Log in

View Full Version : Kisah Perjalanan Spiritual Para Guru


AGASYO
22nd October 2012, 04:18 PM
komandan komandin mohon maaf kalo repost dan kalau ada salah , tinggal PM ane aja , ane langsung koreksi
pengunjung yang baik selalu meninggalkan COMMENT
kalau thread ini memberi manfaat silahkan :rate5 dan kasih ane :melon: JANGAN:cabe:
sekian dan terimakasih ..
:shakehand:

CEKSON LAGI NDAN (http://www.ceriwis.org/supranatural-and-misteri/2382450-spiritual-dan-altruisme.html)
MANTAP ? NIH LAST NDAN CEKSON CEPET! (http://ceri.ws/2382458)
:loveindonesia

Thread ini berisi buku-buku Spiritual

Illuminata (Complete) : Start Post #2, End Post #43
Enlight your Life (Complete) : Start Post #49, End Post #169
Sehelai Daun Pencerahan (Complete) : Start Post #170, End Post #294
Dongeng dan Fabel (Belajar dari Kisah Dongeng) : Start Post #295, End Post #429
333 Goresan Toni Yoyo : Start Post #430, End Post #768
Revolusi Batin : Start Post #772, End Post #1324
Setitik Cahaya di tengah Kabut : Start Post #1325, End Post #1753
108 PERUMPAMAAN DHAMMA : Start Post #1756, End Post #1864
Pesan Para Guru : Start Post #1865, End Post #2416
Heartful Joy : Start Post #2417, End Post #2983
Secangkir Teh Spiritual : Start Post #2984

AGASYO
22nd October 2012, 04:19 PM
ILLUMINATA Be Good Be Happy Be Mindful


Petikan Pengantar Jaya Suprana
"Andaikata semua umat beragama bisa memiliki iman dan pemahanan rohaniah seperti penulis buku ini dapat dibayangkan betapa indah kehidupan di Planet Bumi ini karena tiada paksaan dogma-dogma fundamentalis sebagai sumber kebencian, permusuhan, penganiayaan, bahkan pembinasaan yang mengerikan!"
~Jaya Suprana, Budayawan, Kelirumolog

... Renungan Kebajikan ...
Semoga aku menjadi obat bagi yang sakit.
Semoga aku menjadi makanan bagi yang kelaparan.
Semoga aku menjadi pelindung bagi yang takut.
Semoga aku menjadi suaka bagi yang dalam bahaya.
Semoga aku menjadi penyejuk bagi yang murka.
Semoga aku menjadi pemandu bagi yang tersesat.
Semoga aku menjadi bahtera bagi yang menyeberang.
Semoga aku menjadi pelita bagi yang dalam gulita

AGASYO
22nd October 2012, 04:20 PM
ILLUMINATA 01


EMPAT ISTRI

Pada zaman dahulu, ada seorang pedagang kaya yang memiliki 4 orang istri. Dia paling mencintai istri ke-4-nya dan memanjakannya dengan berbagai fasilitas hidup yang bagus. Dia sangat penuh perhatian terhadap istri ke-4 dan selalu memberinya yang terbaik.

Dia juga sangat mencintai istri ke-3-nya. Dia sangat membanggakannya dan selalu ingin memamerkannya kepada teman-temannya. Namun demikian, sang pedagang senantiasa khawatir kalau istri ke-3 ini kabur dengan pria lain.

Dia juga mencintai istri ke-2-nya. Istri ke-2 ini adalah wanita yang penuh pengertian, penyabar, dan menjadi sandaran sang pedagang. Bilamana sang pedagang menghadapi masalah, istri ke-2 selalu datang dan membantunya memberikan jalan keluar dari masalah.

Sang istri pertama adalah wanita yang sangat setia dan telah berjasa besar dalam menjaga kekayaan dan kejayaan sang pedagang, serta mengurus rumah tangga mereka. Namun demikian, sang pedagang kurang mencintai istri pertamanya dan jarang memperhatikannya.

Suatu hari, sang pedagang jatuh sakit dan tak berapa lama dia menyadari bahwa dia akan segera meninggal. Dia teringat kehidupan mewah yang telah dijalaninya dan merenung: "Di sini aku punya 4 istri yang mencintaiku, tapi kalau aku mati... aku akan sendirian. Aku akan kesepian!"

Maka dia bertanya kepada istri ke-4, "Aku paling mencintaimu, melimpahimu dengan busana terbaik, dan mencurahkan perhatian besar kepadamu. Sebentar lagi aku akan mati, maukah kamu pergi bersamaku?" "Tidak bisa!", jawab istri ke-4 sambil bergegas meninggalkannya. Jawaban itu laksana pisau tajam yang langsung menusuk hati sang pedagang.

Pedagang yang kecewa itu lalu bertanya kepada istri ke-3-nya, "Aku mencintaimu dengan segenap hidupku, tapi aku akan mati, maukah kamu pergi bersamaku?" "Tidak mau!", jawab istri ke-3. "Hidup ini begitu indah! Aku akan menikah lagi kalau kamu sudah mati." Mendengar jawaban ini, hati sang pedagang jadi runtuh.

Dengan sedih, dia bertanya kepada istri ke-2, "Aku selalu berpaling padamu dan kamu selalu menolongku. Sekarang aku butuh pertolonganmu lagi. Kalau aku mati, maukah kamu pergi bersamaku?" "Maaf, kali ini aku tidak sanggup menolongmu," jawab istri ke-2. "Paling-paling, aku hanya bisa mengirimmu ke krematorium." Jawaban ini bagaikan halilintar dan membuat sang pedagang diam terlongong-longong...

Tiba-tiba terdengar suara, "Aku akan tinggal bersamamu. Aku akan ikut ke mana pun kamu pergi." Sang pedagang menoleh dan dia melihat istri pertamanya. Ia begitu kurus, lemah, dan tampak kurang gizi. Sang pedagang jadi sangat terenyuh... dan meratap lirih, "Aku seharusnya memperhatikanmu selagi aku bisa..."

Demikianlah, istri ke-4 adalah ibarat tubuh kita. Tak peduli seberapa lama dan besar usaha kita untuk mempercantik tubuh, tubuh tidak akan pergi bersama kita ketika kita mati.

Istri ke-3 ibarat jabatan dan kekayaaan kita. Ketika kita mati, tidakkah mereka pergi menjadi milik orang lain? Tidakkah orang lain mengambil alih posisi kita?

Istri ke-2 adalah ibarat keluarga dan teman-teman kita. Tak peduli betapa baiknya mereka saat kita hidup, paling jauh mereka hanya akan bisa mengantar kita ke krematorium.

Istri pertama, dalam hal ini diibaratkan sebagai kesadaran atau sisi spiritual kita, yang telah kita abaikan sepanjang waktu dalam pengejaran kesenangan material dan indrawi. Padahal, justru kesadaran inilah yang merupakan satu-satunya hal yang terus bersama kita ke mana pun kita pergi.

Oleh karenanya, sudah semestinya kita mulai mengembangkan dan melatih kesadaran kita, alih-alih menunggu sampai menjelang ajal dan meratap, "Aku seharusnya memperhatikanmu selagi aku bisa..."

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:20 PM
ILLUMINATA 02


KERENDAHAN HATI SEMU

Kita bisa amati bahwa kerendahan hati yang semu dapat berkembang sedemikian rupa sehingga orang bisa MERASA benar-benar rendah hati. Hal ini bisa sangat menakutkan!
Kadang-kadang kita secara tidak sengaja menjadi korban hal ini... Beberapa dari kita, terkadang dituduh kurang rendah hati dan tulus. Oleh karenanya, ada orang yang belajar terlalu cepat dan terlalu keras untuk menjadi rendah hati dan tulus, tanpa PERHATIAN yang benar dan memadai.

Yang dimaksud dengan PERHATIAN yang kurang benar dan kurang memadai adalah bahwa perhatian orang semacam itu hanyalah cukup untuk menjaga pikiran dan perbuatannya terhadap orang lain. Perhatian itu BELUM menembus ke dalam pikirannya sendiri!

Ia bisa menjadi sungguh rendah hati, namun hanya dengan tujuan untuk memberikan kesan yang baik. Dan niat untuk memberikan kesan baik ini terasa seperti AKTUALISASI DIRI yang sehat, padahal ini adalah "KESOMBONGAN" yang justru merupakan hambatan bagi pengembangan spiritual. Orang menjadi tidak jujur kepada diri sendiri dan dunia tanpa menyadarinya.

Para orang bijak tidak memiliki aktualisasi diri karena mereka tidak memiliki diri (ego). Karena tidak memiliki ego, mereka bisa untuk tidak mementingkan diri sendiri. Mereka tidak perlu merendahkan hati karena pada hakikatnya mereka tidak memiliki keangkuhan untuk ditaklukkan. Namun demikian, kita melihat sosok yang menyenangkan secara alamiah dari seorang yang agung, semuanya ALAMI tanpa "perasa" maupun "pengawet", mengatasi semua pretensi dan pertentangan di dalam batin. Betul-betul damai dan menyegarkan!

Waspadalah terhadap kerendahan hati yang semu—kurangi keterpaksaan untuk menjadi rendah hati—jadilah alami!

Catatan: Dalam teori hirarki kebutuhan Maslow yang tersohor, dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan tertinggi seseorang adalah AKTUALISASI DIRI (self-actualization). Tidak banyak yang tahu bahwa menjelang akhir hayatnya Maslow meralat teorinya, yang mana pencapaian tertinggi seharusnya adalah MELEPASKAN DIRI (self-transcendence)—meninggalkan pemuasan keinginan diri nan tiada habis.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:21 PM
ILLUMINATA 03


PELAJARAN TITANIC

Apa yang lebih berarti daripada kisah cinta dalam film Titanic, adalah bagaimana karakter yang berbeda-beda bereaksi di hadapan wajah kematian yang mendekat:

• Perancang kapal tampak merasa bersalah, ia sedih dan menyesal, merenungkan kesalahan yang telah ia buat, dan membiarkan yang lain berlari ke perahu penyelamat.
• Sang kapten tampak penuh dengan keterikatan, terjebak oleh reputasinya yang rusak dan mimpi indah pensiunnya yang hancur. Ia memegang topinya, tidak mencoba menyelamatkan diri, berdiam diri menunggu kematian. Terlalu angkuh?
• Si orang jahat sungguh tak bermoral, mencoba menyuap dan menipu untuk menyelamatkan diri sendiri.
• Sang petugas tidak sanggup lagi menahan beratnya tekanan saat mencoba menertibkan keadaan. Ia terpaksa menembak salah seorang penumpang yang tidak mau antri. Merasa menyesal dan tak berdaya, ia menembak dirinya sendiri!
• Ada juga orang-orang yang langsung terjun ke laut berenang mengejar perahu penyelamat yang sudah bergerak.
• Ada juga mereka yang berdoa dengan penuh semangat memohon pertolongan.
• Orang biasa, saling berebut untuk dapat masuk ke dalam perahu penyelamat.
• Terdapat juga mereka (seperti Jack dan Rose) yang tidak mau lepas satu sama yang lain, tapi tak peduli dengan sekitar! Betapa egoisnya cinta buta itu…
• Dan tentu saja, ada sekelompok pemain musik yang membuat sejarah dengan terus memainkan musik sampai mati di tengah orang-orang yang panik.

Jadi pertanyaannya adalah: jika Anda berada di dalam Titanic pada malam itu, Anda akan bereaksi seperti apa? Anda anggap reaksi itu tepat? Apanya yang tepat? Titanic merupakan bencana besar yang nyata. Ia merupakan satu-satunya kapal dalam sejarah yang diklaim tidak dapat tenggelam, namun ia karam dalam pelayarannya yang pertama. Apa hubungannya dengan kita?

Dari kisah nyata itu kita belajar bahwa dalam keadaan normal, setiap orang tampak baik, ramah, bersahabat, sulit untuk tahu siapa yang sebenarnya berkarakter baik atau buruk. Namun begitu krisis melanda… nah! Pada saat itulah, sifat asli setiap orang muncul! Ibarat banjir yang memunculkan semua kotoran, demikian pula kesusahan dan kemalangan akan memunculkan dengan jelas siapa yang baik dan siapa yang kurang baik. Dalam keadaan krisis, karakter asli setiap orang akan tampak lebih nyata. Ini bisa kita amati dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang di sekitar kita, termasuk diri kita sendiri.

Pelajaran penting lainnya adalah banyak di antara kita yang merasa dirinya Titanic: kita acapkali berlaku seolah kita tidak akan pernah mati. Kita merasa tidak dapat dikalahkan oleh Usia, Penyakit, dan Kematian, tak terkalahkan melawan Hukum Kesementaraan. Terselubungi oleh ilusi besar. Kesementaraan tidak untuk dibicarakan tetapi untuk dihayati sampai ke sumsum tulang. Kematian yang mendekat merupakan motivasi paling kuat bagi kita untuk mencapai keadaan yang mengatasi kematian.

Tepat pada hari kita dilahirkan, kita semua adalah Titanic yang SEDANG tenggelam, mengawali perjalan menuju kematian. Masalahnya adalah kita tidak pernah tahu seberapa banyak bagian dari kapal kehidupan kita yang masih berada di atas air. Sudahkah Anda rencanakan cara menyelamatkan diri? Bagaimana caranya Anda akan keluar dari kapal itu? Ada sebuah pepatah kuno di India:

”Hal yang paling menakjubkan di dunia ini adalah kita semua hidup seolah-olah kita masih akan hidup besok pagi.”

Pada suatu hari nanti, kita tidak akan hidup lagi dan bagian yang menakutkan adalah ‘besok’ itu bisa saja berarti betul-betul besok! Semoga kita dapat menghargai hidup ini dan sadar betapa pentingnya melampaui hidup dan mati, hari ini. Betul, sadarilah hal itu hari ini juga! Karena besok mungkin sudah terlambat.

Iya, iya, Anda sudah pernah mendengar nasihat semacam ini ribuan kali. Jadi, apakah yang ini akan menjadi satu nasihat lagi seperti yang sudah-sudah? Anda sendiri yang menentukan. Anda boleh mulai serius memikirkannya saat ini juga, atau besok???

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:21 PM
ILLUMINATA 04


JUNGKIR BALIK

Dalam sebuah ujaran Tiongkok, kadang-kadang kita disebut sebagai “makhluk yang jungkir balik” (dian dao zhong sheng). Mungkin terdengar lucu, tapi ungkapan itu tepat melukiskan sifat kita. Ada beberapa contoh di sini...

Kita, umat manusia kadang-kadang suka membayar agar bisa takut. Kita mencari kesenangan dengan roller-coaster yang mengerikan atau dengan film-film horor dan menganggap itu semua puncak kebahagiaan tertinggi.

Kita jatuh cinta pada orang yang betul-betul asing, seperti pada bintang film yang tak kita kenal, lupa bahwa orang-orang di sekeliling kita (yang kita anggap sudah kita kenal sampai basi) adalah justru orang yang mau mengorbankan nyawa demi kita. Betul, yang saya maksudkan adalah cinta tak terbatas dari orang tua kita yang melampaui cinta-cinta lainnya. Kita sering mengeluarkan duit untuk melihat bintang pujaan kita tanpa banyak berpikir, tapi ragu-ragu saat hendak memberi kepada orang tua kita untuk kesejahteraan mereka.

Kita makan makanan pedas, panas eksotis, membuat perut kita jungkir balik, berkeringatan seperti orang tidak waras, terengah-engah dan merasa ‘sungguh asyik’! Tatkala hal ini terjadi, upaya mendapatkan kesejukan pikiran damai jadi terlupakan! Makanan itu begitu enak—pada momen itu, lebih ‘hebat’ dari surga mana pun! Kita sering memilih pergi menyantap makanan seperti itu daripada bermeditasi atau bertenang damai!

Waktu yang mengasyikkan berarti mabuk sampai setengah mati dan muntah ke mana-mana meskipun harus pusing jungkir balik keesokan harinya.

Banyak terdapat ‘jungkir balik’ yang aneh pada diri kita semua. Sifat orang-orang yang bijaksana sebenarnya tidak terlalu berbeda dari kita, dalam arti mereka cuma orang dengan ‘posisi yang benar’. Orang yang bijaksana sangatlah membumi, realistis, dan dengan penuh pengertian mengajar kita ‘berdiri di atas kaki sendiri’.

Dengan demikian, proses pengembangan itu adalah ‘membalikkan sifat kita yang terbalik’ ke hakikat sebenarnya! Kita semua adalah orang dengan benih pencerahan yang tinggal di-jungkir-balik-kan ke keadaan yang benar! Kita adalah orang biasa atau orang yang telah cerah, tergantung bagaimana kita melihatnya. Dua sisi mata uang! Sudahkah Anda ‘berjungkir balik’? Kepada hidup baru!

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:22 PM
ILLUMINATA 05


YA BEGITU SAJA

Suatu hari Sang Guru kehilangan kudanya.
Temannya datang untuk menghibur.
Sang Guru berkata,
"Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Suatu hari kudanya pulang beserta seekor kuda liar.
Temannya datang mengucap selamat.
Sang Guru berkata,
"Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Suatu hari anak Sang Guru patah kaki jatuh dari kuda liar itu.
Temannya datang untuk menghibur.
Sang Guru berkata,
"Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Suatu hari pecah perang, semua pemuda sehat harus berangkat perang.
Temannya datang mengucap selamat.
Sang Guru berkata,
"Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Setelah terik datanglah hujan.
Setelah hujan datanglah terik.
Bukan baik atau bukan buruk.
Ya begitu saja.

Kita tidak semestinya terjebak dalam dualisme. Pikiran kita seolah terprogram untuk berpikir dualistik baik–buruk. Lebih jauh, kita selalu melekat pada apa yang kita ANGGAP baik.

Kalau sesuatu yang kita ANGGAP baik datang, kita katakan itu ANUGERAH, kita menyanjung, kita bersorai, kita tergelak….

Kalau sesuatu yang kita ANGGAP tidak baik datang, kita katakan itu MUSIBAH, kita merutuk, kita meratap, kita menangis….

Anugerah atau musibah, sebenarnya ya, begitu saja….
Bukan baik atau bukan buruk.
Pikiran kita sajalah yang meng-ANGGAP-nya demikian.

Masihkah kita akan "dipermainkan" oleh dualisme pikiran?
Ayolah, kita senantiasa berbahagia, dalam segala peristiwa.
Tidak ada baik, tidak ada buruk!
Ya begitu saja….

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:23 PM
ILLUMINATA 06


BISA MATI KAPAN SAJA

Seorang pria mendatangi Sang Guru, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apa pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati saja.

"Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, Sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan Alergi Hidup."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku," kata Sang Guru. "Tidak Guru, tidak! Saya sudah betul-betul bosan. Saya tidak ingin hidup," pria itu menolak tawaran sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya, memang saya sudah bosan hidup." "Baiklah, kalau begitu maumu. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran pria itu jadi bingung. Setiap guru yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat hidup. Yang satu ini aneh. Ia malah menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul jemu, ia menerimanya dengan senang hati. Sesampai di rumah, ia langsung menenggak setengah botol "obat" dari Sang Guru. Dan... ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya... Begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.

Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu." Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergerak untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia melihat istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun merasa aneh sekali. Selama ini, mungkin aku salah, "Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap perbedaan pendapat. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah petang itu, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pa, maafkan kami semua. Selama ini Papa selalu stress karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Seketika hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum? Ia mendatangi Sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, Sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok. Kau sudah sembuh! Jika kau hidup dalam kekinian, jika kau hidup dengan kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Hilangkan egomu, keangkuhanmu. Jadilah lembut, selembut air, dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan."

Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi pengalaman sehari terakhirnya. Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja. Itulah sebabnya, ia selalu tenang, selalu bahagia!

Tunggu. Kita semua SUDAH TAHU bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA. Tapi masalahnya: apakah kita SELALU SADAR bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA? Nah!

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:23 PM
ILLUMINATA 07


HATI SELUAS DUNIA

Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.

Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok.

"Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang Guru.

"Asin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah."

Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut pemuda itu.

"Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang Guru.

"Tidak," jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu."

"Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan. Hati yang seluas dunia!"

Keduanya beranjak pulang. Sang Guru masih menyimpan "segenggam garam" untuk orang-orang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan hati.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:24 PM
ILLUMINATA 08


PUDING SUSU YANG BENGKOK

Hiduplah dua anak yang sangat miskin. Mereka hidup dengan meminta-minta makanan dari satu rumah ke rumah lain di desa. Satu dari mereka buta sejak lahir dan yang satu membantunya; setiap hari mereka berkeliling meminta makanan.

Suatu hari anak yang buta jatuh sakit. Temannya berkata, "Kamu istirahat saja. Aku akan carikan makanan buatmu." Lalu dia pergi.

Hari itu anak tersebut cukup beruntung, dia ditraktir oleh seseorang untuk makan puding susu yang sangat lezat. Dia belum pernah mencicipi makanan semacam ini dalam hidupnya dan dia sangat menikmatinya.

Ketika anak itu pulang menemui temannya yang buta, ia menceritakan pengalamannya, "Tadi aku ditraktir makan puding susu yang sangat lezat, tapi sayang aku tidak bisa membawakannya untukmu."

Si anak buta bertanya, "Puding susu itu seperti apa sih?"
Jawab temannya, "Oh, itu lho, putih-putih... susu itu putih."

Karena buta sejak lahir, dia tidak paham, "Putih itu apa?"
"Kamu tidak tahu putih itu seperti apa?"

"Tidak tahu."
"Putih itu kebalikannya hitam."

"Hitam? Apa itu apa hitam?"
"Ya, ampun... coba kamu pahami putih itu saja deh!"

Si anak buta tetap aja belum mengerti. Lantas temannya melihat seekor burung bangau putih dan menangkapnya. Ia menyerahkan bangau putih itu kepada temannya yang buta, "Nah, putih itu seperti ini."

Si anak buta menyentuh bangau itu, "O, aku tahu, putih itu lembut."
"Bukan! Bukan! Itu tidak ada hubungannya. Putih ya putih!"

"Tapi kamu bilang putih itu seperti bangau ini. Aku merasakan bangau ini lembut. Jadi puding susu itu lembut. Putih itu lembut."
"Bukan begitu... kamu masih keliru. Coba lagi..."

Kembali si anak buta memeriksa bangau itu, dia menyapukan tangannya dari paruh, ke leher, ke badan, sampai ke ujung ekor bangau. Akhirnya dia bersorak kegirangan, "Aah, aku tahu sekarang! Putih itu bengkok! Puding susu itu bengkok!"

Dia tidak bisa memahaminya karena dia tidak punya kemampuan untuk mengalami warna putih itu seperti apa adanya. Demikian pula halnya, jika kita tidak mengembangkan kemampuan untuk mengalami Kebenaran seperti apa adanya, maka... Kebenaran akan selalu bengkok!

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:24 PM
ILLUMINATA 09


RESEP DOKTER

Seseorang jatuh sakit dan berkonsultasi ke dokter. Sang dokter memeriksanya dan menuliskan resep untuknya. Orang itu sangat percaya kepada dokternya, dia pulang dan menaruh foto sang dokter di ruang doanya. Dia lalu mengambil resep dari sang dokter dan menguncarkan tulisan di dalam resep tersebut, "Pagi dua pil! Siang dua pil! Malam dua pil."

Karena begitu besar kepercayaan orang itu kepada dokternya, setiap hari selama berminggu-minggu dia terus menguncarkan isi resep itu, tetapi tetap saja resep itu tidak membantu menyembuhkan penyakitnya. Dia memutuskan untuk menemui sang dokter lagi untuk mengetahui lebih lanjut tentang resep itu. Ia bertanya kepada sang dokter, "Kenapa Dokter memberi resep ini? Bagaimana resep ini bisa menolong saya?"

Sebagai orang yang bijaksana, sang dokter menjelaskan, "Begini... ini penyakitmu, ini penyebab dari penyakitmu. Jika kamu minum obat yang saya resepkan, obat itu akan mengatasi penyebab penyakitmu. Kalau penyebab penyakitmu sudah teratasi, dengan sendirinya penyakitmu akan tersembuhkan."

Orang itu berpikir, "Wow, luar biasa! Dokterku sangat pintar! Resepnya sangat ampuh!" Dia pulang dan mulai bertikai dengan para tetangga dan temannya, "Dokterku adalah dokter terhebat! Dokter lain tidak ada gunanya!" Namun apa yang dia dapatkan? Seumur hidup mungkin saja dia terus bertikai, tetapi tetap saja ia tidak tertolong. Hanya dengan meminum obatnya, orang itu akan tersembuhkan dari penyakitnya, dari penderitaannya.

Orang yang tercerahkan itu bagaikan dokter. Atas dasar belas kasih, ia memberikan resep berisi nasihat kepada orang-orang mengenai cara untuk membebaskan diri mereka dari penderitaan. Jika orang mengembangkan keimanan membuta kepada orang bijak tersebut, mereka mengubah resep itu menjadi ayat suci dan mulai bertikai dengan aliran lain, menyatakan bahwa ajaran pendiri aliran mereka lebih hebat. Namun demikian, tak ada yang sadar untuk mempraktikkan apa yang diajarkan, untuk meminum obat yang diresepkan agar terbebas dari penderitaan.

Memiliki keyakinan kepada dokter itu bermanfaat kalau memang bisa mendorong pasien untuk mengikuti nasihatnya. Memahami cara kerja obat juga bermanfaat jika itu bisa mendorong pasien untuk meminum obatnya. Tanpa benar-benar meminum obatnya, mana bisa sembuh dari penyakit? Anda harus meminum sendiri obatnya.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:25 PM
ILLUMINATA 10


CARA MENGAJAR TERBAIK

Hiduplah seorang guru yang bijaksana, guru tersebut memiliki beberapa orang murid, salah satu di antara muridnya ada yang gagu. Suatu hari sang guru menyuruh muridnya yang gagu untuk turun gunung.

Sang guru berkata, "Besok, turun gununglah dan sebarkanlah ajaran Kebenaran yang telah kubabarkan kepada semua orang."

Muridnya yang gagu itu merasa rendah diri dan segera menulis di atas kertas, "Maafkan saya Guru, bagaimana mungkin saya dapat menyebarkan ajaran Guru, saya ini kan gagu. Mengapa Guru tidak menyuruh murid lain saja yang tentu mampu membabarkan ajaran Guru dengan lebih baik?"

Sang Guru tersenyum dan meminta muridnya merasakan sebiji anggur yang diberikan olehnya. "Anggur ini manis sekali," tulis muridnya.

Sang Guru kembali memberikan sebiji anggur yang lain. "Anggur ini masam sekali," tulis muridnya.

Kemudian Gurunya melakukan hal yang sama pada seekor burung beo. Biarpun diberi anggur yang manis maupun masam beo itu tetap saja mengoceh, "Masam... masam...."

Sang Guru menjelaskan pada muridnya,

"Kebenaran bukanlah untuk dihafal, bukan pula cuma untuk dipelajari, tapi yang terutama adalah untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Cacat tubuh yang kita miliki janganlah menjadi rintangan dalam mengembangkan batin kita. Kita jangan seperti sebuah sendok yang penuh dengan madu, tapi tidak pernah mengetahui manisnya madu itu. Kita jangan seperti beo yang pintar mengoceh, tapi tidak mengerti apa yang diocehkannya.

Engkau memang tidak mampu berbicara dengan baik, tapi bukankah engkau bisa menyebarkan Kebenaran dengan cara-cara lain, misalnya menulis buku? Dan yang lebih penting, bukankah perilaku kamu yang sesuai dengan Kebenaran akan menjadi panutan bagi yang lain?"

Itulah cara mengajar yang terbaik: teladankan Kebenaran dalam perilakumu, bukan cuma dalam omonganmu....

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:26 PM
ILLUMINATA 11


3 TAHUN, 80 TAHUN

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang petapa yang tinggal sepanjang waktu di sebuah pohon. Tak peduli hujan angin atau terik matahari, ia tetap bertahan di pohon yang tinggi itu. Karena kebiasaan anehnya itu, orang-orang desa menjulukinya Si Sarang Burung.

Banyak orang yang suka bercakap-cakap dengan Si Sarang Burung dan mereka merasa cocok dengan nasihat-nasihat darinya. Lambat laun ia menjadi terkenal dan dianggap sebagai guru yang bijaksana. Reputasinya menyebar ke seluruh penjuru negeri. Orang-orang berdatangan dari jauh untuk meminta petuahnya.

Bahkan Pak Gubernur pun memutuskan untuk menemui petapa itu untuk membahas berbagai hal penting. Suatu pagi, Pak Gubernur berangkat menuju ke tempat Si Sarang Burung. Setelah menempuh perjalanan berat selama berhari-hari, akhirnya tibalah Pak Gubernur di pohon kediaman Si Sarang Burung. Tampak olehnya, Sang Petapa sedang duduk dengan tenangnya di ketinggian pohon, seraya menikmati kicauan burung dalam kehangatan musim semi.

Sambil menengadah, Pak Gubernur berteriak, "Sarang Burung! Saya gubernur provinsi ini, saya datang dari jauh untuk berbicara denganmu. Saya punya pertanyaan yang paling penting!"

Pak Gubernur menanti jawaban, namun ia hanya mendengar desiran dedaunan. Ia melanjutkan, "Ini pertanyaanku. Apakah hal terpenting yang diajarkan oleh semua orang bijak?" Selama beberapa saat hanya gemerisik lembut daun saja yang terdengar.

Akhirnya keheningan terpecahkah oleh suara lembut dari atas pohon, "Inilah jawabannya. Jangan berbuat jahat. Senantiasalah berbuat kebajikan."

Pak Gubernur merasa bahwa jawaban ini terlalu sepele, bayangkan saja, ia telah menempuh berhari-hari perjalanan, masa hanya jawaban seperti itu yang diperolehnya?

Sambil menggerutu, Pak Gubernur menukas ketus, "Jangan berbuat jahat. Senantiasalah berbuat kebajikan. Kalau cuma begitu, anak 3 tahun saja tahu!"

Sembari melongok ke bawah, Si Sarang Burung menimpali sambil tersenyum simpul, "Memang, anak 3 tahun saja tahu, tapi orang umur 80 tahun pun masih sulit melakukannya!"

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:26 PM
ILLUMINATA 12


TAHUN-TAHUN SIA-SIA

Pada suatu hari tibalah Sang Guru ke tepi sebuah sungai. Di pinggir sungai tersebut tinggallah seorang fakir. Banyak orang yang berziarah ke sana untuk mendengar ajaran dari fakir tersebut. Orang bilang bahwa fakir itu sanggup berjalan di atas air.

Setelah bertegur sapa, Sang Guru bertanya: "Berapa lama engkau berlatih hingga mampu berjalan di atas air?"

Dengan bangga Sang fakir menjelaskan metode yang dipelajarinya selama 25 tahun, bahkan dia harus berlatih keras selama berjam-jam setiap harinya.

Berkatalah Sang Guru kepada fakir itu: "Engkau berkorban begitu banyak supaya dapat berjalan di atas air. Pernahkah engkau bayangkan betapa banyak perbuatan baik yang dapat engkau lakukan dalam 25 tahun daripada menghabiskan waktu untuk mempelajari sesuatu yang dapat dilakukan setiap orang dengan sebuah perahu?"

Demikianlah, banyak orang yang selalu melibatkan diri dalam melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat alih-alih menggunakan waktu yang tak akan pernah kembali untuk banyak hal lain yang lebih bermanfaat.

Cerita di atas bukan sekadar dongeng, bukan tidak mungkin pula kita melakukan hal yang sama dalam keseharian kita tanpa kita sadari. Pastikan orientasi dan perilaku kita berada dalam arah yang benar. Persoalannya, bagaimana sih kriteria perilaku yang benar itu? Berikut adalah sebuah proposal prinsip perilaku yang dijunjung tinggi oleh para bijak di dunia relatif ini:
1. Dilandasi dengan niat yang baik.
2. Bermanfaat bagi diri sendiri, setidaknya tidak merugikan orang lain.
3. Bermanfaat bagi pihak lain.

Yakinkah Anda bahwa Anda tidak sedang menjalani "tahun-tahun sia-sia"?

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:27 PM
ILLUMINATA 13


CUMA SAYA YANG TIDAK BICARA

Suatu hari empat sekawan berjanji satu sama lain untuk bermeditasi tanpa berbicara sepatah kata pun selama tujuh hari. Pada hari pertama semuanya tutup mulut, dan meditasi berjalan sesuai rencana. Ketika malam tiba, lampu minyak mulai kering, dan cahaya mulai redup. Seorang pelayan tertidur di dekat situ.

Salah satu dari mereka tidak tahan untuk tidak bersuara, "Isi lampu itu," katanya.

Orang kedua kaget mendengar suara temannya, "Hus! Kita kan tak boleh bicara, ingat nggak?"

"Kalian berdua bodoh! Kenapa bicara?" sergah orang ketiga.

Dengan suara lirih orang keempat menggumam, "Cuma saya yang tidak bicara."

Sejak lahir, kita memiliki hasrat bawaan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita. Jika digunakan dengan benar, kata-kata tentu akan banyak membantu. Namun sering kali kita kelepasan bicara tanpa memikirkan terlebih dahulu apa yang seharusnya kita katakan atau apakah sebenarnya kita perlu bicara atau tidak.

Seperti empat sekawan tadi, kita sering berharap untuk tidak mengatakan apa yang terlanjur kita katakan. Pada saat itu, sudah terlambat karena kata-kata yang telah dikeluarkan tak dapat ditarik kembali. Kita mungkin saja meminta maaf, namun kerusakan telah terjadi.

Kita seyogianya menjadi tuan atas lidah kita. Lidah harus mengucapkan apa yang ingin kita ucapkan saja, bukannya berceloteh tak terkendali. Sayangnya, sering kali lidahlah yang menjadi tuan dan kita menjadi budaknya; kita terpaksa mendengar apa yang lidah ucapkan atas nama kita dan sering kita tak mampu menghentikan ocehannya. Kurangnya kesadaran dan kendali semacam itu kadang dapat membawa bencana.

Kesadaran, lagi-lagi, adalah kuncinya. Terlepas dari kita akhirnya akan bicara atau tidak bicara, sadarilah itu sebelum, selama, dan sesudahnya.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:28 PM
ILLUMINATA 14


INI PUN AKAN BERLALU

Seorang petani kaya mati meninggalkan kedua putranya. Sepeninggal ayahnya, kedua putra ini hidup bersama dalam satu rumah. Sampai suatu hari mereka bertengkar dan memutuskan untuk berpisah dan membagi dua harta warisan ayahnya.

Setelah harta terbagi, masih tertingal satu kotak yang selama ini disembunyikan oleh ayah mereka. Mereka membuka kotak itu dan menemukan dua buah cincin di dalamnya, yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian dan yang satu terbuat dari perunggu murah.

Melihat cincin berlian itu, timbullah keserakahan sang kakak, dia menjelaskan, "Kurasa cincin ini bukan milik ayah, namun warisan turun-temurun dari nenek moyang kita. Oleh karena itu, kita harus menjaganya untuk anak-cucu kita. Sebagai saudara tua, aku akan menyimpan yang emas dan kamu simpan yang perunggu."

Sang adik tersenyum dan berkata, "Baiklah, ambil saja yang emas, aku ambil yang perunggu." Keduanya mengenakan cincin tersebut di jari masing-masing dan berpisah.

Sang adik merenung, "Tidak aneh kalau ayah menyimpan cincin berlian yang mahal itu, tetapi kenapa ayah menyimpan cincin perunggu murahan ini?" Dia mencermati cincinnya dan menemukan sebuah kalimat terukir di cincin itu: INI PUN AKAN BERLALU. "Oh, rupanya ini mantra ayah…," gumamnya sembari kembali mengenakan cincin tersebut.

Kakak-beradik tersebut mengalami jatuh-bangunnya kehidupan. Ketika panen berhasil, sang kakak berpesta-pora, bermabuk-mabukan, lupa daratan. Ketika panen gagal, dia menderita tekanan batin, tekanan darah tinggi, hutang sana-sini. Demikian terjadi dari waktu ke waktu, sampai akhirnya dia kehilangan keseimbangan batinnya, sulit tidur, dan mulai memakai obat-obatan penenang. Akhirnya dia terpaksa menjual cincin berliannya untuk membeli obat-obatan yang membuatnya ketagihan.

Sementara itu, ketika panen berhasil sang adik mensyukurinya, tetapi dia teringatkan oleh cincinnya: INI PUN AKAN BERLALU. Jadi dia pun tidak menjadi sombong dan lupa daratan. Ketika panen gagal, dia juga ingat bahwa: INI PUN AKAN BERLALU, jadi ia pun tidak larut dalam kesedihan. Hidupnya tetap saja naik-turun, kadang berhasil, kadang gagal dalam segala hal, namun dia tahu bahwa tiada yang kekal adanya. Semua yang datang, hanya akan berlalu. Dia tidak pernah kehilangan keseimbangan batinnya, dia hidup tenteram, hidup seimbang, hidup bahagia.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:28 PM
ILLUMINATA 15


PENJARA PIKIRAN

Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain, namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran dia menghampiri belalang lain itu dan bertanya, "Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?" Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan, "Di manakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan." Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, tradisi, dan kebiasaan bisa membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita.

Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam-dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dengan seutas tali yang terikat pada sebilah pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada "sesuatu" yang mengikat kakinya, padahal "sesuatu" itu bisa jadi hanya seutas tali kecil...

Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri bahwa Anda bisa "melompat lebih tinggi dan lebih jauh" kalau Anda mau menyingkirkan "penjara" itu? Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap di luar batas kemampuan dan pemikiran Anda?

Sebagai manusia kita berkemampuan untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin Anda capai. Sakit memang, lelah memang, tapi jika Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan Anda akan lebih baik kalau Anda hidup dengan cara hidup pilihan Anda sendiri, bukan dengan cara yang dipilihkan orang lain untuk Anda.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:29 PM
ILLUMINATA 16


KAN BARU SATU….

Di daratan Cina konon ada harta karun yang dinamakan 18 patung Arahat. Patung-patung ini terbuat dari emas murni yang masing-masing seberat belasan kilogram.

Pada masa itu, ada seorang petani miskin yang bertani di sisi sebuah gunung. Suatu hari, tanpa dinyana-nyana petani tersebut menemukan sebuah patung arahat yang tersohor itu. Lantas ia bergegas pulang dan menunjukkan patung temuannya itu kepada keluarga dan teman-temannya. Tentu saja keluarganya menyambut dengan sorak-sorai kegembiraan.

"Horeee, sekarang kita bisa bersenang-senang sepanjang hidup!"

"Iya, kita menjadi jutawan!"

Akan tetapi petani itu tampak tidak bahagia. Sepanjang hari ia tampak bermuram durja dan tiada hentinya menghembuskan nafas panjang. Adiknya bertanya, "Kak, kamu kan sekarang sudah jadi kaya raya, kenapa kamu terlihat sedih?"

Seraya mendesah sang petani menimpali, "Hhhhh… aku kan baru menemukan satu... aku tak tahu harus di mana mencari 17 patung lainnya…."

Olala... dari cerita di atas, kita bisa memetik hikmah bahwa kebahagiaan tidak bisa diukur dari seberapa banyak harta seseorang, tetapi dari apakah ia merasa bersyukur atau berkecukupan dengan apa yang ada padanya.

HAPPINESS IS NOT GETTING WHAT YOU WANT, BUT WANTING WHAT YOU GET.

Kebahagiaan bukanlah mendapatkan apa yang Anda inginkan, melainkan menginginkan apa yang Anda dapatkan.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:30 PM
ILLUMINATA 17


LEPASKAN KEPALANMU

Di suatu hutan hiduplah sekelompok monyet. Pada suatu hari, tatkala mereka tengah bermain, tampak oleh mereka sebuah toples kaca berleher panjang dan sempit yang bagian bawahnya tertanam di tanah. Di dasar toples itu ada kacang yang sudah dibubuhi dengan aroma yang disukai monyet. Rupanya toples itu adalah perangkap yang ditaruh di sana oleh seorang pemburu.

Salah seekor monyet muda mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam toples untuk mengambil kacang-kacang tersebut. Akan tetapi tangannya yang terkepal menggenggam kacang tidak dapat dikeluarkan dari sana karena kepalan tangannya lebih besar daripada ukuran leher toples itu. Monyet ini meronta-ronta untuk mengeluarkan tangannya itu, namun tetap saja gagal.

Seekor monyet tua menasihati monyet muda itu: “Lepaskanlah kepalanmu atas kacang-kacang itu! Engkau akan bebas dengan mudah!” Namun monyet muda itu tidak mengindahkan anjuran tersebut, tetap saja ia bersikeras menggenggam kacang itu.

Beberapa saat kemudian, sang pemburu datang dari kejauhan. Sang monyet tua kembali meneriakkan nasihatnya: “Lepaskanlah kepalanmu sekarang juga agar engkau bebas!” Monyet muda itu ketakutan, namun tetap saja ia bersikeras untuk mengambil kacang itu. Akhirnya, ia tertangkap oleh sang pemburu.

Demikianlah, kadang kita juga sering mencengkeram dan tidak rela melepaskan hal-hal yang sepatutnya kita lepaskan: kemarahan, kebencian, iri hati, ketamakan, dan sebagainya. Apabila kita tetap tak bersedia melepas, tatkala kematian datang “menangkap” kita, semuanya akan terlambat sudah.

Bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lampau, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah dunia akan menjadi lebih indah jika kita bisa melepaskan “kepalan” kita dan membagi kebahagiaan dengan orang lain?

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:31 PM
ILLUMINATA 18


IRI TIADA HENTI

Ada seorang pemotong batu yang melihat seorang kaya. Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya.

Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan kepada seorang pejabat. Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat.

Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik matahari. Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi matahari.

Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya. Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan.

Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya. Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin.

Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung. Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung.

Ketika ia sedang bertengger, ia melihat ada orang yang memecahnya. Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemotong batu.

Ternyata itu semua hanya mimpi si pemotong batu.


Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada yang betul-betul lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja kok… sampai Anda mulai membanding-bandingkan.

Kata Sang Guru: "Rasa berkecukupan adalah kekayaaan terbesar."

Pengejaran keuntungan, ketenaran, pujian, dan kesenangan bersifat tiada akhir karena roda kehidupan terus berputar, silih berganti dengan kerugian, ketidaktenaran, celaan, dan penderitaan. Inilah delapan kondisi duniawi yang senantiasa mengombang-ambingkan kita sepanjang hidup.

Kebahagiaan terletak pada kemampuan untuk mengembangkan pikiran dengan seimbang, tidak melekat terhadap delapan kondisi duniawi. Boleh-boleh saja kita menjadi kaya dan terkenal, namun orang bijaksana akan hidup tanpa kemelekatan terhadap delapan kondisi duniawi. Kebahagiaan sejati tidaklah terkondisi oleh apa pun.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:31 PM
ILLUMINATA 19


BESOK KAN BISA

Hiduplah seorang anak dalam keluarga yang harmonis. Seperti umumnya anak-anak yang lain, dia menganggap kebersamaan dengan keluarganya adalah sesuatu yang wajar saja. Dia terus bermain, mengusili adik-kakaknya, membuat masalah bagi orang lain. Ketika ia menyadari kesalahannya dan mau minta maaf, dia selalu berpikir, "Tidak apa-apa. Besok kan bisa."

Ketika agak besar, sekolah sangat menyenangkan baginya. Dia belajar, mendapat teman, dan sangat gembira. Semua begitu saja dijalaninya, dia anggap semua sudah sewajarnya. Suatu hari, dia berkelahi dengan teman baiknya. Walaupun dia tahu itu salah, tapi dia tidak mengambil inisiatif untuk berbaikan dengan temannya, "Biar saja. Besok kan bisa."

Ketika dia menginjak dewasa, dia masih sering melihat teman lamanya, tapi mereka tidak pernah saling tegur. Itu bukan masalah karena dia masih punya banyak teman lain. Dia dan teman-teman barunya melakukan segala sesuatu bersama-sama, bermain, mengerjakan PR, dan jalan-jalan. Ya, mereka semua adalah teman-temannya yang paling baik.

Setelah lulus, kerja membuatnya sibuk. Dia begitu sibuk mengejar karier agar dipromosikan dalam waktu sesingkat mungkin. Tentu, dia rindu juga untuk bertemu teman-temannya, namun dia tidak pernah lagi menghubungi mereka, bahkan lewat telepon. Ini tidak terlalu mengganggunya karena dia punya banyak teman sekerja yang selalu mau diajak keluar. Dia selalu berkata, "Ah, belum sempat. Besok kan bisa."

Waktu berlalu. Dia bertemu seorang cewek yang jelita dan baik hati. Cewek ini kemudian bersedia dipinangnya. Setelah menikah dan punya anak, dia bekerja lebih keras agar dalam membahagiakan keluarganya. Karena kesibukannya, dia tidak pernah lagi membeli bunga untuk istrinya, ataupun mengingat hari ulang tahun istrinya dan hari pernikahan mereka. Itu tidak jadi masalah karena istrinya penuh pengertian dan tidak pernah menyalahkannya.

Kadang-kadang dia merasa bersalah juga dan ingin mengatakan kepada istrinya, "Aku sayang kamu," tapi dia tidak pernah melakukannya. Pikirnya, "Nggak buru-buru kok. Besok kan bisa."

Dia tidak pernah sempat datang ke pesta ulang tahun anak-anaknya, tetapi dia tidak tahu ini akan berpengaruh pada anak-anaknya. Anak-anak mulai menjauhinya dan tidak pernah benar-benar melewatkan waktu dengan ayahnya.

Suatu hari, kemalangan datang, istrinya tewas dalam kecelakaan. Ketika kejadian itu terjadi, dia sedang rapat. Dia tidak sadar bahwa itu kecelakaan yang fatal, dia baru datang saat istrinya akan dijemput maut. Sebelum ia sempat berkata, "Aku sayang kamu," istrinya keburu meninggal. Laki-laki itu remuk hatinya dan mencoba menghibur diri melalui anak-anaknya sepeninggal sang istri.

Dia baru sadar bahwa anak-anaknya enggan berkomunikasi dengannya. Segera, anak-anaknya dewasa dan membangun keluarga masing-masing. Tidak ada yang peduli dengan orang tua ini, yang pada masa lalunya jarang meluangkan waktunya untuk mereka.

Saat mulai renta, dia pindah ke rumah jompo yang terbaik. Dia menggunakan uang yang semula disimpannya untuk perayaan ulang tahun pernikahan emasnya. Sejak itu hanya ada orang-orang jompo lain dan perawat di sekitarnya. Kini dia merasa sangat kesepian, suatu perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya! Duuuh...

Saat dia akan meninggal, dia memanggil seorang perawat dan mengatakan, "Andai saja aku menyadari semua ini dari dulu...." Perlahan ia menghembuskan napas terakhirnya, dia meninggal dengan linangan air mata di pipinya.

Ehm..., waktu itu tidak pernah berhenti. Anda terus berlari dan berlari, sebelum benar-benar menyadari bahwa Anda ternyata telah berlari terlalu jauh.

Jika Anda pernah bertengkar, segeralah berbaikan.
Jika Anda kangen dengan suara teman, angkat telepon segera.
Terakhir, tapi ini yang paling penting, jika Anda merasa ingin bilang kepada seseorang bahwa Anda menyayanginya, jangan tunda sampai besok.
Jika Anda selalu berpikir bahwa "besok kan bisa", besok itu tak akan pernah tiba!
Sampai suatu hari Anda sadari bahwa mungkin segala sesuatunya sudah terlambat.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:32 PM
ILLUMINATA 20


IKUTI SUARA HATIMU

Betapa hancurnya hati seorang prajurit Perang Dunia I ketika dia mendengar berita bahwa sahabat karibnya gugur dalam medan pertempuran yang jauh dari markas. Dia meminta izin dari letnannya untuk diperbolehkan menjemput tubuh sahabatnya yang gugur itu.

"Kamu boleh saja pergi," kata Sang Letnan, "tetapi usahamu itu tidak sepadan. Kawanmu sudah mati dan kamu malah bisa ikut mati di sana."

Tanpa mempedulikan nasihat atasannya, prajurit muda itu tetap saja pergi. Dengan perjuangan yang luar biasa, akhirnya dia berhasil menemukan sahabatnya. Sembari memanggul mayat sang sahabat, ia pulang ke markas. Di tengah jalan, ternyata prajurit muda itu sendiri tertembak dan terluka parah.

Di markas, Sang Letnan memeriksa keadaan prajurit yang terluka parah itu, dengan sendu Sang Letnan berkata, "Sudah kubilang, usahamu akan percuma saja. Sahabatmu sudah mati dan… kamu juga akan mati...."

"Tidak percuma, Pak.…" lirih prajurit muda itu.

"Apa maksudmu 'tidak percuma'?" tanya Sang Letnan. "Sahabatmu sudah mati!"

"Tidak percuma, Pak," jawab prajurit muda itu. "Ketika saya menemukannya, dia masih hidup… dan dia sempat berkata, 'Bud, aku tahu... kamu pasti datang….'"

Dalam hidup ini, suatu hal dianggap bernilai atau tidak bernilai sangatlah tergantung dari bagaimana kita memandangnya. Pupuklah terus kebijaksanaan, himpunlah keberanian, dan ikuti suara hati Anda; dengan demikian, Anda tidak akan pernah menyesal kemudian.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:33 PM
ILLUMINATA 21


PANTULAN BULAN BUKAN BULAN

Hiduplah segerombolan monyet yang tinggal di sebuah hutan. Pada suatu hari, ketika mereka sedang bersenang-senang, mereka melihat pantulan bulan di dalam sumur, serta-merta pemimpin monyet berteriak panik: "Teman-teman, bulan jatuh ke dalam sumur! Sekarang kita tidak punya bulan lagi. Kita harus mengambil bulan itu!" Monyet-monyet lainnya mengiyakan: "Ayo kita ambil bulaaan!"

Jadilah segerombolan monyet tersebut bersidang membahas cara mengambil bulan yang "jatuh". Akhirnya pemimpin monyet mencetuskan ide "cemerlang": "Kita semua harus membentuk rantai, dengan begitu kita bisa mengambil bulan itu dari sumur."

Begitulah, mereka lalu membentuk rantai; monyet pertama bergelayut pada dahan pohon, monyet kedua berpegangan pada ekor monyet pertama, begitu seterusnya dengan monyet-monyet berikutnya. Ketika mereka sudah bergelayutan satu pada yang lainnya, tak dinyana-nyana dahan pohon itu patah, tak kuat menahan beban. Seluruh pasukan monyet itu pun jatuh ke dalam sumur, mati mengenaskan.

Sang Guru yang kebetulan melihat kejadian itu berujar: "Jika para dungu memiliki pemimpin yang sama dungunya, mereka semua akan hancur seperti pasukan monyet yang ingin mengambil pantulan bulan dari dalam sumur."

Bergaul dengan para dungu hanya membawa kehancuran, bergaul dengan para bijak akan membawa kebahagiaan. Lebih baik menjalani kehidupan ini sendiri alih-alih bergaul dengan para dungu yang membawa petaka.

Banyak yang mengatakan bahwa monyet mirip dengan manusia (atau malah manusialah yang mirip dengan monyet?), tapi yang jelas manusia juga mudah terjebak dalam khayalan dan angan-angannya sendiri, sampai akhirnya manusia benar-benar kehilangan arah dan tujuan sebenarnya hidup ini; menganggap pantulan bulan sebagai bulan.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:33 PM
ILLUMINATA 22


BARU BAHAGIA KALAU…

Kita menganut kepercayaan bahwa hidup akan jadi lebih baik kalau kita menikah, kalau kita punya anak, kalau anak kita laki-laki atau perempuan. Kemudian kita tidak sabar ketika anak-anak tidak cepat besar dan kita merasa bahwa beban kita masih panjang. Setelah itu kita kesal karena anak-anak kita yang sudah remaja mulai membangkang terhadap kita. Kita merasa bahwa kita seharusnya bisa lebih berbahagia kalau mereka penurut atau mereka segera dewasa.

Kita berkata kepada diri sendiri bahwa kebahagiaan kita baru akan lengkap kalau kita punya mobil yang lebih bagus, kalau kita punya rumah yang lebih lapang, kalau kita bisa berlibur ke mana-mana, kalau kita sudah pensiun, dan seterusnya.

Padahal… pada kenyataannya, kebahagiaan tidak terletak di luar sana, setidaknya ketika kebutuhan dasar sudah tercukupi. Kebahagiaan ada di dalam batin kita sendiri. Tidak ada saat yang lebih baik daripada saat ini juga untuk berbahagia. Kalau tidak sekarang, lalu kapan?

Kebahagiaan adalah suatu cara kita merespon berbagai stimulus eksternal. Kabar baiknya: kita BISA MEMILIH respon kita sendiri, tak pandang apa pun jenis stimulusnya. Inilah kekuatan pikiran yang paling dahsyat. Kita bisa menentukan dan memilih sendiri untuk berbahagia atau untuk tidak berbahagia. Stephen R. Covey, pakar konsep "7 Habits", mengatakan: "The most proactive thing we can do is to BE HAPPY."

Para bijak mengatakan: "There is NO WAY to happiness, since happiness is THE WAY itself." Tidak ada jalan menuju kebahagiaan, karena kebahagiaan adalah sang jalan itu sendiri. Jadi, kebahagiaan adalah suatu cara kita menyikapi perjalanan hidup, suatu proses, bukan tujuan akhir, bukan kalau ini dan itu sudah tercapai…

Jadi, tunggu apa lagi, barukah kita akan berbahagia:

kalau cicilan sudah lunas?
kalau sudah punya mobil?
kalau turun 10 kg?
kalau naik 10 kg?
kalau sudah menikah?
kalau sudah cerai?
kalau sudah punya anak?
kalau anak sudah besar?
kalau sudah pensiun?
kalau hujan?
kalau panas?
kalau panjang umur?
kalau sudah mati?

Pepatah lain mengatakan: "Happiness is not about TO HAVE, but about TO BE." Ya, banyak benarnya juga. Amankan kebutuhan dasar, dan selebihnya… just be happy!

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:34 PM
ILLUMINATA 23


SIAPA YANG TAK MATI?

Suatu ketika ada seorang janda yang sangat berduka karena anak satu-satunya mati. Sembari membawa jenasah anaknya, wanita ini menghadap Sang Guru untuk meminta mantra atau ramuan sakti yang bisa menghidupkan kembali anaknya.

Sang Guru mengamati bahwa wanita di hadapannya ini tengah tenggelam dalam kesedihan yang sangat mendalam, bahkan sesekali ia meratap histeris. Alih-alih memberinya kata-kata penghiburan atau penjelasan yang dirasa masuk akal, Sang Guru berujar:

"Aku akan menghidupkan kembali anakmu, tapi aku membutuhkan sebutir biji lada."

"Itu saja syaratnya?" tanya wanita itu dengan keheranan.

"Oh, ya, biji lada itu harus berasal dari rumah yang anggota penghuninya belum pernah ada yang mati."

Dengan "semangat 45", wanita itu langsung beranjak dari tempat itu, hatinya sangat entusias, "Guru ini memang sakti dan baik sekali, dia akan menghidupkan anakku!"

Dia mendatangi sebuah rumah, mengetuk pintunya, dan bertanya: "Tolonglah saya. Saya sangat membutuhkan satu butir biji lada. Maukah Anda memberikannya?" "Oh, boleh saja," jawab tuan rumah. "Anda baik sekali Tuan, tapi maaf, apakah anggota rumah ini belum pernah ada yang mati?" "Oh, ada, paman kami meninggal tahun lalu." Wanita itu segera berpamitan karena dia tahu bahwa ini bukan rumah yang tepat untuk meminta biji lada yang dibutuhkannya.

Ia mengetuk rumah-rumah berikutnya, semua penghuni rumah dengan senang hati bersedia memberikan biji lada untuknya, tetapi ternyata tak satu pun rumah yang terhindar dari peristiwa kematian sanak saudaranya. "Ayah kami barusan wafat…," "Kakek kami sudah meninggal…," "Ipar kami tewas dalam kecelakaan minggu lalu…," dan sebagainya.

Ke mana pun dia pergi, dari gubuk sampai istana, tak satu tempat pun yang memenuhi syarat tidak pernah kehilangan anggotanya. Dia malah terlibat dalam mendengarkan cerita duka orang lain. Berangsur-angsur dia menyadari bahwa dia tidak sendirian dalam penderitaan ini; tak seorang pun yang terlepas dari penderitaan. Pada penghujung hari, wanita ini kembali menghadap Sang Guru dalam keadaan batin yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Dia mengucap lirih, "Guru, saya akan menguburkan anak saya." Sang Guru hanya mengangguk seraya tersenyum lembut.

Mungkin saja Sang Guru bisa mengerahkan kesaktian dan menghidupkan kembali anak yang telah mati itu, tetapi kalau pun bisa demikian, apa hikmahnya? Bukankah anak tersebut suatu hari akan mati lagi juga? Alih-alih berbuat demikian Sang Guru membuat wanita yang tengah berduka itu mengalami pembelajaran langsung dan menyadari suatu kenyataan hidup yang tak terelakkan bagi siapa pun: siapa yang tak mati?

Penghiburan sementara belaka bukanlah solusi sejati terhadap peristiwa dukacita mendalam seperti dalam cerita di atas. Penderitaan hanya benar-benar bisa diatasi dengan pengertian yang benar akan dua hal: (1) kenyataan hidup sebagaimana adanya, bukan sebagaimana maunya kita, dan (2) bahwasanya pada dasarnya penderitaan dan kebahagiaan adalah sesuatu yang bersumber dari dalam diri kita sendiri.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:34 PM
ILLUMINATA 24


TIDAK BISA MENYENANGKAN SEMUA

Suatu hari, seorang ayah dan anaknya membawa seekor keledai ke pasar. Dalam perjalanan, beberapa orang melihat mereka dan berkata, "Lihat orang-orang tolol itu, kenapa mereka tidak menunggangi saja keledai mereka?" Sang ayah mendengar cemooh ini dan menyuruh anaknya menunggang keledainya, sedangkan dia sendiri berjalan di samping.

Seorang wanita tua yang melihat pemandangan ini berkata, "Apa jadinya dunia ini? Anak itu enak-enakan menaiki keledai sementara ayahnya yang sudah tua disuruh berjalan kaki!" Mendengar itu, si anak langsung turun dan meminta ayahnya saja yang menunggang keledainya.

Selanjutnya mereka berpapasan dengan seorang wanita muda yang mengatakan, "Kenapa kalian berdua tidak naiki saja keledainya?" Mereka mengikuti nasihat wanita muda itu dan bersama-sama mereka menunggangi keledai mereka.

Tak berapa lama, sekelompok orang mengecam mereka, "Oh, betapa malangnya keledai itu! Dia harus mengangkut kedua orang itu sekaligus. Betapa kejamnya mereka!"

Ketika mendengar hal itu, ayah-anak itu sudah sangat jemu mendengar kritikan demi kritikan. Mereka memutuskan untuk turun dan menggendong keledai mereka saja untuk membungkam omongan orang-orang. Kejadian ini membuat orang-orang menertawakan mereka, "Lihat, manusia keledai menggendong keledai�"

Ketika Anda berusaha menyenangkan semua orang, pada akhirnya Anda tidak akan menyenangkan siapa pun, malahan bisa-bisa Anda hanya menyusahkan diri Anda sendiri. Sepanjang apa yang Anda perbuat tidak merugikan pihak lain dan didasarkan pada etika moral, tidak ada yang salah dengan Anda.

Tentu boleh-boleh saja Anda mendengarkan berbagai pendapat dan masukan, tetapi pada akhirnya, Anda harus mendengarkan suara hati Anda sendiri dan mengambil keputusan yang terbaik bagi diri Anda sendiri. Tak seorang pun yang mengetahui diri Anda lebih daripada diri Anda sendiri.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:35 PM
ILLUMINATA 25


IBLIS BELAS KASIH

Sang Guru ditanya, "Bagaimana caranya menumbuhkan belas kasih yang tak terbatas kepada semua makhluk?" Jawabnya, "Kembangkan ketidak-berpihakan." Ini artinya, menyadari kesamaan hakiki semua makhluk hidup�saya tidak lebih hebat dari orang lain, demikian pula orang lain tidak lebih hebat dari yang lain. Kita semua adalah satu.

Hal ini mengingatkan kita pada perumpamaan sederhana tentang burung berkepala dua. Seekor burung memiliki dua kepala dan satu tubuh. Suatu hari, karena dengki, kepala yang satu menipu kepala yang lain untuk menenggak racun; alhasil "seluruh" burung itu mati.

Demikian juga halnya, "orang lain" dan "saya" berbagi tubuh yang sama. Siapa kita dan kehidupan kita tergantung kepada orang lain�tidak ada makanan, teman, orang tua, pekerjaan... yang tanpa "orang lain"�kita semua saling bergantung. Kekonyolan satu orang dapat mengakibatkan kejatuhan seluruh masyarakat.

Sang Guru berkata, "Hati-hati, jangan sampai menjadi Iblis Belas Kasih." Iblis Belas Kasih adalah orang yang berpikir bahwa dirinya betul-betul penuh belas kasih karena melihat dirinya terpisah dari orang lain�bahwa "mereka" tidak disangkal lagi membutuhkan bantuannya. Waspadalah, hal ini bisa menyebabkan ego muncul dan menjadi gemuk lho!

Orang yang benar-benar penuh belas kasih tidak pernah merasa ia penuh belas kasih. Ia sekadar melakukan apa yang dianggapnya paling alamiah di dunia ini. Sekalipun kita sudah selayaknya memuji kebajikan, tidak ada yang perlu dibesar-besarkan karena telah berbuat baik.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:36 PM
ILLUMINATA 26


BERKAH RASA SAKIT

Menurut suatu laporan medis: satu dari 400.000 bayi yang lahir setiap tahun akan menjalani kehidupan yang kurang menguntungkan; mereka akan sering melukai diri sendiri, kadang bisa sangat parah dan tanpa menyadarinya.

Anak-anak semacam itu mengidap penyakit keturunan yang disebut familial dysautonomia: mereka tidak mampu merasakan sakit/nyeri. Anak-anak semacam ini bisa bermain-main mengiris tubuhnya sendiri, memegang setrika panas, jatuh dan patah tulang, tanpa pernah menyadari bahwa itu semua tidak semestinya mereka lakukan. Mereka tidak akan mengeluh sakit tenggorokan atau sakit perut sehingga orang tua mereka tidak akan tahu bahwa mereka sedang terkena penyakit, sampai segalanya terlambat.

Adakah di antara kita yang mau hidup seperti itu, tanpa rasa sakit?

Memang, rasa sakit itu tidak mengenakkan, tetapi itu adalah bagian penting jika kita hidup.

Suatu kali, Sang Guru bertanya kepada murid-muridnya: "Siapa yang mau hidup tanpa masalah?" Semua murid tanpa ragu-ragu mengangkat tangan.

Sang Guru melanjutkan bahwa setiap hari dalam perjalanan ke tempat kerja dia melewati sebuah tempat di mana orang-orang yang tinggal di sana tidak punya masalah sama sekali. Sang Guru kembali bertanya: "Apakah ada di antara kalian yang mau bergabung dengan orang-orang bebas masalah ini?"

Para murid berpikir bahwa guru mereka sedang bergurau, namun Sang Guru meyakinkan mereka lagi: "Orang-orang ini tidak pernah bermasalah dengan berita di koran, tidak ada masalah pekerjaan, pernikahan, makanan, dan jelas sudah bebas finansial lho!"

Ketika para murid menjadi makin penasaran, Sang Guru menyelentuk: "Tempat itu adalah pekuburan dan orang-orang di sana sudah almarhum semua...."

Masalah adalah indikator kehidupan. Selama kita hidup, masalah akan senantiasa membayangi. Jika kita mampu "mengenali" bahwa suatu masalah adalah masalah, itu sudah merupakan berkah tersendiri.

Kalau kita kaji lebih dalam, masalah menawarkan "kesempatan" bagi kita untuk memecahkannya. Orang yang berada di puncak adalah orang yang mampu memecahkan masalah. Apa yang selama ini terjadi jika kita mampu mengatasi masalah yang tidak dapat diatasi oleh orang lain?

Ada kalanya, suatu masalah mungkin saja betul-betul getir; memang... tidak semua "obat yang manjur" manis bukan?

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:36 PM
ILLUMINATA 27


KEBAHAGIAAN ADALAH SEBUAH PILIHAN

Pada suatu zaman di Tiongkok, hiduplah seorang jenderal besar yang selalu menang dalam setiap pertempuran. Karena itulah, ia dijuluki "Sang Jenderal Penakluk" oleh rakyat.

Suatu ketika, dalam sebuah pertempuran, ia dan pasukannya terdesak oleh pasukan lawan yang berkali lipat lebih banyak. Mereka melarikan diri, namun terangsak sampai ke pinggir jurang. Pada saat itu para prajurit Sang Jenderal menjadi putus asa dan ingin menyerah kepada musuh saja.

Sang Jenderal segera mengambil inisiatif, "Wahai seluruh pasukan, menang-kalah sudah ditakdirkan oleh dewa-dewa. Kita akan menanyakan kepada para dewa, apakah hari ini kita harus kalah atau akan menang."

Saya akan melakukan tos dengan keping keberuntungan ini! Jika sisi gambar yang muncul, kita akan menang. Jika sisi angka yang muncul, kita akan kalah! Biarlah dewa-dewa yang menentukan!" seru Sang Jenderal sambil melemparkan kepingnya untuk tos� Ternyata sisi gambar yang muncul!

Keadaan itu disambut histeris oleh pasukan Sang Jenderal, "Hahaha� dewa-dewa di pihak kita! Kita sudah pasti menang!!!" Dengan semangat membara, bagaikan kesetanan mereka berbalik menggempur balik pasukan lawan. Akhirnya, mereka benar-benar berhasil menunggang-langgangkan lawan yang berlipat-lipat banyaknya.

Pada senja pasca-kemenangan, seorang prajurit berkata kepada Sang Jenderal, "Kemenangan kita telah ditentukan dari langit, dewa-dewa begitu baik terhadap kita."

Sang Jenderal menukas, "Apa iya sih?" sembari melemparkan keping keberuntungannya kepada prajurit itu. Si prajurit memeriksa kedua sisi keping itu, dan dia hanya bisa melongo ketika mendapati bahwa ternyata kedua sisinya adalah gambar�

Memang dalam hidup ini ada banyak hal eksternal yang tidak bisa kita ubah; banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak kita. Namun demikian, pada dasarnya dan pada akhirnya, kita tetap bisa mengubah pikiran atau sisi internal kita sendiri: untuk menjadi bahagia atau menjadi tidak berbahagia. Jika bahagia atau tidak bahagia diidentikkan dengan nasib baik atau nasib buruk, jadi sebenarnya nasib kita tidaklah ditentukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh diri kita sendiri.

Ujung-ujungnya, kebahagiaan adalah sebuah pilihan proaktif. "The most proactive thing we can do is to 'be happy'," begitu kata Stephen R. Covey dalam buku 7 Habits-nya.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:37 PM
ILLUMINATA 28


APA HARUS SAMPAI KEPEPET?

Seekor katak tercebur ke dalam sebuah lubang di tengah jalan raya. Selama seharian penuh dia berusaha melompat keluar dari lubang itu, tapi usahanya tak kunjung berhasil juga.

Seekor anjing datang dan mengulurkan bantuan untuk mengeluarkan katak yang terjebak itu. Upaya sang anjing belum berbuah jua. Sekawanan hewan lainnya ikut turun tangan untuk menolong katak malang tersebut, namun akhirnya mereka menyerah.

"Kami akan membawakan makanan untukmu," kata kawan-kawannya. "Mungkin kamu masih akan cukup lama di sana." Mereka pun beranjak pergi untuk mencarikan makanan. Tak lama kemudian mereka kembali; mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat: katak itu sudah di luar lubang!

"Kami pikir kamu tidak akan bisa keluar!" seru mereka.

"Habis gimana," jawab si katak, "ada traktor datang ke arahku, nggak ada pilihan dong!"

Pencerahan satu: tekanan tertentu ada kalanya diperlukan agar kita berjuang lebih keras. "Don�t krack under pressure," kata Tag Heuer.

Eh, ada cerita katak lagi. Katak yang direbus perlahan-lahan dalam wajan tidak akan menyadari bahwa dirinya akan mati. Air yang hangat bisa membuainya untuk tetap bersantai di wajan maut itu. Sampai ketika ia merasa kepanasan, ia sudah kehabisan tenaga untuk melompat keluar; terlambat sudah�.

Coba kita lemparkan seekor katak ke dalam wajan berisi air panas; kontan saja dia akan melompat sekuat-kuatnya, mungkin lumayan babak belur, tapi dia selamat!

Pencerahan dua: jangan terjebak dalam kenyamanan semu; ketika kondisi berubah dan kita membutuhkan perbaikan, mungkin saat itu kita sudah terlambat. Apa harus sampai kepepet? "Sedia payung sebelum hujan", kata Nenek.

Be Happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:37 PM
ILLUMINATA 29


TAK HARAP KEMBALI

Dalam dunia yang condong menjadi makin sekuler dan materialis ini, kita diajarkan dan terkondisi untuk hidup dengan nilai "take and give". Setiap tindakan memberi tak lepas dari motif perolehan, dalam satu dan lain bentuk. Secara material, mungkin ini relatif ada benarnya, namun tak jarang nilai ini diterapkan juga dalam penjalinan hubungan kasih di antara lawan jenis, antarkawan, bahkan dalam doa-doa sekalipun.

Secara spiritual, penerapan nilai "take and give" bisa menjerumuskan kita ke dalam "materialisme spiritual", yang mana hal ini hanya akan menggembungkan keakuan saja, alih-alih mereduksinya�penderitaan pun terus membayang.

Tindakan "memberi" atau "bermurah hati" merupakan salah satu pondasi spiritual, di samping moralitas. Untuk membangun pondasi spiritual yang kokoh, seyogianya kita memberi tanpa pamrih, tanpa pilih kasih, tanpa embel-embel atau imbal-imbal.

Secara umum, ada dua motivasi yang benar dalam memberi: (1) untuk menolong pihak lain yang membutuhkan; (2) untuk melatih mengikis keakuan. Sama halnya dengan "proaktivitas", tindakan memberi yang benar adalah suatu proses "Inside-Out", bukan "Outside-In". Inside-Out saja, satu arah.

Penggalan syair sebuah lagu anak-anak klasik di bawah ini merupakan sebuah inspirasi luar biasa dalam tindakan memberi (terima kasih kepada penggubahnya):

Kasih ibu kepada beta,
tak terhingga sepanjang masa�
hanya memberi, tak harap kembali,
bagai sang surya menyinari dunia�

Berikut adalah sebuah kisah nyata tentang dua kakak-beradik yang melukiskan keluhuran prinsip "hanya memberi, tak harap kembali".

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun menderita sakit karena kelangkaan jenis darah tertentu; keluarganya mencari donor di mana-mana, dan mendapati bahwa hanya adik laki-lakinya yang berusia 6 tahun yang bisa menyelamatkan hidup sang kakak.

Dokter dan ibunya meminta kepada anak laki-laki itu apakah dia bersedia memberikan darahnya untuk menyelamatkan kakaknya. Anak laki-laki itu meminta waktu untuk memikirkannya. Dua hari kemudian, dia berkata kepada ibunya, "Mama, sekarang saya sudah siap."
Mereka pun bersama-sama pergi ke rumah sakit. Dokter membaringkan anak laki-laki itu di sebelah kakaknya dan mengambil darah dari lengannya. Setelah diperoleh sebotol darah, dokter mengalirkan darah sang adik ke tubuh sang kakak yang terbaring lemah. Beberapa menit kemudian, sang kakak berangsur-angsur menjadi makin segar.

Menyaksikan hal itu, sang adik memanggil dokter dan menanyakan sesuatu sambil berbisik agar tidak terdengar oleh kakaknya, "Dokter, apa sekarang saya akan langsung mati?"

Anak itu rupanya tidak paham bahwa jika dia memberikan darah untuk menolong orang lain, itu hanya sebagian dari darahnya saja dan tidak akan membuatnya mati. Itulah sebabnya dia minta waktu untuk mempertimbangkan apakah dia bersedia mati demi menyelamatkan hidup kakaknya.

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:38 PM
ILLUMINATA 30


MEMEGANG KEBENARAN

Pada zaman dahulu, ada seorang pedagang yang mempunyai seorang istri jelita dan seorang anak laki-laki yang sangat dicintainya. Suatu hari istrinya jatuh sakit dan tak berapa lama meninggal. Betapa pedihnya hati pria tersebut. Sepeninggal istrinya, dia mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya kepada anak laki-laki semata wayangnya.

Suatu ketika pedagang tersebut pergi ke luar kota untuk berdagang; anaknya ditinggal di rumah. Sekawanan bandit datang merampok desa tempat tinggal mereka. Para penjarah ini merampok habis harta benda, membakar rumah-rumah, dan bahkan menghabisi hidup penduduk yang mencoba melawan; rumah sang pedagang pun tak luput dari sasaran. Mereka bahkan menculik anak laki-laki sang pedagang untuk dijadikan budak.

Betapa terperanjatnya sang pedagang ketika ia pulang dan mendapati rumahnya sudah jadi tumpukan arang. Dengan gundah hati, ia mencari-cari anak tunggalnya yang hilang. Ia menjadi frustrasi ketika mendapati banyak tetangganya yang terbantai dan mati terbakar. Di tengah kepedihan dan keputusasaan, ia menemukan seonggok belulang dan abu di sekitar rumahnya, di dekat tumpukan abu itu tergolek boneka kayu kesayangan anaknya. Yakinlah sudah ia bahwa itu adalah abu jasad anaknya. Meledaklah raung tangisnya� ia menggelepar-gelepar di tanah sembari meraupi abu jasad itu ke wajahnya. Satu-satunya sumber kebahagiaan hidupnya telah terenggut�.

Semenjak itu, pria tersebut selalu membawa-bawa abu anaknya dalam sebuah tas. Sampai setahun setelah itu ia suka mengucilkan diri, tenggelam dalam tangis sampai berjam-jam lamanya; kadang orang melihat ia tertawa sendiri, mungkin kala itu ia teringat masa-masa bahagia bersama keluarganya. Ia terus larut dalam kesedihan tak terperikan�.

Musim berlalu� sang anak akhirnya berhasil meloloskan diri dari cengkeraman para penculiknya. Ia bergegas pulang ke kampung halamannya. Sesampai di kediaman ayahnya, ia mengetuk pintu rumah sembari berteriak senang, "Ayah, ini aku pulang!"

Sang ayah yang waktu itu lagi tertidur di ranjangnya, terbangun mendengar suara itu. Ia berpikir, "Ini pasti ulah anak-anak nakal yang suka meledekku itu!" "Pergi! Jangan main-main!" Mendengar sahutan itu, sang anak kembali berteriak, "Ayah! Ini aku, anakmu! Dari dalam rumah terdengar lagi, "Jangan ganggu aku terus! Pergi kamu!" Sang anak menggedor pintu dan berteriak lebih lantang, "Buka pintu ayah! Ini betul anakmu!" Mereka saling bersahutan� sang ayah terus bersikeras tidak membuka pintu. Sang anak pun akhirnya putus asa dan berlalu dari rumah itu�.

Sang Guru menutup cerita itu dan menyampaikan, "Sebagian orang begitu erat memegang apa yang mereka 'ANGGAP' sebagai kebenaran. Ketika Kebenaran Sejati betul-betul datang, belum tentu mereka membuka pintu hati mereka."

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:39 PM
ILLUMINATA 31


KOPOR ORANG LAIN

Anda menemukan sebuah kopor di teras stasiun kereta. Mungkinkah kopor itu sengaja dibuang? Mungkin kopor itu begitu berharga bagi pemiliknya? Mungkin pemiliknya ada di dalam kereta yang barusan berangkat? Anda memeriksa isi kopor itu, ternyata banyak dokumen berharga dan bahkan sejumlah uang yang cukup besar.

Karena Anda sendiri tidak membawa banyak bawaan, Anda dapat membawa kopor itu dan menyerahkannya di kantor kereta di stasiun berikutnya. Anda putuskan untuk membawa kopor itu, karena Anda tidak yakin dengan kejujuran orang lain yang menemukannya. Anda memilih untuk menanggung beban menemukan pemilik kopor tersebut. Anda merasa bersalah jika tidak melakukannya.

Kala Anda menarik kopor itu ke dalam kereta yang penuh sesak, ternyata kopor yang cukup besar dan berat itu menyita banyak tempat. Bagaimanapun juga, Anda merasa kopor itu begitu penting, karena itu barang orang lain yang ada pada Anda. Ketika Anda pergi ke toilet pun, Anda merasa perlu membawanya serta. Lama-kelamaan, karena makin merepotkan, kopor itu jadi terasa semakin berat. Mulai timbul pemikiran untuk menyerah saja, meninggalkan saja kopor itu, masa bodoh dengan "nasib" kopor itu, toh sebenarnya itu bukan tanggung jawab Anda. Namun, jika bukan Anda, lalu siapa? Bukankah tindakan kebajikan ini sudah separuh jalan?

Ketika Anda kembali berjuang membawa kopor itu, terbersit pemikiran bahwa jangan-jangan kopor itu memang sengaja dibuang oleh pemiliknya. Akankah sang pemilik menghargai dan memberi hadiah? Pikiran jadi makin tidak keruan.

Tiba-tiba, Anda terhenyak, seperti halnya dengan apa pun yang Anda pilih untuk lakukan, Anda tidak akan pernah bisa yakin 100% akan hasilnya. Kenyataannya, hidup Anda pada hari ini sama sekali berbeda dengan apa yang Anda bayangkan tahun lalu. Anda hanya bisa yakin dengan satu hal, yaitu niat Anda, apa yang mendasari Anda untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Dalam kasus kopor itu, semata-mata welas asihlah yang mendorong Anda untuk mengambil alih beban orang lain.

Anda sadar bahwa tindakan Anda tidak sepenuhnya tanpa syarat, karena Anda berharap setidaknya mendapat ucapan terima kasih atau ungkapan penghargaan lainnya. Hasrat yang bercampur dengan ketidakpastian ini membuat kopor itu terasa makin berat saja. Sikap "pembedaan", bahwa Anda membawa barang "orang lain", membuat Anda gerah dan tidak rela penuh, sekalipun Anda merasa wajib membawanya. Jika Anda sanggup mengikhlasinya, kopor itu jadi terasa ringan. Anda hanya perlu berdiri di sepatu sang pemilik dan membayangkan keresahannya. Apakah Anda tega untuk tidak melakukan suatu pertolongan yang Anda sanggup lakukan?

Anda menyadari bahwa karena Anda telah memilih untuk membawanya, Anda harus membawanya dengan bahagia. Hasil akhirnya bagaimana tidak terlalu penting. Anda bisa memilih untuk menikmati kebajikan tindakan Anda dalam proses, saat ini juga, alih-alih memusatkan pikiran akan hasil. Itulah sebabnya, tindakan baik atau jasa diukur dengan niat luhur kita, bukan hasilnya.

Berhubung satu-satunya hal yang bisa kita yakini adalah niat baik kita, kebajikan welas asih membawa sukacita tersendiri dan berbuah seketika. Jika kita bisa memetik buahnya saat ini juga, kenapa menunda kebahagiaan kita? Semakin kita mendalami hal ini, semakin siaplah kita untuk mengambil tugas menolong orang lain. Tindakan menolong tanpa syarat tidak akan menjadi beban, malahan jadi sumber kebahagiaan. Dalam melatih kemurahan hati, semakin banyak kita memberi, semakin banyak kita menerima. Pengorbanan sejati adalah pengorbanan yang tidak terasa seperti pengorbanan.

Jika kita memilih untuk menempuh jalan menolong pihak lain, sesungguhnya kita memilih jalan yang membawa pada kepuasaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Seperti diujarkan oleh Sang Guru:

Segala kebahagiaan di dunia ini,
berasal dari keinginan untuk membahagiakan pihak lain.
Segala penderitaan di dunia ini,
berasal dari keinginan untuk membahagiakan diri sendiri saja.

Jika kita hanya peduli pada bawaan sendiri saja, yang melambangkan kepemilikan duniawi kita, tidak saja kebahagiaan kita tidak bertumbuh, namun justru akan surut karena kebahagiaan itu jadi terbatas. Namun, dalam tindakan membahagiakan pihak lain, kita menjadi berbahagia dengan ikut berbahagia atas kebahagiaan pihak lain dan menuai buah kemurahan hati kita. Bermurah hati kepada pihak lain, dengan demikian juga berarti bermurah hati kepada diri sendiri.

Mana yang Anda inginkan? Sebuah dunia di mana orang-orang tidak peduli terhadap bawaan yang tertinggal atau sebuah dunia di mana orang-orangnya peduli terhadap kebahagiaan orang lain? Dunia macam apa yang tengah Anda ciptakan dengan niat dan tindakan Anda saat ini?

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:40 PM
ILLUMINATA 32


KAN SEKARANG SUDAH BISA

Di sebuah kampung nelayan, pada suatu pagi, seorang profesor bisnis yang sedang berlibur bertemu dengan seorang nelayan yang tengah membereskan hasil tangkapannya. Sang profesor tidak tahan untuk tidak menyapanya, "Hai, kenapa kamu selesai bekerja sepagi ini?" "Saya sudah menangkap cukup banyak ikan Pak," jawab nelayan itu, "cukup untuk dimakan sekeluarga dan masih ada sisa untuk dijual."

"Lalu, setelah ini kamu mau apa?" tanya profesor itu lagi. Jawab sang nelayan, "Habis ini saya mau makan siang dengan istri dan anak-anak saya, setelah itu tidur siang sebentar, lalu saya akan bermain dengan anak-anak. Setelah makan malam, saya akan ke warung, bersenda gurau sambil bermain gitar bersama teman-teman."

"Dengarkan kawan," ujar sang profesor, "jika kamu tetap melaut sampai sore, kamu bisa mendapat dua kali lipat hasil tangkapan. Kamu bisa menjual ikan lebih banyak, menyimpan uangnya, dan setelah sembilan bulan kamu akan mampu membeli perahu baru yang lebih besar. Lalu, kamu akan bisa menangkap ikan empat kali lebih banyak. Coba pikir, berapa banyak uang yang bakal kamu dapat!"

Lanjut profesor, "Dalam satu dua tahun kamu akan bisa membeli satu kapal lagi, dan kamu bisa menggaji banyak orang. Jika kamu mengikuti konsep bisnis ini, dalam lima tahun kamu akan menjadi juragan armada nelayan yang besar. Coba bayangkan!"

"Kalau sudah sebesar itu, sebaiknya kamu memindah kantormu ke ibu kota. Beberapa tahun kemudian perusahaanmu bisa 'go public', kamu bisa jadi investor mayoritas. Dijamin, kamu akan jadi jutawan besar! Percayalah! Aku ini guru besar di sekolah bisnis terkenal, aku ini ahlinya hal-hal beginian!"

Dengan takjub, nelayan itu mendengarkan penuturan profesor yang penuh semangat itu. Ketika profesor selesai menjelaskan, sang nelayan bertanya, "Tapi Pak Profesor, apa yang bisa saya perbuat dengan uang sebanyak itu?"

Ups! Anehnya sang profesor belum memikirkan konsep bisnisnya sejauh itu. Cepat-cepat dia mereka-reka apa yang seseorang bisa lakukan dengan uang sebanyak itu.

"Kawan! Kalau kamu jadi jutawan, kamu bisa pensiun. Ya! Pensiun dini seumur hidup! Kamu bisa membeli villa mungil di desa pantai yang indah seperti ini, dan membeli sebuah perahu untuk berwisata laut pada pagi hari. Kamu bisa makan bersama keluargamu setiap hari, bersantai-santai tanpa khawatir apa pun. Kamu punya banyak waktu bersama anak-anakmu, dan setelah makan malam kamu bisa main gitar dengan teman-temanmu di warung. Yeaaa, dengan uang sebanyak itu, kamu bisa pensiun dan hidupmu jadi mudah!

"Tapi, Pak Profesor, kan sekarang ini saya sudah bisa begitu�," lirih sang nelayan dengan lugunya.

Kenapa kita percaya bahwa kita harus bekerja begitu keras dan menjadi kaya raya terlebih dahulu, baru kita bisa merasa berkecukupan? Apakah ada "tujuan yang lebih mulia" dari apa yang Anda lakoni saat ini? Apakah itu benar tujuan mulia atau sekadar dalih rasa takut untuk menjadi apa adanya? Untuk merasa berkecukupan, apa sekarang ini tidak bisa?

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:41 PM
ILLUMINATA 33


JADILAH PELITA

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok."

Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.

Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

***

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!"

Si buta tertegun�. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta." Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

***

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama."

Senyap sejenak� secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya�," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

***

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."

***

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita. Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan:

Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:42 PM
ILLUMINATA 34


SUARA YANG PALING INDAH

Seorang tua yang tak berpendidikan tengah mengunjungi suatu kota besar untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dibesarkan di sebuah dusun di pegunungan yang terpencil, bekerja keras membesarkan anak-anaknya, dan kini sedang menikmati kunjungan perdananya ke rumah anak-anaknya yang modern.

Suatu hari, sewaktu dibawa berkeliling kota, orang tua itu mendengar suara yang menyakitkan telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang begitu tidak enak didengar di dusunnya yang sunyi. Dia bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Dia mengikuti sumber suara sumbang itu, dan dia tiba di sebuah ruangan di belakang sebuah rumah, di mana seorang anak kecil sedang belajar bermain biola.

"Ngiiik! Ngoook!" berasal dari nada sumbang biola tersebut.

Saat dia mengetahui dari putranya bahwa itulah yang dinamakan "biola", dia memutuskan untuk tidak akan pernah mau lagi mendengar suara yang mengerikan tersebut.

Hari berikutnya, di bagian lain kota, orang tua ini mendengar sebuah suara yang seolah membelai-belai telinga tuanya. Belum pernah dia mendengar melodi yang begitu indah di lembah gunungnya, dia pun mencoba mencari sumber suara tersebut. Ketika sampai ke sumbernya, dia tiba di ruangan depan sebuah rumah, di mana seorang wanita tua, seorang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya.

Seketika, si orang tua ini menyadari kekeliruannya. Suara tidak mengenakkan yang didengarnya kemarin bukanlah kesalahan dari biola, bukan pula salah sang anak. Itu hanyalah proses belajar seorang anak yang belum bisa memainkan biolanya dengan baik.

Dengan kebijaksanaan polosnya, orang tua itu berpikir bahwa mungkin demikian pula halnya dengan agama. Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang menggebu-gebu terhadap kepercayaannya, tidaklah benar untuk menyalahkan agamanya. Itu hanyalah proses belajar seorang pemula yang belum bisa memainkan agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang menginspirasi kita selama bertahun-tahun, apa pun kepercayaan mereka.

Namun ini bukanlah akhir dari cerita.

Hari ketiga, di bagian lain kota, si orang tua mendengar suara lain yang bahkan melebihi kemerduan dan kejernihan suara sang maestro biola. Menurut Anda, suara apakah itu?

Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin musim gugur di sebuah hutan, melebihi merdunya suara burung-burung pegunungan yang berkicau setelah hujan lebat. Bahkan melebihi keindahan hening pegunungan sunyi pada suatu malam musim salju. Suara apakah gerangan yang telah menggerakkan hati si orang tua melebihi apa pun itu?

Itu suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni.

Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara terindah di dunia adalah, pertama, setiap anggota orkestra merupakan maestro alat musiknya masing-masing; dan kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam harmoni.

"Mungkin ini sama dengan agama," pikir si orang tua. "Marilah kita semua mempelajari hakikat kelembutan agama kita melalui pelajaran-pelajaran kehidupan. Marilah kita semua menjadi maestro cinta kasih di dalam agama masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni!"

Itulah suara yang paling indah.

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:44 PM
ILLUMINATA 35


APA YANG KITA SOMBONGKAN?

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong. Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:45 PM
ILLUMINATA 36


MANUSIA KEPITING

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya kecil, namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu ditangkap pada malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus, lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari.

Yang menarik, tentu saja kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat. Namun, seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.

Jurusnya hanya satu, si penangkap tahu betul sifat para kepiting itu. Jika ada seekor kepiting yang nyaris meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Bila ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tak seekor kepiting pun yang berhasil kabur dari baskom.

Keesokan harinya, sang penangkap tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini, tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.

Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita meraih keberhasilan, kita malahan berprasangka buruk: jangan-jangan keberhasilan itu diraihnya dengan jalan yang tidak benar.

Apalagi dalam bisnis atau bidang lain yang mengandung unsur kompetisi. Sifat iri, tak mau kalah, atau munafik, akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari, tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya.

Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bahkan bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti: kita menang dalam kehidupan ini.

Gelagat seseorang adalah "kepiting" antara lain:

1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) dan menjadikannya sebagai acuan dalam bertindak.

2. Hobi membicarakan kelemahan orang lain, tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk merintangi orang lain yang akan sukses dan melupakan usaha mensukseskan dirinya dengan cara yang positif.

Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, namun yaah... dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya�.

Coba renungkan, berapa waktu yang kita pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi "pemenang" dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Seandainya kita bisa menggunakan waktu tersebut untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri yang positif, niscaya kita akan berkembang menjadi pribadi yang lebih sehat dan dewasa.

Be happy!

AGASYO
22nd October 2012, 04:45 PM
ILLUMINATA 37


SATU-SATUNYA KESALAHAN IBU

Dahulu kala di negeri Tirai Bambu, hiduplah seorang gadis bernama Lili. Ia baru menikah dan tinggal di pondok mertua indah. Dalam waktu singkat, Lili tahu bahwa ia sangat tidak cocok tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Perangai mereka sangat bertentangan; mereka tak pernah berhenti beradu mulut dan bertengkar.

Sampai suatu hari, Lili benar-benar sudah tidak tahan lagi terhadap sifat dan perlakuan ibu mertuanya. Lili bertekad untuk melakukan sesuatu. Lili pergi menemui Sang Guru, yang lihai dalam obat-obatan. Ia menceritakan situasinya dan minta dibuatkan ramuan racun untuk mengakhiri hidup sang ibu mertua!

Sang Guru berpikir keras sejenak. Ia melihat bahwa Lili sudah benar-benar gelap mata. Jika ia tidak "membantu" Lili, pasti Lili akan mencari-cari cara lain untuk mewujudkan niatnya.

Akhirnya Sang Guru berkata, "Lili, saya akan membantumu untuk mengenyahkan ibu mertuamu. Saya akan memberimu ramuan yang secara perlahan-lahan akan menjadi racun di dalam tubuh ibu mertuamu. Setiap hari, sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan ini ke dalamnya. Lalu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, turuti saja semua kemauannya, dan perlakukan dia seperti ibumu sendiri."

Lili menerima ramuan tersebut dan pulang untuk melancarkan aksinya. Setiap hari Lili menyuguhi mertuanya dengan makanan yang enak-enak, yang sudah "dibumbuinya". Ia menerapkan baik-baik petunjuk Sang Guru untuk mencegah kecurigaan, maka ia mulai belajar mengendalikan amarahnya, tidak menentang kemauan ibu mertuanya, dan memperlakukannya seperti ibu sendiri.

Setelah beberapa bulan, suasana di rumah itu berubah sepenuhnya. Lili menjadi mampu mengendalikan amarahnya sedemikian rupa sehingga ia tidak pernah lagi kesal dalam meladeni ibu mertuanya. Sikap ibu mertua terhadap Lili pun berubah dan mulai mengasihi Lili seperti putrinya sendiri. Ia menceritakan kepada para kerabat bahwa Lili adalah menantu yang sangat baik. Lili dan ibu mertuanya memperlakukan satu sama lain seperti layaknya ibu dan anak yang sesungguhnya.

Lili memutuskan pergi menjumpai Sang Guru dan memohon pertolongannya sekali lagi, "Guru, tolong saya untuk menangkal racun yang telah saya berikan kepada ibu mertua saya. Ia telah berubah menjadi mertua yang begitu baik. Saya mencintainya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak mau ia mati."

Sang Guru tersenyum sembari berujar, "Lili, yang saya berikan itu hanyalah ramuan penguat badan untuk kesehatan beliau. Satu-satunya racun adalah apa yang terdapat di dalam pikiranmu sendiri, tetapi racun itu pun kini telah tertangkal habis oleh cinta kasihmu. Pulanglah."


Ibu,
adalah seorang yang mengagumkan.
Orang lain bisa saja mencintaimu,
namun hanya ibulah yang memahamimu.
Ia melahirkanmu,
ia merawatmu,
ia bekerja untukmu,
ia mengasihimu,
ia memaklumimu,
ia memaafkan segala yang kau perbuat.
Satu-satunya "kesalahan" yang ia perbuat,
adalah wafat meninggalkanmu.

Seperti halnya seorang ibu akan melindungi anak tunggalnya, sekalipun dengan mengorbankan hidupnya sendiri, demikianlah, seyogianya kita mengembangkan cinta kasih nirbatas terhadap: segenap makhluk.

AGASYO
22nd October 2012, 04:50 PM
Learn and Earn



Chuan and Jing joined a wholesale company together just after graduation. Both worked very hard.

After several years, the boss promoted Jing to sales executive but Chuan remained a sales rep. One day Chuan could not take it anymore, tender resignation to the boss and complained the boss did not value hard working staff, but only promoted those who flattered him.

The boss knew that Chuan worked very hard for the years, but in order to help Chuan realise the difference between him and Jing, the boss asked Chuan to do the following. Go and find out anyone selling water melon in the market? Chuan returned and said yes. The boss asked how much per kg? Chuan went back to the market to ask and returned to inform boss the per kg.

Boss told Chuan, I will ask Jing the same question? Jing went, returned and said, boss, only one person selling water melon. per kg, 0 for 10 kg, he has inventory of 340 melons. On the table 58 melons, every melon weighs about 15 kg, bought from the South two days ago, they are fresh and red, good quality.

Chuan was very impressed and realised the difference between himself and Jing. He decided not to resign but to learn from Jing.

---------------------

My dear friends, a more successful person is more observant, think more and understand in depth. For the same matter, a more successful person sees several years ahead, while you see only tomorrow. The difference between a year and a day is 365 times, how could you win?

Think! how far have you seen ahead in your life? How thoughtful in depth
are you?

AGASYO
23rd October 2012, 06:01 PM
sepi amat yak threadnya ? :capedeh:

AGASYO
24th October 2012, 05:11 PM
krik .. krik .. krik
:ohno:

AGASYO
25th October 2012, 12:41 PM
faaaaaaaaaah ..
:rokok:

AGASYO
25th October 2012, 12:42 PM
fuuuuuuuuuh ..
:rokok:

AGASYO
12th November 2012, 02:26 PM
feeeeeeeeeeh ..
:rokok:

MbahMijan
25th November 2012, 09:35 PM
Baca - baca aakh...

AGASYO
3rd December 2012, 01:46 PM
Baca - baca aakh...
eh ada si om lagi ..
monggo om silahkan
:loveindonesia:ceriwislove::loveindonesia

AGASYO
30th April 2013, 01:54 AM
hayaaaaaah
:rokok:

AGASYO
30th April 2013, 02:08 AM
hoeeeeeeh
:rokok:

AGASYO
30th April 2013, 02:12 AM
krik .. krik .. krik
:gg: