DreamWorldJr
26th February 2011, 07:55 PM
http://image.tempointeraktif.com/?id=38378&width=274 (http://image.tempointeraktif.com/?id=38378&width=490)
Luthfi Hasan Ishaq. ANTARA/Puspa Perwitasari
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Partai Keadilan Sejahtera memilih untuk menunggu sikap Presiden, sekaligus Ketua Sekretariat Gabungan Partai Koalisi, Susilo Bambang Yudhoyono, terkait posisi PKS dalam koalisi maupun Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan SBY. Sikap menunggu ini diambil, menanggapi munculnya desakan kepada Yudhoyono untuk mengevaluasi keberadaan PKS di koalisi, menyusul dukungan partai ini terhadap hak angket pajak di DPR.
"Sikap kami masih jelas, tidak akan mendahului. Kami akan tunggu saja dari pak SBY, kita manut. Karena kontrak politik kami dengan SBY, bukan dengan fraksi dari partai lain, apalagi oknum yang coba menginginkan itu," kata Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq usai penutupan Musyawarah Kerja Nasional PKS di hotel Sheraton, Yogyakarta, Sabtu 26 Februari 2011. Ia didampingi Sekjen PKS Anis Matta.
Lutfi menilai jika memang ada kesalahan kadernya dalam kemitraan koalisi, maka masalah tersebut seharusnya diselesaikan dengan cara gentlemen. "Bukan dengan cara mengkambinghitamkan mitra koalisi," kata dia.
Menurut Lutfi, partainya memilih menunggu sikap SBY karena sejak awal dalam kontrak politik dengan Presiden itu bertujuan untuk membuat pemerintahan yang baik dan bersih. "Kita jelas mau karena itu sesuai visi misi partai juga. Tapi setelah ditengah jalan, eksekutif di sekitar SBY merasa ada yang 'salah' dan minta kita balik badan," katanya. "Jelas ini tak masuk akal. Kita tak mungkin jilat ludah kita sendiri."
Dia menambahkan, jika pemerintahan yang baik dan bersih tercapai, maka anggaran pembangunan lewat APBN saat ini bisa tumbuh dua kali lipat. "Untuk membersihkan dan mewujudkan pemerintahan bersih tak cukup dengan pansus biasa, harus hajar dengan cara extraordinary (luar biasa)," kata dia. Meski gagal memperjuangkan pansus hak angket pajak, PKS berjanji akan getol bekerja dalam panitia kerja pajak yang sudah ada untuk mencapai tujuan.
Saat pembukaan mukernas dua hari sebelumnya, mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan partai ini siap saja menerima konsekuensi dikeluarkan dari koalisi dan direshuffle dari kabinet SBY. "Kita siap saja keluar koalisi. Tapi kita ingin katakan bahwa langkah kami mendukung angket itu bukan untuk menjatuhkan SBY, tapi untuk melaksanakan kontrak potilik mewujudkan good and clean governance. Kita siap keluar jika memang itu yang dibutuhkan," kata Hidayat.
PRIBADI WICAKSONO.
sumber...!!! (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/02/26/brk,20110226-316201,id.html)
Luthfi Hasan Ishaq. ANTARA/Puspa Perwitasari
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Partai Keadilan Sejahtera memilih untuk menunggu sikap Presiden, sekaligus Ketua Sekretariat Gabungan Partai Koalisi, Susilo Bambang Yudhoyono, terkait posisi PKS dalam koalisi maupun Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan SBY. Sikap menunggu ini diambil, menanggapi munculnya desakan kepada Yudhoyono untuk mengevaluasi keberadaan PKS di koalisi, menyusul dukungan partai ini terhadap hak angket pajak di DPR.
"Sikap kami masih jelas, tidak akan mendahului. Kami akan tunggu saja dari pak SBY, kita manut. Karena kontrak politik kami dengan SBY, bukan dengan fraksi dari partai lain, apalagi oknum yang coba menginginkan itu," kata Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq usai penutupan Musyawarah Kerja Nasional PKS di hotel Sheraton, Yogyakarta, Sabtu 26 Februari 2011. Ia didampingi Sekjen PKS Anis Matta.
Lutfi menilai jika memang ada kesalahan kadernya dalam kemitraan koalisi, maka masalah tersebut seharusnya diselesaikan dengan cara gentlemen. "Bukan dengan cara mengkambinghitamkan mitra koalisi," kata dia.
Menurut Lutfi, partainya memilih menunggu sikap SBY karena sejak awal dalam kontrak politik dengan Presiden itu bertujuan untuk membuat pemerintahan yang baik dan bersih. "Kita jelas mau karena itu sesuai visi misi partai juga. Tapi setelah ditengah jalan, eksekutif di sekitar SBY merasa ada yang 'salah' dan minta kita balik badan," katanya. "Jelas ini tak masuk akal. Kita tak mungkin jilat ludah kita sendiri."
Dia menambahkan, jika pemerintahan yang baik dan bersih tercapai, maka anggaran pembangunan lewat APBN saat ini bisa tumbuh dua kali lipat. "Untuk membersihkan dan mewujudkan pemerintahan bersih tak cukup dengan pansus biasa, harus hajar dengan cara extraordinary (luar biasa)," kata dia. Meski gagal memperjuangkan pansus hak angket pajak, PKS berjanji akan getol bekerja dalam panitia kerja pajak yang sudah ada untuk mencapai tujuan.
Saat pembukaan mukernas dua hari sebelumnya, mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan partai ini siap saja menerima konsekuensi dikeluarkan dari koalisi dan direshuffle dari kabinet SBY. "Kita siap saja keluar koalisi. Tapi kita ingin katakan bahwa langkah kami mendukung angket itu bukan untuk menjatuhkan SBY, tapi untuk melaksanakan kontrak potilik mewujudkan good and clean governance. Kita siap keluar jika memang itu yang dibutuhkan," kata Hidayat.
PRIBADI WICAKSONO.
sumber...!!! (http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/02/26/brk,20110226-316201,id.html)