semarang
2nd March 2011, 12:39 AM
http://i.okezone.com/content/2010/10/16/27/383129/RBv9iH7HmE.jpg
PENELITIAN terbaru menunjukkan, orang yang bertempat tinggal dekat dengan jalan raya dan sering terpapar polusi udara lebih berisiko menderita emfisema dan masalah kesehatan paru-paru lainnya.
Polusi udara akibat kendaraan bermotor di Indonesia, terutama di Jakarta memang sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Bahkan, disebut-sebut kualitas udara Kota Jakarta saat ini berada pada urutan ketiga terburuk di dunia, setelah Meksiko dan Bangkok.
Buruknya kadar polusi udara di Jakarta menimbulkan banyak masalah sosial bagi penduduknya. Masalah utamanya tentu saja masalah kesehatan.
Menurut data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), 46% penyakit di Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara, di mana penyakit-penyakit umumnya adalah infeksi saluran pernapasan, asma, dan kanker paru-paru.
Selain penyakit-penyakit itu, polusi juga berpotensi mengakibatkan perubahan fisiologis pada manusia, seperti melemahkan fungsi paruparu dan memengaruhi tekanan darah. Sebuah studi terbaru menguatkan fakta tersebut.
Polusi udara terbukti dapat memperburuk gejala pada orang dengan penyakit paru-paru seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), yaitu sekelompok kondisi paru-paru yang rusak parah termasuk di dalamnya penyakit emfisema dan bronkitis kronis.
Tetapi, apakah paparan jangka panjang terhadap polusi udara memengaruhi kemungkinan seseorang untuk menderita PPOK? Sampai saat ini jawabannya masih belum jelas.
Dalam riset terbaru ini para peneliti menemukan bukti bahwa di antara hampir 53.000 orang Denmark berusia dewasa yang dipantau selama 35 tahun yang diperkirakan memiliki paparan polusi udara di jalan raya lebih banyak, ternyata risiko untuk mengidap PPOK lebih besar dibandingkan dengan orang dengan paparan yang sedikit.
Temuan ini dilaporkan dalam jurnal American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, yang menunjukkan hubungan antara polusi udara di jalan raya dan risiko mengidap PPOK.
Para peneliti, bagaimanapun, tidak membuktikan sebab-akibat dalam persoalan ini. Merokok merupakan penyebab utama dari PPOK, diperkirakan berada dibalik lebih dari 95% kasus. Faktor lingkungan lain, seperti paparan berat debu dari batu bara, biji-bijian atau kayu, juga dapat menyebabkan PPOK.
Temuan saat ini meningkatkan kemungkinan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara di jalan raya berkontribusi terhadap risiko menderita PPOK pada beberapa orang, khususnya yang rentan oleh kondisi kesehatan tertentu seperti asma.
�Jika itu yang terjadi, risiko seseorang untuk menderita PPOK karena paparan polusi akan sangat kecil dibandingkan dengan merokok atau menjadi perokok pasif,� kata pemimpin penelitian ini Zorana J Andersen, dari Danish Cancer Society di Kopenhagen, Denmark seperti dilansir Reuters Health.
Namun dia menuturkan, pada tingkat populasi, bahkan risiko kecil yang berhubungan dengan polusi udara dari asap kendaraan akan �tidak dapat diabaikan�, mengingat jutaan orang yang tinggal di daerah perkotaan yang tingkat polusinya tinggi.
Temuan ini didasarkan pada 52.799 orang dewasa usia 50�64 tahun yang mengisi kuesioner berisi pertanyaan soal kesehatan dan gaya hidup, termasuk riwayat merokok, pada pertengahan 1990-an.
Tim Andersen menggunakan data partisipan dari rumah sakit nasional di Denmark yaitu para pasien yang mendaftar berobat untuk yang pertama kalinya terserang PPOK antara 1971 dan 2006. Mereka juga memperkirakan paparan individu jangka panjang untuk polutan jalan raya berdasarkan domisili tempat tinggal mereka selama periode penelitian.
Secara keseluruhan, lebih dari 3% partisipan studi ini telah masuk rumah sakit untuk pertama kali untuk berobat PPOK selama penelitian.
Ketika peneliti melihat ratarata paparan jangka panjang para partisipan terhadap nitrogen dioksida
-polutan yang dihasilkan oleh knalpot mobil- peneliti menemukan bahwa mereka yang level terpaparnya di atas 25% lebih mungkin dirawat di rumah sakit karena PPOK daripada mereka yang berada di bawah 25%.
Hubungan antara polusi jalan raya dan risiko PPOK terlihat lebih kuat di antara orang dengan asma atau diabetes dibanding mereka yang sehat-sehat saja. Hal ini, menurut tim Andersen, memperbesar kemungkinan bahwa orang-orang dengan kondisi kesehatan buruk yang mengalami inflamasi sistemik di tubuhnya akan lebih rentan terhadap efek dari polusi jalan raya pada fungsi paru-parunya.
Namun, para peneliti juga mengingatkan bahwa dalam hal statistik, kesimpulan hubungan tersebut masih lemah atau masih �dalam batasan�. Mereka juga mengingatkan agar hati-hati dalam menafsirkan kekuatan dalam sebuah hubungan sebab-akibat yang telah dilaporkan dalam studi ini dan kemungkinan duplikasi hasil ini dengan penelitian yang lain.
Keterbatasan lain dari penelitian ini,di antaranya fakta bahwa paparan polusi kepada partisipan diperkirakan berdasarkan alamat tempat tinggal mereka. Namun dari mana seorang individu sebenarnya terpapar polusi, bisa dari berbagai sumber, tidak diketahui.
Meskipun demikian,Andersen mengatakan bahwa seseorang harus sadar bahwa paparan berat untuk polusi jalan raya telah lama dikaitkan dengan sejumlah risiko kesehatan, termasuk pengembangan asma dan kematian akibat penyakit jantung dan stroke.
The American Heart Association menunjukkan bahwa orang dengan penyakit jantung dan individu berisiko lain, termasuk orangtua dan mereka yang memiliki faktor risiko penyakit jantung, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi, segera kurangi paparan mereka terhadap polusi asap kendaraan di jalan raya.
Pada tingkat yang lebih luas, Andersen mencatat, hubungan antara polusi udara dan risiko kesehatan pada manusia sangat penting dalam mendukung kebijakan oleh pemerintah yang digunakan sebagai pengendalian polusi di sebuah negara.
(SINDO//nsa)
sumber >>> lifestyle.okezone.com
PENELITIAN terbaru menunjukkan, orang yang bertempat tinggal dekat dengan jalan raya dan sering terpapar polusi udara lebih berisiko menderita emfisema dan masalah kesehatan paru-paru lainnya.
Polusi udara akibat kendaraan bermotor di Indonesia, terutama di Jakarta memang sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Bahkan, disebut-sebut kualitas udara Kota Jakarta saat ini berada pada urutan ketiga terburuk di dunia, setelah Meksiko dan Bangkok.
Buruknya kadar polusi udara di Jakarta menimbulkan banyak masalah sosial bagi penduduknya. Masalah utamanya tentu saja masalah kesehatan.
Menurut data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), 46% penyakit di Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara, di mana penyakit-penyakit umumnya adalah infeksi saluran pernapasan, asma, dan kanker paru-paru.
Selain penyakit-penyakit itu, polusi juga berpotensi mengakibatkan perubahan fisiologis pada manusia, seperti melemahkan fungsi paruparu dan memengaruhi tekanan darah. Sebuah studi terbaru menguatkan fakta tersebut.
Polusi udara terbukti dapat memperburuk gejala pada orang dengan penyakit paru-paru seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), yaitu sekelompok kondisi paru-paru yang rusak parah termasuk di dalamnya penyakit emfisema dan bronkitis kronis.
Tetapi, apakah paparan jangka panjang terhadap polusi udara memengaruhi kemungkinan seseorang untuk menderita PPOK? Sampai saat ini jawabannya masih belum jelas.
Dalam riset terbaru ini para peneliti menemukan bukti bahwa di antara hampir 53.000 orang Denmark berusia dewasa yang dipantau selama 35 tahun yang diperkirakan memiliki paparan polusi udara di jalan raya lebih banyak, ternyata risiko untuk mengidap PPOK lebih besar dibandingkan dengan orang dengan paparan yang sedikit.
Temuan ini dilaporkan dalam jurnal American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, yang menunjukkan hubungan antara polusi udara di jalan raya dan risiko mengidap PPOK.
Para peneliti, bagaimanapun, tidak membuktikan sebab-akibat dalam persoalan ini. Merokok merupakan penyebab utama dari PPOK, diperkirakan berada dibalik lebih dari 95% kasus. Faktor lingkungan lain, seperti paparan berat debu dari batu bara, biji-bijian atau kayu, juga dapat menyebabkan PPOK.
Temuan saat ini meningkatkan kemungkinan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara di jalan raya berkontribusi terhadap risiko menderita PPOK pada beberapa orang, khususnya yang rentan oleh kondisi kesehatan tertentu seperti asma.
�Jika itu yang terjadi, risiko seseorang untuk menderita PPOK karena paparan polusi akan sangat kecil dibandingkan dengan merokok atau menjadi perokok pasif,� kata pemimpin penelitian ini Zorana J Andersen, dari Danish Cancer Society di Kopenhagen, Denmark seperti dilansir Reuters Health.
Namun dia menuturkan, pada tingkat populasi, bahkan risiko kecil yang berhubungan dengan polusi udara dari asap kendaraan akan �tidak dapat diabaikan�, mengingat jutaan orang yang tinggal di daerah perkotaan yang tingkat polusinya tinggi.
Temuan ini didasarkan pada 52.799 orang dewasa usia 50�64 tahun yang mengisi kuesioner berisi pertanyaan soal kesehatan dan gaya hidup, termasuk riwayat merokok, pada pertengahan 1990-an.
Tim Andersen menggunakan data partisipan dari rumah sakit nasional di Denmark yaitu para pasien yang mendaftar berobat untuk yang pertama kalinya terserang PPOK antara 1971 dan 2006. Mereka juga memperkirakan paparan individu jangka panjang untuk polutan jalan raya berdasarkan domisili tempat tinggal mereka selama periode penelitian.
Secara keseluruhan, lebih dari 3% partisipan studi ini telah masuk rumah sakit untuk pertama kali untuk berobat PPOK selama penelitian.
Ketika peneliti melihat ratarata paparan jangka panjang para partisipan terhadap nitrogen dioksida
-polutan yang dihasilkan oleh knalpot mobil- peneliti menemukan bahwa mereka yang level terpaparnya di atas 25% lebih mungkin dirawat di rumah sakit karena PPOK daripada mereka yang berada di bawah 25%.
Hubungan antara polusi jalan raya dan risiko PPOK terlihat lebih kuat di antara orang dengan asma atau diabetes dibanding mereka yang sehat-sehat saja. Hal ini, menurut tim Andersen, memperbesar kemungkinan bahwa orang-orang dengan kondisi kesehatan buruk yang mengalami inflamasi sistemik di tubuhnya akan lebih rentan terhadap efek dari polusi jalan raya pada fungsi paru-parunya.
Namun, para peneliti juga mengingatkan bahwa dalam hal statistik, kesimpulan hubungan tersebut masih lemah atau masih �dalam batasan�. Mereka juga mengingatkan agar hati-hati dalam menafsirkan kekuatan dalam sebuah hubungan sebab-akibat yang telah dilaporkan dalam studi ini dan kemungkinan duplikasi hasil ini dengan penelitian yang lain.
Keterbatasan lain dari penelitian ini,di antaranya fakta bahwa paparan polusi kepada partisipan diperkirakan berdasarkan alamat tempat tinggal mereka. Namun dari mana seorang individu sebenarnya terpapar polusi, bisa dari berbagai sumber, tidak diketahui.
Meskipun demikian,Andersen mengatakan bahwa seseorang harus sadar bahwa paparan berat untuk polusi jalan raya telah lama dikaitkan dengan sejumlah risiko kesehatan, termasuk pengembangan asma dan kematian akibat penyakit jantung dan stroke.
The American Heart Association menunjukkan bahwa orang dengan penyakit jantung dan individu berisiko lain, termasuk orangtua dan mereka yang memiliki faktor risiko penyakit jantung, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi, segera kurangi paparan mereka terhadap polusi asap kendaraan di jalan raya.
Pada tingkat yang lebih luas, Andersen mencatat, hubungan antara polusi udara dan risiko kesehatan pada manusia sangat penting dalam mendukung kebijakan oleh pemerintah yang digunakan sebagai pengendalian polusi di sebuah negara.
(SINDO//nsa)
sumber >>> lifestyle.okezone.com