalnya, ingin mendirikan yayasan yang bergerak di bidang kesehatan. Sudiarsana ingin menerapkan keahlian matematikanya dengan menjadi analis keuangan. Sementara Galih bercita-cita menjadi gubernur Bali.