andreasxaverles
26th July 2010, 05:18 PM
http://static.inilah.com/data/berita/foto/688381.jpg
INILAH.COM, Jakarta Rencana Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk memblokir pornografi sebelum Ramadhan dinilai bukan hal baru dan sia-sia. Pemblokiran pornografi juga seharusnya tidak dilakukan oleh level negara.
Praktisi IT Budi Raharjo menilai rencana pemblokiran pornografi di internet oleh Kementrian Kominfo dinilai kurang efektif jika dilakukan oleh level negara. Pemblokiran sebaiknya dilakukan oleh level yang lebih rendah lagi.
"Kalau dilakukan pemblokiran dari level 1 negara itu kurang efektif. Kalau dilakukan dari level yang kecil seperti sekolah atau rumah (lebih baik). Seperti model antivirus. Tidak ada pemblokiran antivirus yang diterapkan di level negara. Tapi baru bisa diterapkan di level rumah, katanya di Jakarta, kemarin .
Ia juga mengingatkan aar pemerintah mencari cara mendistribusikan model pemblokirannya. Kalau penerapannya dipaksaan maka akan menjadi sulit, karena tidak disediakan media dan mekanisme sehingga harus mencari sendiri.
Yang dibuat repot oleh aturan blokir iternet itu adalah ISP dan warnet. Karena mereka yang bisa jadi sasaran, padahal keduanya hekadar penyalur data dan kemungkinan tidak tahu isi kontennya.
"Jadi kalau jahat, misalnya sebel pada satu warnet, cari saja konten porno yang tidak terfilter, karena pasti akan susah memfilter konten porno. Jadi warnetnya nantinya yang akan kena, padahal warnetnya tidak melakukan apa-apa, katanya.
"Kalau dari segi pornografinya iya harus diblokir, tapi kalau dari sisi teknis pemblokiran oleh negara, saya kira itu kurang sekali, tambahnya. Rencana pemblokiran pornografi di internet itu juga bukan ide pertama kali. Ia mengusulkan agar pemerintah menyediakan proxy yang sudah terfilter.
"Jika ada orang yang tidak ingin konten pornografi, pakailah proxy ini. Malah dengan begini akan ada value added-nya. Jadi kalau orang tua ingin kontennya bebas pornografi tinggal pakai proxy yang sesuai. Menurut saya ini jauh lebih bermanfaat. Lebih ke pilihan ISP dan konten yang edukatif, katanya.
Sementara Ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) M Irwin Day, mengatakan pemblokiran situs porno bisa mengurangi omset warnet. Dari pengalaman pengaplikasian filter lewat DNS Nawala mengalami penurunan pada bulan pertama. "Penurunannya ada yang sampai 30%, imbuhnya.
Tapi ia menambahkan karena sudah tahu terjadi penurunan, maka warnet berupaya melakukan promosi bahwa tempat usahanya bebas pornografi. Dan ternyata pada bulan ketiga balik normal kembali. "Yang memasang filter merasa lebih enak, karena orang-orang yang suka mengakses pronografi itu sebenarnya bikin berat internetnya, papar Irwin.
Irwin membantah konsumen memanfaatkan internet untuk mencari materi pornografi. Seperti pada saat keluarnya video Luna-Ariel beberapa waktu lalu, analisa di lapangan menunjukkan warnet tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
"Artinya tidak ada peningkatan yang berarti sewaktu heboh video itu kemarin. Kebalikan dengan pengguna kantoran dan pribadi. Beberapa operator mengakui trafik mereka melonjak waktu terjadi kehebohan soal video. Ini menunjukkan sebenarnya yang perlu dicermati adalah mereka pengguna internet personal, katanya. [ito/mdr]
INILAH.COM, Jakarta Rencana Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk memblokir pornografi sebelum Ramadhan dinilai bukan hal baru dan sia-sia. Pemblokiran pornografi juga seharusnya tidak dilakukan oleh level negara.
Praktisi IT Budi Raharjo menilai rencana pemblokiran pornografi di internet oleh Kementrian Kominfo dinilai kurang efektif jika dilakukan oleh level negara. Pemblokiran sebaiknya dilakukan oleh level yang lebih rendah lagi.
"Kalau dilakukan pemblokiran dari level 1 negara itu kurang efektif. Kalau dilakukan dari level yang kecil seperti sekolah atau rumah (lebih baik). Seperti model antivirus. Tidak ada pemblokiran antivirus yang diterapkan di level negara. Tapi baru bisa diterapkan di level rumah, katanya di Jakarta, kemarin .
Ia juga mengingatkan aar pemerintah mencari cara mendistribusikan model pemblokirannya. Kalau penerapannya dipaksaan maka akan menjadi sulit, karena tidak disediakan media dan mekanisme sehingga harus mencari sendiri.
Yang dibuat repot oleh aturan blokir iternet itu adalah ISP dan warnet. Karena mereka yang bisa jadi sasaran, padahal keduanya hekadar penyalur data dan kemungkinan tidak tahu isi kontennya.
"Jadi kalau jahat, misalnya sebel pada satu warnet, cari saja konten porno yang tidak terfilter, karena pasti akan susah memfilter konten porno. Jadi warnetnya nantinya yang akan kena, padahal warnetnya tidak melakukan apa-apa, katanya.
"Kalau dari segi pornografinya iya harus diblokir, tapi kalau dari sisi teknis pemblokiran oleh negara, saya kira itu kurang sekali, tambahnya. Rencana pemblokiran pornografi di internet itu juga bukan ide pertama kali. Ia mengusulkan agar pemerintah menyediakan proxy yang sudah terfilter.
"Jika ada orang yang tidak ingin konten pornografi, pakailah proxy ini. Malah dengan begini akan ada value added-nya. Jadi kalau orang tua ingin kontennya bebas pornografi tinggal pakai proxy yang sesuai. Menurut saya ini jauh lebih bermanfaat. Lebih ke pilihan ISP dan konten yang edukatif, katanya.
Sementara Ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) M Irwin Day, mengatakan pemblokiran situs porno bisa mengurangi omset warnet. Dari pengalaman pengaplikasian filter lewat DNS Nawala mengalami penurunan pada bulan pertama. "Penurunannya ada yang sampai 30%, imbuhnya.
Tapi ia menambahkan karena sudah tahu terjadi penurunan, maka warnet berupaya melakukan promosi bahwa tempat usahanya bebas pornografi. Dan ternyata pada bulan ketiga balik normal kembali. "Yang memasang filter merasa lebih enak, karena orang-orang yang suka mengakses pronografi itu sebenarnya bikin berat internetnya, papar Irwin.
Irwin membantah konsumen memanfaatkan internet untuk mencari materi pornografi. Seperti pada saat keluarnya video Luna-Ariel beberapa waktu lalu, analisa di lapangan menunjukkan warnet tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
"Artinya tidak ada peningkatan yang berarti sewaktu heboh video itu kemarin. Kebalikan dengan pengguna kantoran dan pribadi. Beberapa operator mengakui trafik mereka melonjak waktu terjadi kehebohan soal video. Ini menunjukkan sebenarnya yang perlu dicermati adalah mereka pengguna internet personal, katanya. [ito/mdr]