alidalgandul
29th June 2012, 03:16 PM
Freeport menyatakan bersedia untuk menaikkan royalti emas dan tembaga.
Kamis, 28 Juni 2012, 11:31 WIB
Nur Farida Ahniar, Iwan Kurniawan
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
VIVAnews
- PT Freeport Indonesia mengakui royalti emas dalam kontrak karya II
yang ditandatangani pada 1991 masih kecil. Alasannya, emas merupakan
produk turunan dari tambang Grasberg.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto,
menjelaskan, Freeport mulai beroperasi di Indonesia pada 1967, saat
kontrak karya untuk pertama kali ditandatangani. Sementara itu, royalti
baru mulai diterapkan pada 1973, saat pertama kali proyek Ertsberg
beroperasi.
Pada 1988, cadangan Grasberg ditemukan. Selanjutnya,
pada 1991, untuk kedua kalinya, PT Freeport Indonesia menandatangani
kontrak karya baru dengan masa berlaku 30 tahun dan opsi dua kali
perpanjangan 10 tahun hingga 2041.
"Royalti diutamakan pada
tembaga, karena dari hasil eksplorasi itu, mineral utama itu tembaga
dan mineral ikutan emas serta perak. Jadi, proses yang dilakukan
ditujukan untuk mengangkat tembaga guna menjadi konsentrat, proses itu
terbawa emas dan perak," kata Rozik dalam kunjungannya ke redaksi VIVAnews pekan ini.
Karena
produk ikutan, Rozik melanjutkan, maka pada 1991, royalti emas
ditentukan pada angka 1 persen dan berlaku tetap. Hal ini berbeda
dengan royalti tembaga yang berkisar 1,5-3,5 persen mengikuti harga
pasar.
Royalti saat itu kecil, karena Freeport pada waktu itu
membutuhkan investasi yang sangat besar untuk membangun proyek
Grasberg. Pada 1991, harga komoditi seperti emas dan tembaga juga
sangat murah dan menentukan penetapan besaran royalti pada waktu itu.
"Emas pada waktu itu US$300 per ounces dan tembaga hanya US$90 sen/lb.Sekarang emas sudah sekitar US$1.600-1.700 per ounces dan tembaga US$3,5-4/lb," katanya.
PT Freeport Indonesia sudah menyatakan bersedia untuk menaikkan royalti terkait renegosiasi kontrak karya pertambangan, salah satunya adalah menaikkan besaran royalti emas dan tembaga. (art)
Kamis, 28 Juni 2012, 11:31 WIB
Nur Farida Ahniar, Iwan Kurniawan
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
VIVAnews
- PT Freeport Indonesia mengakui royalti emas dalam kontrak karya II
yang ditandatangani pada 1991 masih kecil. Alasannya, emas merupakan
produk turunan dari tambang Grasberg.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto,
menjelaskan, Freeport mulai beroperasi di Indonesia pada 1967, saat
kontrak karya untuk pertama kali ditandatangani. Sementara itu, royalti
baru mulai diterapkan pada 1973, saat pertama kali proyek Ertsberg
beroperasi.
Pada 1988, cadangan Grasberg ditemukan. Selanjutnya,
pada 1991, untuk kedua kalinya, PT Freeport Indonesia menandatangani
kontrak karya baru dengan masa berlaku 30 tahun dan opsi dua kali
perpanjangan 10 tahun hingga 2041.
"Royalti diutamakan pada
tembaga, karena dari hasil eksplorasi itu, mineral utama itu tembaga
dan mineral ikutan emas serta perak. Jadi, proses yang dilakukan
ditujukan untuk mengangkat tembaga guna menjadi konsentrat, proses itu
terbawa emas dan perak," kata Rozik dalam kunjungannya ke redaksi VIVAnews pekan ini.
Karena
produk ikutan, Rozik melanjutkan, maka pada 1991, royalti emas
ditentukan pada angka 1 persen dan berlaku tetap. Hal ini berbeda
dengan royalti tembaga yang berkisar 1,5-3,5 persen mengikuti harga
pasar.
Royalti saat itu kecil, karena Freeport pada waktu itu
membutuhkan investasi yang sangat besar untuk membangun proyek
Grasberg. Pada 1991, harga komoditi seperti emas dan tembaga juga
sangat murah dan menentukan penetapan besaran royalti pada waktu itu.
"Emas pada waktu itu US$300 per ounces dan tembaga hanya US$90 sen/lb.Sekarang emas sudah sekitar US$1.600-1.700 per ounces dan tembaga US$3,5-4/lb," katanya.
PT Freeport Indonesia sudah menyatakan bersedia untuk menaikkan royalti terkait renegosiasi kontrak karya pertambangan, salah satunya adalah menaikkan besaran royalti emas dan tembaga. (art)