vals
22nd October 2012, 08:42 AM
http://www.mediaindonesia.com/spaw/uploads/images/article/image/20121021_094510_partai.jpg
Parpol berbasis agama mempunyai pemilih yang loyal meskipun jumlahnya kecil. Itulah yang membuat partai Islam akan tetap ada.
Berbagai lembaga survei menempatkan elektabilitas partai Islam jauh berada di bawah raihan partai nasionalis.
Misalkan, Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis hasil survei terbarunya, yang menempatkan Partai Golkar berada di atas dengan 18,1%, diikuti PDI Perjuangan dengan 14,4%, Partai Gerindra 12,5%, Partai Demokrat 5,9%, disusul Partai Hanura 5,6%, serta Partai NasDem 5,1%.
Di sisi lain, partai Islam di bawah, yakni PKS dengan 4,4%, PKB mendapat 2,8%, PAN 2,3%, dan PPP dengan 2,2%. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Gun Gun Heriyanto menegaskan bahwa tren tersebut tak dapat dihindari. Potensi partai politik berbasis agama Islam terpuruk pada Pemilu 2014 karena ketidakmampuan partai untuk mengakomodasi pemilihnya.
Ia menegaskan, ada kecenderungan parpol berbasis aliran akan terpuruk eksistensinya. Apalagi dengan ambang batas parlemen nasional yang lebih tinggi untuk 2014, yakni 3,5%.
Dia menambahkan, terpuruknya parpol Islam karena tidak ada orang yang ditokohkan dalam partai-partai itu. Perilaku pemilih juga sudah meninggalkan partai yang dinilai kurang dalam mengakomodasi dan merepresentasikan kebutuhan konstituen masyarakat pemilih Islam itu sendiri.
"Masyarakat menilai ideologi aliran dalam politik sudah dinilai karatan. Jika tidak bertransformasi, parpol-parpol berbasis agama akan karam," tutur Gun Gun.
Ia mengatakan kecenderungan pemilih Indonesia menginginkan optimalisasi fungsi partai. Namun, yang terjadi sekarang, kiprah partai Islam hanya sebagai simbol. Pada kenyataannya berbeda dengan substansi Islam dalam implementasinya.
Menurut Gun Gun, partai-partai tidak mampu menerjemahkan identitas ideologi ke dalam program-program nyata sehingga publik tidak melihat sama sekali adanya perbedaan antara partai sekuler dan partai agama.
"Tidak ada perbedaan. Jati diri partai Islam, tapi ada kesenjangan antara simbol dan politik substansi," cetus Gun Gun.
Eksis
Pakar politik Universitas Airlangga Kacung Maridjan menyebutkan sulit untuk berharap partai Islam menjadi pemenang dalam Pemilu 2014. Namun, di sisi lain, partai Islam akan tetap eksis dan menjadi partai tengah.
Menurut Kacung, parpol berbasis agama mempunyai pemilih yang loyal, meskipun jumlahnya kecil, dan itulah yang membuat partai Islam akan tetap ada.
"Bahwa partai Islam, kemungkinan menjadi pemenang pemilu sulit. Mungkin berada di lima besar. Posisinya akan masih menjadi partai tengah. Jadi kalau survei mengatakan parpol berbasis agama akan berada di bawah 5%, rasanya tidak semua," ujar Kacung.
Ia menjelaskan, perolehan suara parpol berbasis Islam dalam sejarah pemilu Indonesia mengalam pasang surut. Pada Pemilu 1955 mencapai 43%, kemudian pada Pemilu 1977 yang merupakan capaian suara terbesar parpol Islam di masa Orde Baru sebesar 19,3%.
Pascareformasi, tambah dia, Pemilu 1999 perolehan partai Islam mencapai 37%. Pada 2004 mencapai 38%, kemudian pada Pemilu 2009 turun ke angka 29,3%.
"Ini menunjukkan memang ada pemilih loyal yang masih bisa mendukung eksistensi parpol Islam, tetapi memang trennya akan menurun," tandas Kacung.
mediaindonesia.com
Parpol berbasis agama mempunyai pemilih yang loyal meskipun jumlahnya kecil. Itulah yang membuat partai Islam akan tetap ada.
Berbagai lembaga survei menempatkan elektabilitas partai Islam jauh berada di bawah raihan partai nasionalis.
Misalkan, Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis hasil survei terbarunya, yang menempatkan Partai Golkar berada di atas dengan 18,1%, diikuti PDI Perjuangan dengan 14,4%, Partai Gerindra 12,5%, Partai Demokrat 5,9%, disusul Partai Hanura 5,6%, serta Partai NasDem 5,1%.
Di sisi lain, partai Islam di bawah, yakni PKS dengan 4,4%, PKB mendapat 2,8%, PAN 2,3%, dan PPP dengan 2,2%. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Gun Gun Heriyanto menegaskan bahwa tren tersebut tak dapat dihindari. Potensi partai politik berbasis agama Islam terpuruk pada Pemilu 2014 karena ketidakmampuan partai untuk mengakomodasi pemilihnya.
Ia menegaskan, ada kecenderungan parpol berbasis aliran akan terpuruk eksistensinya. Apalagi dengan ambang batas parlemen nasional yang lebih tinggi untuk 2014, yakni 3,5%.
Dia menambahkan, terpuruknya parpol Islam karena tidak ada orang yang ditokohkan dalam partai-partai itu. Perilaku pemilih juga sudah meninggalkan partai yang dinilai kurang dalam mengakomodasi dan merepresentasikan kebutuhan konstituen masyarakat pemilih Islam itu sendiri.
"Masyarakat menilai ideologi aliran dalam politik sudah dinilai karatan. Jika tidak bertransformasi, parpol-parpol berbasis agama akan karam," tutur Gun Gun.
Ia mengatakan kecenderungan pemilih Indonesia menginginkan optimalisasi fungsi partai. Namun, yang terjadi sekarang, kiprah partai Islam hanya sebagai simbol. Pada kenyataannya berbeda dengan substansi Islam dalam implementasinya.
Menurut Gun Gun, partai-partai tidak mampu menerjemahkan identitas ideologi ke dalam program-program nyata sehingga publik tidak melihat sama sekali adanya perbedaan antara partai sekuler dan partai agama.
"Tidak ada perbedaan. Jati diri partai Islam, tapi ada kesenjangan antara simbol dan politik substansi," cetus Gun Gun.
Eksis
Pakar politik Universitas Airlangga Kacung Maridjan menyebutkan sulit untuk berharap partai Islam menjadi pemenang dalam Pemilu 2014. Namun, di sisi lain, partai Islam akan tetap eksis dan menjadi partai tengah.
Menurut Kacung, parpol berbasis agama mempunyai pemilih yang loyal, meskipun jumlahnya kecil, dan itulah yang membuat partai Islam akan tetap ada.
"Bahwa partai Islam, kemungkinan menjadi pemenang pemilu sulit. Mungkin berada di lima besar. Posisinya akan masih menjadi partai tengah. Jadi kalau survei mengatakan parpol berbasis agama akan berada di bawah 5%, rasanya tidak semua," ujar Kacung.
Ia menjelaskan, perolehan suara parpol berbasis Islam dalam sejarah pemilu Indonesia mengalam pasang surut. Pada Pemilu 1955 mencapai 43%, kemudian pada Pemilu 1977 yang merupakan capaian suara terbesar parpol Islam di masa Orde Baru sebesar 19,3%.
Pascareformasi, tambah dia, Pemilu 1999 perolehan partai Islam mencapai 37%. Pada 2004 mencapai 38%, kemudian pada Pemilu 2009 turun ke angka 29,3%.
"Ini menunjukkan memang ada pemilih loyal yang masih bisa mendukung eksistensi parpol Islam, tetapi memang trennya akan menurun," tandas Kacung.
mediaindonesia.com