gusrus
7th January 2010, 03:53 PM
Laporan hasil audit investigatif BPK No. 64/LHP/XV/11/2009 telah diserahkan ke DPR pada hari Senin, 23 November 2009
Pada intinya laporan hasil audit investigatif ini menyatakan :
- Adanya LC fiktif
- Pelanggaran BMPK (batas maksimum pemberian kredit) yang berujung aliran dana nasabah dalam jumlah banyak, dan
- Upaya pembenaran melalui kebijakan
Sejak siaran langsung TV : penyerahan dan pemaparan laporan hasil audit investigatif Bank Century oleh Ketua BPK : Dr. Hadi Poernomo ke DPR tanggal 23 November 2009 itu, kemudian muncul gerakan pembenaran skandal Century. Sehingga, Pansus Angket DPR, KPK, dan publik juga perlu hati-hati dengan beberapa gerakan pembenaran skandal Century, baik berupa wacana yang dilontarkan para ekonom yang pro pemerintah, maupun berbagai bentuk iklan TV dan radio, serta spanduk-spanduk/poster-poster yang muncul dimana-mana.
Segala celah hukum untuk lolos dari jerat UU perbankan dan tindak pidana korupsi agaknya sudah disiapkan. Kita setidaknya bisa membaca tiga poin krusial pembenaran.
Pertama, argumentasi hukum tata negara (HTN) bahwa Perppu JPSK masih berlaku karena tidak pernah ditolak secara tegas oleh DPR. Kedua, mengatakan bail out Rp 6,7 triliun bukanlah termasuk keuangan negara karena tidak berasal dari APBN. Dan, ketiga, membangun wacana hukum bahwa �kebijakan tidak bisa dipidana�, khususnya pidana korupsi.
Yang paling mudah diklarifikasi adalah dana LPS itu uang Negara atau bukan?
Sudah dijawab oleh KPK, dana LPS (dana �bail out�) itu adalah uang Negara, alasannya :
1. Modal awal LPS berasal dari APBN (modal awal yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan sebesar Rp. 4 trilyun)
2. Penggunaan dan permintaan dana tambahan harus sepersetujuan Panitia Anggaran DPR.
3. Uang premi yang disetor ke LPS berasal dari BUMN (Bank Madiri, BNI 46, BRI, BTN dll). Sejak kasus BLBI, ada penyertaan modal (PMS) pemerintah di bank-bank swasta
Sumber : website LPS : PENDANAAN LPS : Lembaga Penjamin Simpanan (http://www.lps.go.id/v2/home.php?link=faq)
Dengan bekal latar belakang itu, maka kita dapat lebih mudah memahami karut marut skandal Bank Century
I. Pernyataan Partai Demokrat :
A). Sikap Partai Demokrat untuk skandal Century MENUNGGU HASIL AUDIT DARI BPK � bohong, karena sebenarnya sudah ada hasil audit interim BPK yang telah diserahkan oleh Ketua BPK : Prof. Dr. Anwar Nasution ke Komisi XI DPR tanggal 28 September 2009. Rekomendasi Komisi XI DPR disampaikan ke Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009
Jadi Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 itu memutuskan dua hal penting :
1) Adanya dugaan berbagai macam tindak pidana perbankan yang menyebabkan kolapsnya Bank Century. Kejahatan-kejahatan tersebut, di antaranya pelanggaran posisi devisa neto, penyimpangan surat berharga, kredit fiktif, dan pengeluaran fiktif.
Selain tindak pidana perbankan, terjadi pula penyalahgunaan kewenangan dan kesalahan penilaian oleh Bank Indonesia selaku pengawas perbankan dan Komite Stabilitas Sistim Keuangan (KSSK) yang memutuskan bail out.
2) Pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistim Keuangan). Dengan demikian, Sidang Paripurna DPR ini merupakan penegasan bahwa DPR tidak menyetujui Perppu No 4/2008 mengenai JPSK sejak tanggal 18 Desember 2008. Dengan pembatalan RUU JPSK ini, maka pengucuran dana talangan (bail out) Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dianggap tidak sah.
1. Partai Demokrat baru menyetujui pengajuan Hak Angket DPR setelah Ketua BPK : Dr. Hadi Poernomo menyerahkan hasil audit investigatif BPK ke DPR pada hari Senin, tanggal 23 November 2009 � hasilnya tentu lebih rinci dari hasil audit interim terdahulu,
Yang paling pokok dari hasil audit investigatif itu adalah :
1). KK (Komite Koordinasi) belum pernah dibentuk. Padahal menurut UU no. 24 tahun 2004 (UU LPS = Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan) pasal 1 ayat 9 : KK yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik
2). Dalam UU LPS ini sama sekali tidak disebut tentang KSSK (Komite Stabilitas Sistim Keuangan)
3). Dalam pasal 21 ayat 3 UU no. 24 tahun 2004 (UU LPS) : LPS menangani bank gagal sistemik setelah KK menyerahkan penanganannya ke LPS
4). Jadi pengucuran dana �bail out� Century baru bisa dilakukan setelah ada pelimpahan dari KK � padahal KK-nya sendiri belum pernah dibentuk (yang ada KSSK yang komposisi anggotanya lain sama sekali dengan KK), lalu kalau LPS terus langsung mengucurkan dana �bail out�, apakah ini bukan pelanggaran pasal 21 ayat 3 UU LPS ? Ini kan pelanggaran hukum !
5). Menurut hasil penelusuran PPATK, LPS ini baru selesai mengucurkan dana �bail out� Century ini pada bulan Juli 2009 (persis setelah Pilpres 2009) � dasar hukumnya apa ?
II. Kontroversi soal Perppu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK (Jaring Pengaman Sistim Keuangan) yang ditanda tangani Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008 (Lembaran Negara No. 149 tahun 2008)
A. Penolakan Perppu
a). Sesuai dengan UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan � Pasal 25 ayat 1 : Perppu ini harus dimintakan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya .
b). Ternyata Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 menolak Perppu no. 4 tahun 2008 ini, maka sesuai dengan pasal 25 ayat 3 UU No. 10 tahun 2004, Perppu tersebut gugur (TIDAK bisa dijadikan landasan hukum)
c). Sebagai tindak lanjut Ketua DPR mengirim surat ke presiden SBY. Surat Ketua DPR : Agung Laksono ke Presiden SBY tertanggal 24 Desember 2008 itu meminta Pemerintah mengajukan RUU JPSK selambat-lambatnya tanggal 19 Januari 2009 (sebagai pengganti Perppu no. 4 tahun 2008 tentang JPSK itu) � hal ini sesuai dengan bunyi pasal 25 ayat 4 UU No. 10 tahun 2004 yang berbunyi : Dalam hal Perppu ditolak oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU
d). Pemerintahpun mengajukan RUU JPSK pada tanggal 14 Januari 2009 ke DPR
e). Dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009, DPR membatalkan pembicaraan tingkat II RUU JPSK ini. Dengan demikian, Sidang paripurna DPR ini merupakan penegasan penolakan DPR pada Perppu No. 4 tahun 2008 sejak tanggal 18 Desember 2008.
Kontroversi dimulai dari pernyataan I Wayan Sugiana (anggota Pansus Hak Angket Century dari Partai Demokrat) pada Rapat Pleno Pansus, Senin 14 Desember 2009, yang menyatakan : Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 itu tidak tegas menolak Perppu No. 4 tahun 2008 itu. Saat itu ada empat fraksi menolak, empat fraksi menerima, dan dua fraksi abstain.
Kalau benar Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 mengambangkan Perppu itu, maka berarti DPR tidak pernah menyetujui Perppu itu, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Jika Perppu tidak disetujui DPR, maka Perppu itu harus dicabut.
Padahal pemerintah BELUM pernah mencabut Perppu No. 4 tahun 2008 ini, sehingga dapat diartikan bahwa pemerintah TELAH melanggar konstitusi (UUD 1945) � konsekuensi hukumnya jelas : Presiden dapat di-impeach karena telah melanggar konstitusi
Kalau diartikan bahwa pengajuan RUU JPSK ke DPR pada tanggal 14 Januari 2009 itu adalah bentuk pencabutan Perppu No. 4 tahun 2008, maka konsekuensi hukumnya jelas : (i) Dasar hukum keberadaan (eksistensi) KSSK itu gugur, (ii) Pengucuran dana talangan (bail out) oleh LPS sebesar Rp. 6,7 trilyun itu menjadi tidak sah
Jadi Perppu itu ditolak atau diambangkan oleh DPR, konsekuensi hukumnya tetap sama, Perppu itu tidak bisa diberlakukan.
B. Kenapa ada pihak-pihak yang ngotot menutupi fakta bahwa Perpu ini sebenarnya tidak bisa diberlakukan � jadi selalu mengatakan bahwa Perppu ini masih berlaku ?
Karena Perpu no. 4 tahun 2008 ini adalah dasar hukum dari :
1). Keberadaan (eksistensi) KSSK
KSSK itu adanya di Pasal 5 Perppu No. 4 tahun 2008 mengenai JPSK
Di pasal 5 itu disebut :
(a) pembentukan KSSK.
(b) Keanggotaan KSSK yang hanya terdiri dari Menkeu selaku Ketua merangkap anggota dan Gubernur Bank Indonesia selaku anggota.
Cukup ajaib, Presiden SBY bukan menggunakan UU no. 24 tahun 2004 tentang LPS, yaitu membentuk KK, tapi malahan mengeluarkan Perppu No. 4 tahun 2008 dengan membentuk lembaga lain, yaitu KSSK.
Jadi masalahnya :
(*) Kenapa Presiden TIDAK membentuk KK yang jelas fungsinya menurut pasal 1 ayat 9 UU LPS itu (KK memutus suatu bank gagal sistemik atau tidak), tapi malahan membentuk lembaga baru (KSSK) melalui Perppu No.4 tahun 2008.
(*) Keanggotaan KSSK itu terbatas (hanya Menkeu dan Gubernur BI), tapi kenapa dalam notulen Rapat KSSK (yang diserahkan ke BPK), rapat KSSK selalu saja dihadiri oleh banyak orang, termasuk Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R � Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi)
(*) KSSK itu harus resmi bubar setelah dasar hukumnya tidak ada, yaitu saat ditolaknya Perppu no. 4 tahun 2008 ini oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 atau diambangkannya Perppu ini oleh DPR tanggal 18 Desember 2008, sehingga menabrak pasal 22 ayat 3 UUD 1945.
Apapun alasan yang diambil (ditolak atau diambangkan oleh DPR), Perppu tetap tidak bisa diberlakukan �malahan menurut ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Presiden bisa di-impeach karena tidak pernah mencabut Perppu itu
(*) Lalu kenapa LPS masih mengucurkan dana �bail out� sampai Juli 2009 ? Atas pelimpahan wewenang dari mana dan dasar hukumnya apa? Jadi jelas sekarang, kenapa KK itu penting. Karena menurut ketentuan pasal 21 ayat 3 UU LPS : LPS hanya boleh menangani bank gagal berdampak sistemik setelah ada pelimpahan dari KK (bukan KSSK)
2. Anggapan bahwa pejabat publik tidak bisa dipidana (policy cannot be criminalized) � adanya di pasal 29 Perppu no. 4 tahun 2008
Kekebalan hukum Gubernur BI dan Menkeu dijamin dalam pasal 29 Perppu No. 4 tahun 2008 : Menkeu dan Gubernur BI atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Perppu No 4/2008 TIDAK DAPAT DIHUKUM sebab mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sesuai perppu,
MAKA SEBENARNYA SBY TAHU BAHWA UPAYA PENYELAMATAN BANK CENTURY ITU SEJAK AWAL RAWAN GUGATAN HUKUM. Makanya dipagari dengan pasal 29 Perppu no. 4 tahun 2008 itu
Perppu ini menabrak UU Tipikor (UU No. 20 tahun 2001). DENGAN DITOLAKNYA PERPPU INI OLEH DPR PADA TANGGAL 18 DESEMBER 2008 (yang ditegaskan lagi oleh pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK pada Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 yang merupakan penegasan penolakan Perppu No. 4 tahun 2008 oleh DPR pada tanggal 18 Desember 2008), MAKA YANG BERLAKU ADALAH UU TIPIKOR
Atau kalau menggunakan logika bahwa Perppu No. 4 tahun 2008 ini tidak pernah ditolak oleh DPR (yang berarti diambangkan atau tidak pernah disetujui oleh DPR), maka sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : pemerintah harus mencabut Perppu itu � kalau Presiden tidak pernah mencabutnya, Presiden melanggar konstitusi (dapat di-impeach). Kalau pengajuan RUU JPSK pada tanggal 14 Januari 2009 ke DPR itu dapat dipandang sebagai upaya pencabutan Perppu, konsekuensi hukumnya jelas : Perppu tetap tidak bisa diberlakukan, RUU JPSK itu baru rancangan, belum menjadi UU, maka yang berlaku adalah UU Tipikor (UU No. 20 tahun 2001)
UU Tipikor mengatur penyalah-gunaan wewenang pejabat.
Apakah SBY tidak tahu adanya UU Tipikor ini atau sengaja melanggarnya dengan mengeluarkan pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2009 ini (kekebalan hukum pejabat (policy cannot be criminalized).
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI � Pasal 3 itu berbunyi : �Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar�
Jadi cukup mengherankan kalau Christianto Wibisana masih ngotot bahwa pejabat tak bisa dipidanakan (policy cannot be criminalized). Dasarnya apa?
1. Perkembangan terbaru
1. Anehnya Presiden SBY mengirim surat ke DPR tentang pengajuan Rancangan Undang-Undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan tertanggal 11 Desember 2009
RUU Pencabutan Perppu JPSK ini terdiri atas tiga pasal. Materi yang paling krusial terletak di Pasal 2, Ayat (2). Pasal itu menegaskan, kebijakan yang telah ditetapkan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tentang penanganan krisis berdasarkan Perppu JPSK tetap sah dan mengikat.
Kemudian, pada bagian penjelasan ditegaskan, yang dimaksud dengan kebijakan KSSK itu adalah tentang penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Pada bagian penjelasan umum juga ada kalimat yang menegaskan, DPR tidak menyetujui Perppu Nomor 4 tentang JPSK dalam Sidang Paripurna 30 September 2009.(padahal Perpu ini telah ditolak DPR tanggal 18 Desember 2008 dan tanggal 30 September 2009 itu adalah pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (penegasan penolakan DPR tanggal 18 Desember 2008).
Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 itu sama sekali tidak membicarakan Perppu No. 4 tahun 2008
Ketentuan pasal 2 ayat 2 RUU JPSK yang menyatakan bahwa kebijakan yang telah ditetapkan KSSK tentang penanganan krisis tetap sah dan mengikat itu nampaknya ditujukan untuk melegalkan proses �bail out� Century
SURAT PRESIDEN SBY TERTANGGAL 11 DESEMBER 2009 ini MENABRAK UUD 1945 Pasal 22 ayat 3 juncto UU No. 10 tahun 2004 Pasal 25 ayat 1 dan ayat 3
Penjelasannnya :
a). Keberadaan (eksistensi) KSSK itu adanya di Perppu No. 4 tahun 2008
b). Perppu No. 4 tahun 2008 ini ditolak oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 (sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 25 ayat 3 UU No.10 tahun 2004 : Perpu tidak berlaku lagi), atau diambangkan oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 (sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Perppu harus dicabut)
c). Kalau diartikan bahwa pengajuan RUU JPSK ke DPR tanggal 14 Januari 2009 itu adalah bentuk pencabutan Perppu (sebab kalau Perppu itu tidak pernah dicabut : Presiden dapat di-impeach karena melanggar konstitusi), maka keberadaan KSSK dan keputusan KSSK itu menjadi kehilangan pijakan hukumnya (karena RUU itu bukan UU)
Dengan demikian, ketentuan pasal 2 ayat 2 RUU JPSK dan Penjelasannya itu menjadi gugur sejak saat pengajuan RUU JPSK ke DPR pada tanggal 14 Januari 2009 � proses �bail out� Century itu tidak sah.
Kenapa ?
Karena selama proses pembahasan RUU JPSK sejak diajukan ke DPR tanggal 14 Januari 2009 sampai ditolaknya RUU ini pada tanggal 30 September 2009 � menunjukkan bahwa RUU ini sama sekali BELUM menjadi UU, sehingga RUU JPSK ini, termasuk ketentuan pasal 2 ayat 2 berikut penjelasannya itu, TIDAK BISA dijadikan dasar hukum
2. Lalu Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa �bail out� Bank Century itu berdasarkan Pasal 39 dan Pasal 41-42 UU No. 24 tahun 2004 tentang LPS.
Pemerintah tidak menggunakan Perppu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK yang dipermasalahkan DPR itu.
Masalahnya kalau menggunakan UU No. 24 tahun 2004 (UU LPS) :
- Pasal 1 ayat 9 : Hanya KK yg berhak memutuskan apakah suatu bank gagal berdampak sistemik (BUKAN KSSK) � Pemerintah BELUM PERNAH membentuk KK
- Pasal 21 ayat 3 : Hanya dengan pelimpahan dari KK, maka LPS baru boleh mengucurkan dana �bail out� (BUKAN PELIMPAHAN dari KSSK) � jadi penanganan Bank Century oleh LPS itu dasar hukumnya apa, kalau KK tidak ada (belum pernah dibentuk)?
III. Kontroversi kehadiran Marsillam dalam rapat KSSK
Kehadiran Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R � Unit Kerja Presiden untuk Program Pengelolaan Reformasi) menunjukkan keterlibatan SBY. Hal ini terungkap dari Konperensi pers Sri Mulyani, Minggu tanggal 13 Desember 2009 di Gedung Djuanda Depkeu. (Sri Mulyani Putar Video Rekaman Rapat KSSK - KOMPAS.com (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/12/13/15361098/sri.mulyani.putar.video.rekaman.rapat.kssk))
Dari notulen rapat KSSK, Marsillam memang tidak hanya sekali hadir, tetapi banyak hadir dalam rapat-rapat soal Bank Century, seperti rapat tanggal 13, 15, 19, 20, 24 November 2008, juga Februari 2009.
Kehadiran Marsilam Simanjuntak dalam rapat KSSK itu dalam kapasitas sebagai apa? Marsillam itu ahli hukum, bukan ekonom. Soal menjadi melebar � keterlibatan Presiden dalam Century makin jelas
Ini link-nya :VIVANEWS - BISNIS - Ini Cuplikan Transkrip Rapat KSSK (http://bisnis.vivanews.com/news/read/113471-ini_bocoran_transkrip_rapat_kssk)
Pernyataan Julian Aldrin Pasha (Jubir Presiden) yang menyatakan bahwa Presiden tidak pernah menugaskan Marsillam untuk menghadiri rapat KSSK, tapi hadir sebagai penasehat Menkeu, menambah kontroversi seputar kasus pemberian dana talangan Bank Century.
Ini link-nya : KOMPAS cetak - Presiden Mengaku Tak Tugaskan Marsillam (http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/27/0505405/presiden.mengaku.tak.tugaskan.marsillam)
Sebelumnya, Panitia Khusus Angket Bank Century DPR mengungkapkan adanya notulensi sejumlah rapat KSSK yang dihadiri Marsillam sebagai Ketua UKP3R. Pada transkrip rapat konsultasi KSSK itu antara lain tertulis bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Marsillam diminta Presiden untuk bekerja dengan KSSK (Kompas, 24/12).
bersambung....
Pada intinya laporan hasil audit investigatif ini menyatakan :
- Adanya LC fiktif
- Pelanggaran BMPK (batas maksimum pemberian kredit) yang berujung aliran dana nasabah dalam jumlah banyak, dan
- Upaya pembenaran melalui kebijakan
Sejak siaran langsung TV : penyerahan dan pemaparan laporan hasil audit investigatif Bank Century oleh Ketua BPK : Dr. Hadi Poernomo ke DPR tanggal 23 November 2009 itu, kemudian muncul gerakan pembenaran skandal Century. Sehingga, Pansus Angket DPR, KPK, dan publik juga perlu hati-hati dengan beberapa gerakan pembenaran skandal Century, baik berupa wacana yang dilontarkan para ekonom yang pro pemerintah, maupun berbagai bentuk iklan TV dan radio, serta spanduk-spanduk/poster-poster yang muncul dimana-mana.
Segala celah hukum untuk lolos dari jerat UU perbankan dan tindak pidana korupsi agaknya sudah disiapkan. Kita setidaknya bisa membaca tiga poin krusial pembenaran.
Pertama, argumentasi hukum tata negara (HTN) bahwa Perppu JPSK masih berlaku karena tidak pernah ditolak secara tegas oleh DPR. Kedua, mengatakan bail out Rp 6,7 triliun bukanlah termasuk keuangan negara karena tidak berasal dari APBN. Dan, ketiga, membangun wacana hukum bahwa �kebijakan tidak bisa dipidana�, khususnya pidana korupsi.
Yang paling mudah diklarifikasi adalah dana LPS itu uang Negara atau bukan?
Sudah dijawab oleh KPK, dana LPS (dana �bail out�) itu adalah uang Negara, alasannya :
1. Modal awal LPS berasal dari APBN (modal awal yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan sebesar Rp. 4 trilyun)
2. Penggunaan dan permintaan dana tambahan harus sepersetujuan Panitia Anggaran DPR.
3. Uang premi yang disetor ke LPS berasal dari BUMN (Bank Madiri, BNI 46, BRI, BTN dll). Sejak kasus BLBI, ada penyertaan modal (PMS) pemerintah di bank-bank swasta
Sumber : website LPS : PENDANAAN LPS : Lembaga Penjamin Simpanan (http://www.lps.go.id/v2/home.php?link=faq)
Dengan bekal latar belakang itu, maka kita dapat lebih mudah memahami karut marut skandal Bank Century
I. Pernyataan Partai Demokrat :
A). Sikap Partai Demokrat untuk skandal Century MENUNGGU HASIL AUDIT DARI BPK � bohong, karena sebenarnya sudah ada hasil audit interim BPK yang telah diserahkan oleh Ketua BPK : Prof. Dr. Anwar Nasution ke Komisi XI DPR tanggal 28 September 2009. Rekomendasi Komisi XI DPR disampaikan ke Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009
Jadi Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 itu memutuskan dua hal penting :
1) Adanya dugaan berbagai macam tindak pidana perbankan yang menyebabkan kolapsnya Bank Century. Kejahatan-kejahatan tersebut, di antaranya pelanggaran posisi devisa neto, penyimpangan surat berharga, kredit fiktif, dan pengeluaran fiktif.
Selain tindak pidana perbankan, terjadi pula penyalahgunaan kewenangan dan kesalahan penilaian oleh Bank Indonesia selaku pengawas perbankan dan Komite Stabilitas Sistim Keuangan (KSSK) yang memutuskan bail out.
2) Pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistim Keuangan). Dengan demikian, Sidang Paripurna DPR ini merupakan penegasan bahwa DPR tidak menyetujui Perppu No 4/2008 mengenai JPSK sejak tanggal 18 Desember 2008. Dengan pembatalan RUU JPSK ini, maka pengucuran dana talangan (bail out) Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dianggap tidak sah.
1. Partai Demokrat baru menyetujui pengajuan Hak Angket DPR setelah Ketua BPK : Dr. Hadi Poernomo menyerahkan hasil audit investigatif BPK ke DPR pada hari Senin, tanggal 23 November 2009 � hasilnya tentu lebih rinci dari hasil audit interim terdahulu,
Yang paling pokok dari hasil audit investigatif itu adalah :
1). KK (Komite Koordinasi) belum pernah dibentuk. Padahal menurut UU no. 24 tahun 2004 (UU LPS = Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan) pasal 1 ayat 9 : KK yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik
2). Dalam UU LPS ini sama sekali tidak disebut tentang KSSK (Komite Stabilitas Sistim Keuangan)
3). Dalam pasal 21 ayat 3 UU no. 24 tahun 2004 (UU LPS) : LPS menangani bank gagal sistemik setelah KK menyerahkan penanganannya ke LPS
4). Jadi pengucuran dana �bail out� Century baru bisa dilakukan setelah ada pelimpahan dari KK � padahal KK-nya sendiri belum pernah dibentuk (yang ada KSSK yang komposisi anggotanya lain sama sekali dengan KK), lalu kalau LPS terus langsung mengucurkan dana �bail out�, apakah ini bukan pelanggaran pasal 21 ayat 3 UU LPS ? Ini kan pelanggaran hukum !
5). Menurut hasil penelusuran PPATK, LPS ini baru selesai mengucurkan dana �bail out� Century ini pada bulan Juli 2009 (persis setelah Pilpres 2009) � dasar hukumnya apa ?
II. Kontroversi soal Perppu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK (Jaring Pengaman Sistim Keuangan) yang ditanda tangani Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008 (Lembaran Negara No. 149 tahun 2008)
A. Penolakan Perppu
a). Sesuai dengan UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan � Pasal 25 ayat 1 : Perppu ini harus dimintakan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya .
b). Ternyata Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 menolak Perppu no. 4 tahun 2008 ini, maka sesuai dengan pasal 25 ayat 3 UU No. 10 tahun 2004, Perppu tersebut gugur (TIDAK bisa dijadikan landasan hukum)
c). Sebagai tindak lanjut Ketua DPR mengirim surat ke presiden SBY. Surat Ketua DPR : Agung Laksono ke Presiden SBY tertanggal 24 Desember 2008 itu meminta Pemerintah mengajukan RUU JPSK selambat-lambatnya tanggal 19 Januari 2009 (sebagai pengganti Perppu no. 4 tahun 2008 tentang JPSK itu) � hal ini sesuai dengan bunyi pasal 25 ayat 4 UU No. 10 tahun 2004 yang berbunyi : Dalam hal Perppu ditolak oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU
d). Pemerintahpun mengajukan RUU JPSK pada tanggal 14 Januari 2009 ke DPR
e). Dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009, DPR membatalkan pembicaraan tingkat II RUU JPSK ini. Dengan demikian, Sidang paripurna DPR ini merupakan penegasan penolakan DPR pada Perppu No. 4 tahun 2008 sejak tanggal 18 Desember 2008.
Kontroversi dimulai dari pernyataan I Wayan Sugiana (anggota Pansus Hak Angket Century dari Partai Demokrat) pada Rapat Pleno Pansus, Senin 14 Desember 2009, yang menyatakan : Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 itu tidak tegas menolak Perppu No. 4 tahun 2008 itu. Saat itu ada empat fraksi menolak, empat fraksi menerima, dan dua fraksi abstain.
Kalau benar Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 mengambangkan Perppu itu, maka berarti DPR tidak pernah menyetujui Perppu itu, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Jika Perppu tidak disetujui DPR, maka Perppu itu harus dicabut.
Padahal pemerintah BELUM pernah mencabut Perppu No. 4 tahun 2008 ini, sehingga dapat diartikan bahwa pemerintah TELAH melanggar konstitusi (UUD 1945) � konsekuensi hukumnya jelas : Presiden dapat di-impeach karena telah melanggar konstitusi
Kalau diartikan bahwa pengajuan RUU JPSK ke DPR pada tanggal 14 Januari 2009 itu adalah bentuk pencabutan Perppu No. 4 tahun 2008, maka konsekuensi hukumnya jelas : (i) Dasar hukum keberadaan (eksistensi) KSSK itu gugur, (ii) Pengucuran dana talangan (bail out) oleh LPS sebesar Rp. 6,7 trilyun itu menjadi tidak sah
Jadi Perppu itu ditolak atau diambangkan oleh DPR, konsekuensi hukumnya tetap sama, Perppu itu tidak bisa diberlakukan.
B. Kenapa ada pihak-pihak yang ngotot menutupi fakta bahwa Perpu ini sebenarnya tidak bisa diberlakukan � jadi selalu mengatakan bahwa Perppu ini masih berlaku ?
Karena Perpu no. 4 tahun 2008 ini adalah dasar hukum dari :
1). Keberadaan (eksistensi) KSSK
KSSK itu adanya di Pasal 5 Perppu No. 4 tahun 2008 mengenai JPSK
Di pasal 5 itu disebut :
(a) pembentukan KSSK.
(b) Keanggotaan KSSK yang hanya terdiri dari Menkeu selaku Ketua merangkap anggota dan Gubernur Bank Indonesia selaku anggota.
Cukup ajaib, Presiden SBY bukan menggunakan UU no. 24 tahun 2004 tentang LPS, yaitu membentuk KK, tapi malahan mengeluarkan Perppu No. 4 tahun 2008 dengan membentuk lembaga lain, yaitu KSSK.
Jadi masalahnya :
(*) Kenapa Presiden TIDAK membentuk KK yang jelas fungsinya menurut pasal 1 ayat 9 UU LPS itu (KK memutus suatu bank gagal sistemik atau tidak), tapi malahan membentuk lembaga baru (KSSK) melalui Perppu No.4 tahun 2008.
(*) Keanggotaan KSSK itu terbatas (hanya Menkeu dan Gubernur BI), tapi kenapa dalam notulen Rapat KSSK (yang diserahkan ke BPK), rapat KSSK selalu saja dihadiri oleh banyak orang, termasuk Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R � Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi)
(*) KSSK itu harus resmi bubar setelah dasar hukumnya tidak ada, yaitu saat ditolaknya Perppu no. 4 tahun 2008 ini oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 atau diambangkannya Perppu ini oleh DPR tanggal 18 Desember 2008, sehingga menabrak pasal 22 ayat 3 UUD 1945.
Apapun alasan yang diambil (ditolak atau diambangkan oleh DPR), Perppu tetap tidak bisa diberlakukan �malahan menurut ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Presiden bisa di-impeach karena tidak pernah mencabut Perppu itu
(*) Lalu kenapa LPS masih mengucurkan dana �bail out� sampai Juli 2009 ? Atas pelimpahan wewenang dari mana dan dasar hukumnya apa? Jadi jelas sekarang, kenapa KK itu penting. Karena menurut ketentuan pasal 21 ayat 3 UU LPS : LPS hanya boleh menangani bank gagal berdampak sistemik setelah ada pelimpahan dari KK (bukan KSSK)
2. Anggapan bahwa pejabat publik tidak bisa dipidana (policy cannot be criminalized) � adanya di pasal 29 Perppu no. 4 tahun 2008
Kekebalan hukum Gubernur BI dan Menkeu dijamin dalam pasal 29 Perppu No. 4 tahun 2008 : Menkeu dan Gubernur BI atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Perppu No 4/2008 TIDAK DAPAT DIHUKUM sebab mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sesuai perppu,
MAKA SEBENARNYA SBY TAHU BAHWA UPAYA PENYELAMATAN BANK CENTURY ITU SEJAK AWAL RAWAN GUGATAN HUKUM. Makanya dipagari dengan pasal 29 Perppu no. 4 tahun 2008 itu
Perppu ini menabrak UU Tipikor (UU No. 20 tahun 2001). DENGAN DITOLAKNYA PERPPU INI OLEH DPR PADA TANGGAL 18 DESEMBER 2008 (yang ditegaskan lagi oleh pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK pada Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 yang merupakan penegasan penolakan Perppu No. 4 tahun 2008 oleh DPR pada tanggal 18 Desember 2008), MAKA YANG BERLAKU ADALAH UU TIPIKOR
Atau kalau menggunakan logika bahwa Perppu No. 4 tahun 2008 ini tidak pernah ditolak oleh DPR (yang berarti diambangkan atau tidak pernah disetujui oleh DPR), maka sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : pemerintah harus mencabut Perppu itu � kalau Presiden tidak pernah mencabutnya, Presiden melanggar konstitusi (dapat di-impeach). Kalau pengajuan RUU JPSK pada tanggal 14 Januari 2009 ke DPR itu dapat dipandang sebagai upaya pencabutan Perppu, konsekuensi hukumnya jelas : Perppu tetap tidak bisa diberlakukan, RUU JPSK itu baru rancangan, belum menjadi UU, maka yang berlaku adalah UU Tipikor (UU No. 20 tahun 2001)
UU Tipikor mengatur penyalah-gunaan wewenang pejabat.
Apakah SBY tidak tahu adanya UU Tipikor ini atau sengaja melanggarnya dengan mengeluarkan pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2009 ini (kekebalan hukum pejabat (policy cannot be criminalized).
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI � Pasal 3 itu berbunyi : �Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar�
Jadi cukup mengherankan kalau Christianto Wibisana masih ngotot bahwa pejabat tak bisa dipidanakan (policy cannot be criminalized). Dasarnya apa?
1. Perkembangan terbaru
1. Anehnya Presiden SBY mengirim surat ke DPR tentang pengajuan Rancangan Undang-Undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan tertanggal 11 Desember 2009
RUU Pencabutan Perppu JPSK ini terdiri atas tiga pasal. Materi yang paling krusial terletak di Pasal 2, Ayat (2). Pasal itu menegaskan, kebijakan yang telah ditetapkan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tentang penanganan krisis berdasarkan Perppu JPSK tetap sah dan mengikat.
Kemudian, pada bagian penjelasan ditegaskan, yang dimaksud dengan kebijakan KSSK itu adalah tentang penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Pada bagian penjelasan umum juga ada kalimat yang menegaskan, DPR tidak menyetujui Perppu Nomor 4 tentang JPSK dalam Sidang Paripurna 30 September 2009.(padahal Perpu ini telah ditolak DPR tanggal 18 Desember 2008 dan tanggal 30 September 2009 itu adalah pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (penegasan penolakan DPR tanggal 18 Desember 2008).
Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 itu sama sekali tidak membicarakan Perppu No. 4 tahun 2008
Ketentuan pasal 2 ayat 2 RUU JPSK yang menyatakan bahwa kebijakan yang telah ditetapkan KSSK tentang penanganan krisis tetap sah dan mengikat itu nampaknya ditujukan untuk melegalkan proses �bail out� Century
SURAT PRESIDEN SBY TERTANGGAL 11 DESEMBER 2009 ini MENABRAK UUD 1945 Pasal 22 ayat 3 juncto UU No. 10 tahun 2004 Pasal 25 ayat 1 dan ayat 3
Penjelasannnya :
a). Keberadaan (eksistensi) KSSK itu adanya di Perppu No. 4 tahun 2008
b). Perppu No. 4 tahun 2008 ini ditolak oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 (sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 25 ayat 3 UU No.10 tahun 2004 : Perpu tidak berlaku lagi), atau diambangkan oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 (sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Perppu harus dicabut)
c). Kalau diartikan bahwa pengajuan RUU JPSK ke DPR tanggal 14 Januari 2009 itu adalah bentuk pencabutan Perppu (sebab kalau Perppu itu tidak pernah dicabut : Presiden dapat di-impeach karena melanggar konstitusi), maka keberadaan KSSK dan keputusan KSSK itu menjadi kehilangan pijakan hukumnya (karena RUU itu bukan UU)
Dengan demikian, ketentuan pasal 2 ayat 2 RUU JPSK dan Penjelasannya itu menjadi gugur sejak saat pengajuan RUU JPSK ke DPR pada tanggal 14 Januari 2009 � proses �bail out� Century itu tidak sah.
Kenapa ?
Karena selama proses pembahasan RUU JPSK sejak diajukan ke DPR tanggal 14 Januari 2009 sampai ditolaknya RUU ini pada tanggal 30 September 2009 � menunjukkan bahwa RUU ini sama sekali BELUM menjadi UU, sehingga RUU JPSK ini, termasuk ketentuan pasal 2 ayat 2 berikut penjelasannya itu, TIDAK BISA dijadikan dasar hukum
2. Lalu Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa �bail out� Bank Century itu berdasarkan Pasal 39 dan Pasal 41-42 UU No. 24 tahun 2004 tentang LPS.
Pemerintah tidak menggunakan Perppu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK yang dipermasalahkan DPR itu.
Masalahnya kalau menggunakan UU No. 24 tahun 2004 (UU LPS) :
- Pasal 1 ayat 9 : Hanya KK yg berhak memutuskan apakah suatu bank gagal berdampak sistemik (BUKAN KSSK) � Pemerintah BELUM PERNAH membentuk KK
- Pasal 21 ayat 3 : Hanya dengan pelimpahan dari KK, maka LPS baru boleh mengucurkan dana �bail out� (BUKAN PELIMPAHAN dari KSSK) � jadi penanganan Bank Century oleh LPS itu dasar hukumnya apa, kalau KK tidak ada (belum pernah dibentuk)?
III. Kontroversi kehadiran Marsillam dalam rapat KSSK
Kehadiran Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R � Unit Kerja Presiden untuk Program Pengelolaan Reformasi) menunjukkan keterlibatan SBY. Hal ini terungkap dari Konperensi pers Sri Mulyani, Minggu tanggal 13 Desember 2009 di Gedung Djuanda Depkeu. (Sri Mulyani Putar Video Rekaman Rapat KSSK - KOMPAS.com (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/12/13/15361098/sri.mulyani.putar.video.rekaman.rapat.kssk))
Dari notulen rapat KSSK, Marsillam memang tidak hanya sekali hadir, tetapi banyak hadir dalam rapat-rapat soal Bank Century, seperti rapat tanggal 13, 15, 19, 20, 24 November 2008, juga Februari 2009.
Kehadiran Marsilam Simanjuntak dalam rapat KSSK itu dalam kapasitas sebagai apa? Marsillam itu ahli hukum, bukan ekonom. Soal menjadi melebar � keterlibatan Presiden dalam Century makin jelas
Ini link-nya :VIVANEWS - BISNIS - Ini Cuplikan Transkrip Rapat KSSK (http://bisnis.vivanews.com/news/read/113471-ini_bocoran_transkrip_rapat_kssk)
Pernyataan Julian Aldrin Pasha (Jubir Presiden) yang menyatakan bahwa Presiden tidak pernah menugaskan Marsillam untuk menghadiri rapat KSSK, tapi hadir sebagai penasehat Menkeu, menambah kontroversi seputar kasus pemberian dana talangan Bank Century.
Ini link-nya : KOMPAS cetak - Presiden Mengaku Tak Tugaskan Marsillam (http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/27/0505405/presiden.mengaku.tak.tugaskan.marsillam)
Sebelumnya, Panitia Khusus Angket Bank Century DPR mengungkapkan adanya notulensi sejumlah rapat KSSK yang dihadiri Marsillam sebagai Ketua UKP3R. Pada transkrip rapat konsultasi KSSK itu antara lain tertulis bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Marsillam diminta Presiden untuk bekerja dengan KSSK (Kompas, 24/12).
bersambung....