Log in

View Full Version : Isyarat lengsernya Presiden Soeharto


didittrek
11th December 2010, 11:33 AM
Berawal Dari Palu Yang Patah

21 Mei 1998, sepuluh tahun yang lalu, Soeharto secara resmi mengundurkan diri dari kursi keprisidenan. Para pengamat menyatakan, mudahnya merobohkan rezim orde baru dengan cara damai dikarenanakan keroposnya pilar-pilar pendukung kekuasaan Soeharto saat itu. Sebab orang-orang kepercayaanya, seperti Habibie (Wakil Presiden), Ginandjar Kartasasmita (Menko), dan Harmoko (Ketua DPR/MPR), dianggap berhianat dan bersama-sama "menggulingkan" Soeharto. Diantara keempat "anak emas" Soeharto itu, nama Harmoko yang paling dianggap sebagai penyebabnya. Karena beberapa hari sebelum Soeharto mundur, Harmoko kepada wartawan meminta agar Soeharto mengundurkan diri.

Padahal sebelum-sebelumnya, pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur tersebut, hampir seratus persen selalu memuji Soeharto. Harmoko pula yang menyatakan kalau rakyat masih mendukung penuh Soeharto sebagai presiden. Pernyataan Harmoko tersebut terkait permintaan Soeharto kepada Golkar (1997) untuk meneliti, apakah rakyat benar-benar masih menginginkan dirinya terpilih kembali sebagai presiden.

Sebagai ketua umum partai berlambang beringin, Harmoko langsung sigap melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang dikemas dengan agenda Safari Ramadhan. Sepulangnya dari kunjungan tersebut Harmoko dengan yakin menyatakan kalau rakyat masih menghendaki Soeharto menjadi presiden ketujuh kalinya. Info dari Harmoko ini kemudian dijadikan pijakan oleh Soeharto untuk mau dicalonkan lagi sebagai presiden.

Namun belum genap setahun, Harmoko, dengan alasan didesak berbagai kalangan, terutama mahasiswa yang mengepung gedung DPR, Mei 1998, kemudian meminta Soeharto mengundurkan diri. Bahkan dia mengultimatum, kalau hingga Jumat, 22 Mei, Soeharto tidak mengundurkan diri, MPR akan mengadakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Soeharto selaku presiden.

Akhirnya desakan itu disanggupi Soeharto. Ia kemudian menyerahkan kekuasaannya ke Wakil Presiden BJ Habibie di istana negara, 21 Mei 1998. Sejak itulah loyalis Soeharto menganggap Harmoko sebagai "brutus". Ia dituding telah menikam Soeharto dari belakang.

Namun semua tudingan itu dijawab Harmoko dalam buku berjudul "Berhentinya Soeharto, Fakta dan Kesaksian Harmoko". Dalam buku setebal 298 halaman itu, mantan Menteri Penerangan selama tiga periode tersebut berupaya meluruskan pandangan miring terhadap dirinya. "Dalam buku itu saya ingin menyampaikan suasana kebatinan para pimpinan DPR saat itu. Sehingga pimpinan DPR membuat pernyataan meminta Soeharto untuk mundur," jelas Harmoko di kediamannya, Jalan Taman Patra XII No 12, Jakarta.

Dalam buku yang ditulis Firdaus Syam, Harmoko juga ingin mengungkapkan "isyarat alam" tentang jatuhnya kekuasaan Soeharto. Hal itu berdasarkan kejadian palu yang diketuk Harmoko patah, saat memutuskan Soeharto resmi sebagai presiden yang ketujuh kalinya.

Kisah "Palu Patah" itu ditulis di bab kedua buku tersebut. Diceritakan, patahnya palu pimpinan DPR terjadi saat Sidang Paripurna Ke-V, yang merupakan penutupan Sidang MPR, 11 Maret 1998. Ketika Ketua DPR/MPR Harmoko mengetuk palu tanda penutupan sidang, kepala palu itu mental ke depan podium, sementara gagangnya masih dalam genggamannya.

Begitu palu sidang saya ketukkan, kepala palu tiba-tiba patah dan terlempar ke depan di hadapan jajaran anggota MPR yang terhormat, di antaranya ada Mbak Tutut (putri sulung Soeharto), dan Ginandjar Kartasasmita yang duduk berhadapan dengan kursi pimpinan dewan. Palu itu kemudian diamankan oleh petugas Pengawal Keamanan Presiden," begitu kata Harmoko dalam buku tersebut.

Menurut Harmoko, kejadian seperti itu baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah Indonesia. Kejadian ini akhirnya membuat ia bertanya-tanya "ada apa gerangan". Dikisahkan juga, seusai sidang, Harmoko yang mendampingi Presiden Soeharto menuju lift sempat meminta maaf atas kejadian tersebut kepada Soeharto. Dan sambil tersenyum Soeharto menjawab, "Barangkali palunya kendor". http://www.bluefame.com/public/style_emoticons/yahoo/Hmmmph.gif

Tapi bagi Harmoko kejadian tersebut bukan sebuah kebetulan. Dalam buku itu digambarkan betapa Harmoko berulang kali merenungi kejadian palu patah itu. Ia merasa bahwa kejadian itu adalah sebuah firasat atau pertanda akan terjadi sesuatu. Ketika Soeharto kemudian lengser, tepat 70 hari setelah peristiwa "palu patah", Harmoko kemudian meyakini kalau firasat itu memang benar adanya. Patahnya kepala palu itu seolah memberi isyarat patahnya perjalanan kepresidenan Soeharto. Dan nyatanya, Soeharto harus berhenti di tengah jalan.

Lantas apakah dengan gagang palu yang masih di tangan Harmoko menandakan kalau ia sebagai pelaku kunci atau penyebab berhentinya Soeharto di tengah jalan? Tidak dijelaskan memang. Tapi Harmoko dalam buku itu secara gambling memaparkan alasan kenapa ia dan pimpinan DPR harus meminta Soeharto lengser.

atheis
11th December 2010, 07:48 PM
hmm... ini kan berita lama ndan.
yang penting sekarang bagaimana rezim orba tidak terulang lagi diindonesia..

Mionerst
4th January 2011, 04:12 PM
hmm... ini kan berita lama ndan.
yang penting sekarang bagaimana rezim orba tidak terulang lagi diindonesia..
setubuh sama momod :shake: