papaBear
18th June 2010, 05:40 PM
SUMBER (http://nasional.kompas.com/read/2010/06/18/16182580/Pemilihan.Kapolri.Masih.Like.and.Dislike-4)
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/06/14/1204276620X310.JPG
JAKARTA, KOMPAS.com � Masa jabatan Kepala Polri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri tinggal hitungan bulan. Bursa nama-nama calon kapolri pun menghangat.
Beberapa perwira tinggi bintang tiga, seperti Komjen Pol Nanan Soekarna, Komjen Pol Yusuf Manggabarani, serta perwira bintang dua, seperti Irjen Pol Oegroseno dan Irjen Pol Timur Pradopo, santer disebut-sebut sebagai pengganti Bambang. Nama Komjen (Pol) Susno Duadji tak masuk hitungan karena ia sedang dikurung oleh institusinya sendiri.
Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, yang juga dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau PTIK, berpendapat, sistem pemilihan pucuk pimpinan korps Bhayangkara masih menggunakan cara-cara militer.
"Sistem pemilihan masih ditentukan oleh dewan kebijakan yang diisi oleh Kepala Polri, Kabag Intel, dan Irwasum. Intinya, memilih calon kapolri masih ditentukan dari personal, bukan track record-nya," ujar Bambang dalam keterangan pers di LSM Imparsial, Jakarta, Jumat (18/6/2010).
Alumni Akademi Kepolisian angkatan 1971 itu mengatakan, catatan jejak rekam calon kapolri tidak menjadi pertimbangan utama. Pasalnya, Polri tidak memiliki catatan jejak rekam yang kuat dan sistematis terhadap calon-calon tersebut.
Bahkan, praktik di lapangan menunjukkan, catatan jejak rekam tersebut memiliki celah untuk diubah dengan tidak sebagaimana mestinya. "Ada yang memiliki catatan pelangaran pidana, membunuh orang, tapi file and record-nya hilang dan tetap bisa menjadi jenderal," katanya.
Tidak heran, faktor yang menentukan keterpilihan seseorang menurutnya masih didasarkan like and dislike, kawan satu angkatan, atau adanya sponsor yang mendukung promosi tersebut.
"Dengan kurangnya data dan rekam jejak, secara rasional, sulit menentukan apakah calon ini baik atau tidak," ujarnya. Pada era reformasi, sudah seharusnya calon pucuk pimpinan didasarkan atas pertimbangan obyektif.
Terlebih, posisi kepolisian, yang menjadi pintu gerbang pertama bagi masyarakat yang hendak mencari keadilan, semakin strategis dalam pelaksanaan agenda reformasi.
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/06/14/1204276620X310.JPG
JAKARTA, KOMPAS.com � Masa jabatan Kepala Polri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri tinggal hitungan bulan. Bursa nama-nama calon kapolri pun menghangat.
Beberapa perwira tinggi bintang tiga, seperti Komjen Pol Nanan Soekarna, Komjen Pol Yusuf Manggabarani, serta perwira bintang dua, seperti Irjen Pol Oegroseno dan Irjen Pol Timur Pradopo, santer disebut-sebut sebagai pengganti Bambang. Nama Komjen (Pol) Susno Duadji tak masuk hitungan karena ia sedang dikurung oleh institusinya sendiri.
Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, yang juga dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau PTIK, berpendapat, sistem pemilihan pucuk pimpinan korps Bhayangkara masih menggunakan cara-cara militer.
"Sistem pemilihan masih ditentukan oleh dewan kebijakan yang diisi oleh Kepala Polri, Kabag Intel, dan Irwasum. Intinya, memilih calon kapolri masih ditentukan dari personal, bukan track record-nya," ujar Bambang dalam keterangan pers di LSM Imparsial, Jakarta, Jumat (18/6/2010).
Alumni Akademi Kepolisian angkatan 1971 itu mengatakan, catatan jejak rekam calon kapolri tidak menjadi pertimbangan utama. Pasalnya, Polri tidak memiliki catatan jejak rekam yang kuat dan sistematis terhadap calon-calon tersebut.
Bahkan, praktik di lapangan menunjukkan, catatan jejak rekam tersebut memiliki celah untuk diubah dengan tidak sebagaimana mestinya. "Ada yang memiliki catatan pelangaran pidana, membunuh orang, tapi file and record-nya hilang dan tetap bisa menjadi jenderal," katanya.
Tidak heran, faktor yang menentukan keterpilihan seseorang menurutnya masih didasarkan like and dislike, kawan satu angkatan, atau adanya sponsor yang mendukung promosi tersebut.
"Dengan kurangnya data dan rekam jejak, secara rasional, sulit menentukan apakah calon ini baik atau tidak," ujarnya. Pada era reformasi, sudah seharusnya calon pucuk pimpinan didasarkan atas pertimbangan obyektif.
Terlebih, posisi kepolisian, yang menjadi pintu gerbang pertama bagi masyarakat yang hendak mencari keadilan, semakin strategis dalam pelaksanaan agenda reformasi.