j3ndiel
31st May 2011, 11:11 AM
Tersisih, Tak Mampu Bayar Uang Seragam Sekolah
http://u.ceriwis.us/img/59490853134620x310.jpg
Enam anak yang lahir di tengah keluarga miskin terancam tidak bisa menikmati pendidikan yang layak. Dua anak tertuanya bahkan kini menginjak usai dewasa dan tidak pernah mengennyam bangku sekolah.
POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com - Pada salah satu sisi areal pematang sawah yang jauh dari permukiman warga dan berbatasan dengan hutan di Kelurahan Ammassangang, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, berdiri sebuah gubug tua yang nyaris roboh.
Bangunan rapuh berukuran 5x4 meter itu hanya di topang beberapa kayu, dan ditutupi dengan atap rumbia. Tak ada yang menduga jika di dalam rumah itu hidup suami istri dengan enam orang anak, yang kondisinya amat memprihatinkan.
Sahawiah, ibu yang melahirkan enam anak itu, yang ditemui beberapa waktu lalu, mengaku sengaja memilih hidup terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk lainnya. Selain karena alasan tak punya lahan untuk tempat tinggal, juga ada perasaan minder untuk bergaul dengan masyarakat sekitar.
Bahkan, dua anak tertua di dalam keluarga ini, Mirnawati (18) dan Irwan (16) tak pernah merasakan bangku sekolah. Keduanya hanya sibuk membantu kedua orang tuanya bekerja menggarap sawah milik orang lain.
Sementara, tiga anak lainnya yang berhasil diajak oleh sebuah lembaga pemerhati anak untuk bersekolah, kini juga terancam berhenti. Alasannya, mereka tak mampu membeli seragam sekolah. Padahal ketiga anak itu tergolong sebagai siswa berprestasi di sekolahnya.
Biaya pendidikan memang gratis. Namun untuk membeli seragam sekolah yang berjumlah empat pasang, yakni putih merah, pramuka, batik dan baju olahraga, untuk ketiga anaknya, tentu bukan perkara mudah bagi Sahawiah dan suami.
Pendapatannya sebagai petani penggarap jauh dari cukup untuk menopang seluruh kebutuhan hidup. Pada saat musim panen, semua anggota keluarga termasuk anak-anaknya dikerahkan bekerja sebagai buruh tani untuk membantu menopang biaya hidup.
Hasniwati, yang kini tamat SD terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun. "Kalau tidak bisa lanjut ya terpaksa ikut bantu-bantu orang tua di sawah saja," ujar Hasniwati.
Impian Hasniwati menjadi guru untuk mencerdaskan anak-anak desa terancam kandas. Padahal ia terggolong berprestasi. Bayangkan, meski belajar di malam hari hanya dengan penerangan pelita, Hasniwati dan Sarniwati adiknya, mampu berada di peringkat 10 besar.
Sahawiah, sesungguhnya menaruh harapan besar kepada anak-anaknya yang kini masih bersekolah. Namun ia hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada sekarang. "Saya sih maunya semua anak saya tidak ada yang buta huruf seperti saya dan bapaknya. Tapi karena kita tak mampu ya kita terima apa adanya saja," ujarnya.
Julianti, pemerhati pendidikan dan anak terlantar di Polewali Mandar, yang terlibat mendorong tiga dari enam anak Sahawiah untuk bersekolah, menjelaskan, biaya empat jenis seragam berkisar Rp 500 ribu per orang.
"Kita sedang mendorong Pemerintah agar kewajiban seragam sekolah tak berlaku kepada semua sekolah, untuk meringankan orang tua siswa yang tidak mampu," ujar Julianti.Sumber Berita: http://regional.kompas.com/read/2011/05/31/10485233/Tersisih.Tak.Mampu.Bayar.Uang.Seragam
http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif
http://u.ceriwis.us/img/59490853134620x310.jpg
Enam anak yang lahir di tengah keluarga miskin terancam tidak bisa menikmati pendidikan yang layak. Dua anak tertuanya bahkan kini menginjak usai dewasa dan tidak pernah mengennyam bangku sekolah.
POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com - Pada salah satu sisi areal pematang sawah yang jauh dari permukiman warga dan berbatasan dengan hutan di Kelurahan Ammassangang, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, berdiri sebuah gubug tua yang nyaris roboh.
Bangunan rapuh berukuran 5x4 meter itu hanya di topang beberapa kayu, dan ditutupi dengan atap rumbia. Tak ada yang menduga jika di dalam rumah itu hidup suami istri dengan enam orang anak, yang kondisinya amat memprihatinkan.
Sahawiah, ibu yang melahirkan enam anak itu, yang ditemui beberapa waktu lalu, mengaku sengaja memilih hidup terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk lainnya. Selain karena alasan tak punya lahan untuk tempat tinggal, juga ada perasaan minder untuk bergaul dengan masyarakat sekitar.
Bahkan, dua anak tertua di dalam keluarga ini, Mirnawati (18) dan Irwan (16) tak pernah merasakan bangku sekolah. Keduanya hanya sibuk membantu kedua orang tuanya bekerja menggarap sawah milik orang lain.
Sementara, tiga anak lainnya yang berhasil diajak oleh sebuah lembaga pemerhati anak untuk bersekolah, kini juga terancam berhenti. Alasannya, mereka tak mampu membeli seragam sekolah. Padahal ketiga anak itu tergolong sebagai siswa berprestasi di sekolahnya.
Biaya pendidikan memang gratis. Namun untuk membeli seragam sekolah yang berjumlah empat pasang, yakni putih merah, pramuka, batik dan baju olahraga, untuk ketiga anaknya, tentu bukan perkara mudah bagi Sahawiah dan suami.
Pendapatannya sebagai petani penggarap jauh dari cukup untuk menopang seluruh kebutuhan hidup. Pada saat musim panen, semua anggota keluarga termasuk anak-anaknya dikerahkan bekerja sebagai buruh tani untuk membantu menopang biaya hidup.
Hasniwati, yang kini tamat SD terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun. "Kalau tidak bisa lanjut ya terpaksa ikut bantu-bantu orang tua di sawah saja," ujar Hasniwati.
Impian Hasniwati menjadi guru untuk mencerdaskan anak-anak desa terancam kandas. Padahal ia terggolong berprestasi. Bayangkan, meski belajar di malam hari hanya dengan penerangan pelita, Hasniwati dan Sarniwati adiknya, mampu berada di peringkat 10 besar.
Sahawiah, sesungguhnya menaruh harapan besar kepada anak-anaknya yang kini masih bersekolah. Namun ia hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada sekarang. "Saya sih maunya semua anak saya tidak ada yang buta huruf seperti saya dan bapaknya. Tapi karena kita tak mampu ya kita terima apa adanya saja," ujarnya.
Julianti, pemerhati pendidikan dan anak terlantar di Polewali Mandar, yang terlibat mendorong tiga dari enam anak Sahawiah untuk bersekolah, menjelaskan, biaya empat jenis seragam berkisar Rp 500 ribu per orang.
"Kita sedang mendorong Pemerintah agar kewajiban seragam sekolah tak berlaku kepada semua sekolah, untuk meringankan orang tua siswa yang tidak mampu," ujar Julianti.Sumber Berita: http://regional.kompas.com/read/2011/05/31/10485233/Tersisih.Tak.Mampu.Bayar.Uang.Seragam
http://u.ceriwis.us/img/17956cooltext524923436.gif