basta323
6th April 2011, 02:15 PM
http://blogsampah.blogsome.com/images/3R3b.jpg (http://blogsampah.blogsome.com/)�Apa yang sudah kamu lakukan untuk menyelamatkan bumi kita?�
Waduh apa ya? Hihihihi. Lucunya ada beberapa kebiasaan saya itu sebenernya berawal mula ketika saya lagi kuliah. Dan sebenernya, hal-hal itu dilakukan bukan karena "memikirkan bumi" tapi lebih karena "memikirkan kantong seorang murid kere". Dalam rangka penghematan, jadilah mikir-mikir gimana caranya untuk menghemat.
Barulah sekarang saya sudah lulus, sudah bekerja dan lumayan punya penghasilan� Lalu waktu itu dihadapkan: kalau sudah mampu, apakah masih terus berhemat? Dan baru kepikiran, ternyata hasil latihan selama 3-4 tahun sebagai mahasiswa itu berguna juga untuk membiasakan diri menyelamatkan bumi. *kacau kan?*
Jadi yang sudah saya lakukan, walau belum dan jauh sekali dari sempurna itu:
Menghemat listrik. Sewaktu di asrama, setiap kamar asrama itu cuma dikasih sekian watt, dan kalau wattnya terpakai banyak tentu saja listrik jadi njeprut atau kalau terlalu banyak yang memakai, lampu-lampu jadi redup dan sebagainya. Sewaktu pindah ke kostan bersama dengan beberapa teman, penghematan listrik itu memang perlu untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan. Misalnya: menggunakan lampu/perangkat hemat energi, mencabut colokan charger, mematikan dan tidak hanya men-standby alat-alat elektronik, menjaga agar isi kulkas tidak terlalu penuh (dan rajin membersihkan bunga es). (Sebenernya sih, menjaga isi kulkas supaya tidak terlalu penuh, selain biar kulkasnya nggak ngos-ngosan, juga supaya kita nggak boros makanan. Kalau kulkasnya penuh, kadang-kadang ada makanan yang terbiarkan dan akhirnya kadaluwarsa diam-diam di belakang kulkas. Kan repot tuh. Mana terus jadi bau dan hambur, kan.
Menghemat air. Waktu kuliah, ini juga salah satu tagihan yang kalau bisa ditekan dan sehemat mungkin. Untungnya pada kompak untuk selalu hemat, mulai dari mandi, sampai cuci piring, sampai cuci rumah, sampai urusan bikin aer panas untuk keperluan masak, minum teh/kopi. Namanya juga murid sih, asal hemat, air yang digunakan untuk mengukus (misalnya buat bakpau) lalu dipakai untuk menyeduh teh atau kopi. Rasanya sih� masih enak kok, masih sama kayak teh atau kopi yang seharusnya.
Mengolah sampah. Sejak kuliah dulu memang harus pinter-pinter mengolah sampah, karena waktu di asrama itu tukang sampahnya datang cuma seminggu sekali. Kebetulan, salah satu teman asramaku itu anak jurusan biologi, dan rajin bikin kotak kompos dan eksperimen-eksperimen yang saya juga nggak berani nanya buat apa. Jadi sampah organik itu ya tertampung oleh dia. Kalau untuk sampah non-organik, kebetulan depot daur ulang dengan berbagai tong sampah warna-warni itu deket dengan kampus. Lalu, selain itu, untuk mengurangi volume sampah, kami seasrama juga sepakat untuk mengatur apa yang dibeli, apa yang dikonsumsi, dll, jadi nggak sampai beli terlalu banyak dan akhirnya menghasilkan sampah yang terlalu banyak juga.
Tapi saya belajar bikin kompos sendiri baru-baru ini aja sih. Dan sekarang di rumah saya juga rajin mencoba mengumpulkan benda-benda non-organik (seperti botol, kertas, dll) yang bisa saya kreasikan. Cuma, ada satu wanti-wanti dari nyokap: semua bahan-bahan "mentah" ini harus muat di dalam satu kardus besar, jadinya rumah tetap rapi dan nggak seperti sarang sampah. Dan saya juga jadi harus berkreasi dan nggak cuma "memulung"nya doang. Apalagi kalo sudah penuh, harus cepat-cepat dibikin jadi sesuatu yang berguna. Untungnya musim liburan dan hari besar gini banyak kartu ucapan dan hadiah yang harus dibuat. *selamat deh*
Nggak ngambil kantong plastik di supermarket atau pasar. Terlalu banyak kantung plastik akhirnya bingung juga mau diapain. Ini juga kebiasaan waktu kuliah yang berkunjung ke pasar/supermarket itu cuma seminggu sekali (sempetnya cuma gitu doang), kalau pergi belanja bawa back pack (daripada gotong-gotong belanjaan, bikin tangan baret-baret dan ga mulus lagi) dan keranjang jinjing plastik. Untungnya tasku itu ada rongganya. Sebenernya sih katanya yang jualan itu untuk masukin laptop. Tapi, karena saya ga punya laptop, jadinya kalo dipake buat belanja, rongga itu jelas berguna, yang satu untuk bahan makanan, rongga satunya lagi untuk tisu, kapas dan benda-benda mandi atau benda-benda kebersihan lainnya. Jadi tetep higenis lah (ya, sehigenisnya anak kuliahan berperut baja, hohoho).
Makanan kalengan, roti, snack, buah, sayur, yang kering (termasuk tissue, sampo, sabun, dll), dan yang nggak amis atau basah bisa dimasukkan ke dalam tas tanpa harus pakai plastik. Sisanya, yang mungkin cuma 10%nya, yang basah atau amis (misalnya daging atau apa gitu), kan memang biasanya udah diplastikin tuh sama yang nimbang, tinggal dibungkus lagi pake kertas koran (bawa dari rumah, kadang-kadang kalo males bungkus ya ga dibungkus), dan dimasukkan ke dalam keranjang jinjing dari plastik. Keranjangnya tinggal dibilas pake air, dan dipake lagi lain kali. Emang sih, jadi bahan tontonan orang yang lagi di supermarket atau pasar, tapi sabodo lah. Saya kan ngangkatnya jadi gampang.
Nyoba untuk (selalu, sering, maunya sih) beli produk lokal. Untuk memperkecil "jejak karbon". Soalnya kalo yang interlokal kan harus naek pesawat terbang, atau kapal laut atau kendaraan, atau apa aja. Dan itu semua kan bahan bakar yang boros. Lagian kan kalo bisa bikin di negara sendiri, kenapa harus minta dari negara orang laen kan ya?
Jalan kaki, bersepeda, dan berkendaraan umum. Kebetulan waktu kuliah dulu mau ke mana-mana bisa pakai kendaraan umum, atau kalau cuaca cerah paling senang berjalan kaki (walau sampai berjam-jam sekaligus), atau bersepeda (dengan "nyuri-nyuri pake" sepeda milik teman asrama). Ini pun terbawa sampai sekarang, walau sebenernya di Jakarta, fasilitas untuk pejalan kaki itu� (aduh, pejalan kaki seperti anak tiri). Dan inilah juga penyebab mengapa sampe sekarang saya belom bisa nyetir mobil atau ngebut naek motor (selain gagal terus dalam ujian, saya dulu terlalu dimanja oleh kendaraan umum).
Udah. Cuma segitu aja. Masih jauuuuh dari yang seharusnya dilakukan yah. Belom bisa nanem tanaman, berhubung sampe sekarang ngurus kaktus aja bisa mati lho. *sedih*
Eh� terus harus dioper ke orang laen ya? Saya ngoper sama siapa ya? Tunggu, dipikir-pikir dulu deh. Untuk sementara, kalau ada yang mau nyoba bikin Pe-eR ini� monggo yah� Hihihi biar rame dan siapa tau saya juga bisa belajar dari yang lain.
sumber (http://blogsampah.blogsome.com/2007/12/28/selamatkan-bumi/)
Waduh apa ya? Hihihihi. Lucunya ada beberapa kebiasaan saya itu sebenernya berawal mula ketika saya lagi kuliah. Dan sebenernya, hal-hal itu dilakukan bukan karena "memikirkan bumi" tapi lebih karena "memikirkan kantong seorang murid kere". Dalam rangka penghematan, jadilah mikir-mikir gimana caranya untuk menghemat.
Barulah sekarang saya sudah lulus, sudah bekerja dan lumayan punya penghasilan� Lalu waktu itu dihadapkan: kalau sudah mampu, apakah masih terus berhemat? Dan baru kepikiran, ternyata hasil latihan selama 3-4 tahun sebagai mahasiswa itu berguna juga untuk membiasakan diri menyelamatkan bumi. *kacau kan?*
Jadi yang sudah saya lakukan, walau belum dan jauh sekali dari sempurna itu:
Menghemat listrik. Sewaktu di asrama, setiap kamar asrama itu cuma dikasih sekian watt, dan kalau wattnya terpakai banyak tentu saja listrik jadi njeprut atau kalau terlalu banyak yang memakai, lampu-lampu jadi redup dan sebagainya. Sewaktu pindah ke kostan bersama dengan beberapa teman, penghematan listrik itu memang perlu untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan. Misalnya: menggunakan lampu/perangkat hemat energi, mencabut colokan charger, mematikan dan tidak hanya men-standby alat-alat elektronik, menjaga agar isi kulkas tidak terlalu penuh (dan rajin membersihkan bunga es). (Sebenernya sih, menjaga isi kulkas supaya tidak terlalu penuh, selain biar kulkasnya nggak ngos-ngosan, juga supaya kita nggak boros makanan. Kalau kulkasnya penuh, kadang-kadang ada makanan yang terbiarkan dan akhirnya kadaluwarsa diam-diam di belakang kulkas. Kan repot tuh. Mana terus jadi bau dan hambur, kan.
Menghemat air. Waktu kuliah, ini juga salah satu tagihan yang kalau bisa ditekan dan sehemat mungkin. Untungnya pada kompak untuk selalu hemat, mulai dari mandi, sampai cuci piring, sampai cuci rumah, sampai urusan bikin aer panas untuk keperluan masak, minum teh/kopi. Namanya juga murid sih, asal hemat, air yang digunakan untuk mengukus (misalnya buat bakpau) lalu dipakai untuk menyeduh teh atau kopi. Rasanya sih� masih enak kok, masih sama kayak teh atau kopi yang seharusnya.
Mengolah sampah. Sejak kuliah dulu memang harus pinter-pinter mengolah sampah, karena waktu di asrama itu tukang sampahnya datang cuma seminggu sekali. Kebetulan, salah satu teman asramaku itu anak jurusan biologi, dan rajin bikin kotak kompos dan eksperimen-eksperimen yang saya juga nggak berani nanya buat apa. Jadi sampah organik itu ya tertampung oleh dia. Kalau untuk sampah non-organik, kebetulan depot daur ulang dengan berbagai tong sampah warna-warni itu deket dengan kampus. Lalu, selain itu, untuk mengurangi volume sampah, kami seasrama juga sepakat untuk mengatur apa yang dibeli, apa yang dikonsumsi, dll, jadi nggak sampai beli terlalu banyak dan akhirnya menghasilkan sampah yang terlalu banyak juga.
Tapi saya belajar bikin kompos sendiri baru-baru ini aja sih. Dan sekarang di rumah saya juga rajin mencoba mengumpulkan benda-benda non-organik (seperti botol, kertas, dll) yang bisa saya kreasikan. Cuma, ada satu wanti-wanti dari nyokap: semua bahan-bahan "mentah" ini harus muat di dalam satu kardus besar, jadinya rumah tetap rapi dan nggak seperti sarang sampah. Dan saya juga jadi harus berkreasi dan nggak cuma "memulung"nya doang. Apalagi kalo sudah penuh, harus cepat-cepat dibikin jadi sesuatu yang berguna. Untungnya musim liburan dan hari besar gini banyak kartu ucapan dan hadiah yang harus dibuat. *selamat deh*
Nggak ngambil kantong plastik di supermarket atau pasar. Terlalu banyak kantung plastik akhirnya bingung juga mau diapain. Ini juga kebiasaan waktu kuliah yang berkunjung ke pasar/supermarket itu cuma seminggu sekali (sempetnya cuma gitu doang), kalau pergi belanja bawa back pack (daripada gotong-gotong belanjaan, bikin tangan baret-baret dan ga mulus lagi) dan keranjang jinjing plastik. Untungnya tasku itu ada rongganya. Sebenernya sih katanya yang jualan itu untuk masukin laptop. Tapi, karena saya ga punya laptop, jadinya kalo dipake buat belanja, rongga itu jelas berguna, yang satu untuk bahan makanan, rongga satunya lagi untuk tisu, kapas dan benda-benda mandi atau benda-benda kebersihan lainnya. Jadi tetep higenis lah (ya, sehigenisnya anak kuliahan berperut baja, hohoho).
Makanan kalengan, roti, snack, buah, sayur, yang kering (termasuk tissue, sampo, sabun, dll), dan yang nggak amis atau basah bisa dimasukkan ke dalam tas tanpa harus pakai plastik. Sisanya, yang mungkin cuma 10%nya, yang basah atau amis (misalnya daging atau apa gitu), kan memang biasanya udah diplastikin tuh sama yang nimbang, tinggal dibungkus lagi pake kertas koran (bawa dari rumah, kadang-kadang kalo males bungkus ya ga dibungkus), dan dimasukkan ke dalam keranjang jinjing dari plastik. Keranjangnya tinggal dibilas pake air, dan dipake lagi lain kali. Emang sih, jadi bahan tontonan orang yang lagi di supermarket atau pasar, tapi sabodo lah. Saya kan ngangkatnya jadi gampang.
Nyoba untuk (selalu, sering, maunya sih) beli produk lokal. Untuk memperkecil "jejak karbon". Soalnya kalo yang interlokal kan harus naek pesawat terbang, atau kapal laut atau kendaraan, atau apa aja. Dan itu semua kan bahan bakar yang boros. Lagian kan kalo bisa bikin di negara sendiri, kenapa harus minta dari negara orang laen kan ya?
Jalan kaki, bersepeda, dan berkendaraan umum. Kebetulan waktu kuliah dulu mau ke mana-mana bisa pakai kendaraan umum, atau kalau cuaca cerah paling senang berjalan kaki (walau sampai berjam-jam sekaligus), atau bersepeda (dengan "nyuri-nyuri pake" sepeda milik teman asrama). Ini pun terbawa sampai sekarang, walau sebenernya di Jakarta, fasilitas untuk pejalan kaki itu� (aduh, pejalan kaki seperti anak tiri). Dan inilah juga penyebab mengapa sampe sekarang saya belom bisa nyetir mobil atau ngebut naek motor (selain gagal terus dalam ujian, saya dulu terlalu dimanja oleh kendaraan umum).
Udah. Cuma segitu aja. Masih jauuuuh dari yang seharusnya dilakukan yah. Belom bisa nanem tanaman, berhubung sampe sekarang ngurus kaktus aja bisa mati lho. *sedih*
Eh� terus harus dioper ke orang laen ya? Saya ngoper sama siapa ya? Tunggu, dipikir-pikir dulu deh. Untuk sementara, kalau ada yang mau nyoba bikin Pe-eR ini� monggo yah� Hihihi biar rame dan siapa tau saya juga bisa belajar dari yang lain.
sumber (http://blogsampah.blogsome.com/2007/12/28/selamatkan-bumi/)