Terdampar
3rd October 2012, 10:21 AM
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/0tsicnvt.jpg
Hari ketiga di Bima, ane mengunjungi lokasi wisata yang demikian terpencil dan menggali cerita masyarakat. Semakin menyadari betapa kaya budaya masyarakat ini.
Agenda ane hari ini adalah mengelilingi Bima bagian utara, dengan sewa mobil APV seharga 350 ribu rupiah per hari. Tujuan pertama adalah Pantai Torowamba di daerah Sape. Dari kota Bima, naik mobil sekitar tiga jam. Pantainya sepi banget. letaknya terpencil. Bahkan dari jalan raya yang tidak mulus itu, tidak terlihat tulisan penunjuk jalan. Di pantai ini, ada sembilan cottage yang tidak terururs, sayang banget ya. Padahal saya tahu benar investasinya tidak sedikit itu. Di Pantai Torowamba pasirnya putih, suasananya hening dan menyenangkan. Pemandangannya ke arah gunung Sangiang dan kita bisa melihat Ferry menuju Labuan Bajo.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/xszaogvp.jpg
Berbekal ayam goreng dan cemilan lainnya, makan siang di Pantai Torowamba terasa menyenangkan. Jujur saja, tadinya ane malas repot dengan membawa bekal makanan, eh ternyata di sini tak nampak satu orang pun. Boro-boro berjualan. Kalau tak berinisiatif membawa makanan, bisa-bisa kelaparan.
Puas menghabiskan waktu di Pantai Torowamba, perjalanan kami teruskan dengan menelusuri Bima bagian utara. Tujuannya adalah Wera. Inilah pedalaman Bima sesungguhnya, listrik hanya menyala enam jam dalam sehari. Saat ane melintasi jalan, masyarakat melambaikan salam ke arah mobil yang ane tumpangi. Teman ane memberitahukan bahwa mereka senang sekali jika ada yang melewati kampungnya, dengan begitu, akan banyak yang menceritakan keadaan kampungnya kepada masyarakat luar. Tak terlihat wajah penyesalan apalagi kedukaan, meski harus hidup di tempat yang demikian terpencil.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/cvjviuil.jpg
Dari pantai Torowamba, untuk ke Wera harus melewati jalanan yang berbukit-bukit dan terjal. Dari kejauhan melihat pulau Ular, salah satu Obyek wisata yang kini sedang ramai dikunjungi. Padahal, Pulau Ular hanya terdiri dari bongkahan batu yang sangat besar, tidak ada tanaman yang tumbuh, kecuali batang kering yang terus tumbuh. Dan tentu saja banyak ularnya namun jinak. Konon kabarnya niat buruk seseorang bisa diketahui dari ular ini, jika berkunjung dan kemudian digigit, berarti punya niat jahat. Untuk berkunjung ke Pulau Ular harus menaiki perahu yang ongkosnya dua ribu rupiah saja.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/uhaobcgd.jpg
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/d80nw72j.jpg
Perjalanan dari pantai Torowamba ke terminal Wera sekitar tiga jam. Melewati jalanan yang berbukit-bukit, dan diapit bukit dan jurang pinggir pantai. Di perjalanan menuju Wera melewati penambangan Pasir Besi yang kapalnya besarrrr banget. Ane sampai di rumah teman tepat saat adzan maghrib berkumandang. Dan mati listrik saudara-saudara. Ane jadi makin bersyukur tinggal di kota dengan segala fasilitasnya, mulai saat itu ane mengucap banyak syukur dan berhenti mengeluh *awas kalau mengeluh lagi, jitak !!!!Hanya satu jam bernostalgia, ane terpaksa pamit, apalagi mengingat perjalanan masih panjang. Di tengah jalan, ane kebelet BAB *aduh ngga tepat banget sih sikonnya. Dan terpaksa berhenti di sebuah Puskesmas yang cukup besar. dan ya ampun, demi apa toiletnya jorokkkk banget. Tapi, ngga ada pilihan lain. Terpaksa membuang hajat disini, mengingat perjalanan masih sekitar tiga jam lagi ke kota Bima.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/mszgq2x8.jpg
Setelah beres urusan toilet, pulang ke kota Bima melewati bagian utara Bima yang cukup menegangkan. melewati jalan yang sepi dan hutan-hutan. Suami ane yang bawa mobil beberapakali harus membunyikan klakson lantaran banyak sapi yang beristirahat di tengah jalan. Dan di tengah perjalanan, tiba-tiba� BRUKKKK� entah makhluk apa menabrak bagian bawah mobil. Tapi atas saran teman ane , ngga usah dilihat lanjut aja perjalanannya. Dugaannya sih semoga hanya babi hutan. Perjalanan melewati bukit dan menembus hutan itu kemudian melewati Cai Kepenta, sebuah daerah yang menjadi tempat pembantaian saat zaman PKI dulu.Ini merupakan salah satu tempat dimana legenda masyarakatnya masih begitu kental. Jalanannya berliku membuat teman ane berpesan kepada suami untuk membunyikan klakson, bulu kuduk rasanya bergidik. Doa pun kami lantunkan sepanjang jalan. Ketika memasuki gerbang kota Bima lega rasanya�
</div>
Hari ketiga di Bima, ane mengunjungi lokasi wisata yang demikian terpencil dan menggali cerita masyarakat. Semakin menyadari betapa kaya budaya masyarakat ini.
Agenda ane hari ini adalah mengelilingi Bima bagian utara, dengan sewa mobil APV seharga 350 ribu rupiah per hari. Tujuan pertama adalah Pantai Torowamba di daerah Sape. Dari kota Bima, naik mobil sekitar tiga jam. Pantainya sepi banget. letaknya terpencil. Bahkan dari jalan raya yang tidak mulus itu, tidak terlihat tulisan penunjuk jalan. Di pantai ini, ada sembilan cottage yang tidak terururs, sayang banget ya. Padahal saya tahu benar investasinya tidak sedikit itu. Di Pantai Torowamba pasirnya putih, suasananya hening dan menyenangkan. Pemandangannya ke arah gunung Sangiang dan kita bisa melihat Ferry menuju Labuan Bajo.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/xszaogvp.jpg
Berbekal ayam goreng dan cemilan lainnya, makan siang di Pantai Torowamba terasa menyenangkan. Jujur saja, tadinya ane malas repot dengan membawa bekal makanan, eh ternyata di sini tak nampak satu orang pun. Boro-boro berjualan. Kalau tak berinisiatif membawa makanan, bisa-bisa kelaparan.
Puas menghabiskan waktu di Pantai Torowamba, perjalanan kami teruskan dengan menelusuri Bima bagian utara. Tujuannya adalah Wera. Inilah pedalaman Bima sesungguhnya, listrik hanya menyala enam jam dalam sehari. Saat ane melintasi jalan, masyarakat melambaikan salam ke arah mobil yang ane tumpangi. Teman ane memberitahukan bahwa mereka senang sekali jika ada yang melewati kampungnya, dengan begitu, akan banyak yang menceritakan keadaan kampungnya kepada masyarakat luar. Tak terlihat wajah penyesalan apalagi kedukaan, meski harus hidup di tempat yang demikian terpencil.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/cvjviuil.jpg
Dari pantai Torowamba, untuk ke Wera harus melewati jalanan yang berbukit-bukit dan terjal. Dari kejauhan melihat pulau Ular, salah satu Obyek wisata yang kini sedang ramai dikunjungi. Padahal, Pulau Ular hanya terdiri dari bongkahan batu yang sangat besar, tidak ada tanaman yang tumbuh, kecuali batang kering yang terus tumbuh. Dan tentu saja banyak ularnya namun jinak. Konon kabarnya niat buruk seseorang bisa diketahui dari ular ini, jika berkunjung dan kemudian digigit, berarti punya niat jahat. Untuk berkunjung ke Pulau Ular harus menaiki perahu yang ongkosnya dua ribu rupiah saja.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/uhaobcgd.jpg
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/d80nw72j.jpg
Perjalanan dari pantai Torowamba ke terminal Wera sekitar tiga jam. Melewati jalanan yang berbukit-bukit, dan diapit bukit dan jurang pinggir pantai. Di perjalanan menuju Wera melewati penambangan Pasir Besi yang kapalnya besarrrr banget. Ane sampai di rumah teman tepat saat adzan maghrib berkumandang. Dan mati listrik saudara-saudara. Ane jadi makin bersyukur tinggal di kota dengan segala fasilitasnya, mulai saat itu ane mengucap banyak syukur dan berhenti mengeluh *awas kalau mengeluh lagi, jitak !!!!Hanya satu jam bernostalgia, ane terpaksa pamit, apalagi mengingat perjalanan masih panjang. Di tengah jalan, ane kebelet BAB *aduh ngga tepat banget sih sikonnya. Dan terpaksa berhenti di sebuah Puskesmas yang cukup besar. dan ya ampun, demi apa toiletnya jorokkkk banget. Tapi, ngga ada pilihan lain. Terpaksa membuang hajat disini, mengingat perjalanan masih sekitar tiga jam lagi ke kota Bima.
http://cdn-u.kaskus.co.id/65/mszgq2x8.jpg
Setelah beres urusan toilet, pulang ke kota Bima melewati bagian utara Bima yang cukup menegangkan. melewati jalan yang sepi dan hutan-hutan. Suami ane yang bawa mobil beberapakali harus membunyikan klakson lantaran banyak sapi yang beristirahat di tengah jalan. Dan di tengah perjalanan, tiba-tiba� BRUKKKK� entah makhluk apa menabrak bagian bawah mobil. Tapi atas saran teman ane , ngga usah dilihat lanjut aja perjalanannya. Dugaannya sih semoga hanya babi hutan. Perjalanan melewati bukit dan menembus hutan itu kemudian melewati Cai Kepenta, sebuah daerah yang menjadi tempat pembantaian saat zaman PKI dulu.Ini merupakan salah satu tempat dimana legenda masyarakatnya masih begitu kental. Jalanannya berliku membuat teman ane berpesan kepada suami untuk membunyikan klakson, bulu kuduk rasanya bergidik. Doa pun kami lantunkan sepanjang jalan. Ketika memasuki gerbang kota Bima lega rasanya�
</div>