PDA

View Full Version : [PILKADA] Foke (Fauzi Bowo) di Mata Sopir Angkot


ikansalmon
28th May 2012, 06:10 AM
- Foke (Fauzi Bowo) di Mata Sopir Angkot -



Seorang supir angkutan umum (angkot) jurusan Kampung Melayu � Pasar Senen, namanya Zainal, menceritakan pandangannya tentang Gubernur DKI Fauzi Bowo atau yang sering disebut dengan nama Foke.



Kami kebetulan bertemu akhir pekan kemarin, Sabtu 5 Mei 2012, hampir pukul 24.00 WIB. Kami sama-sama duduk di bangku depan. Pak Zainal menyetir, saya menumpang. Angkot tidak ramai penumpang, karena memang sudah cukup larut waktu itu. Pak Supir pun melaju santai, sembari mencari penumpang, mungkin demikian pikir dia.



Entah karena sepi suasana yang menyebabkan kebosanan atau mungkin memang sudah takdirnya demikian, kami pun berbincang-bincang tanpa arah, pada awalnya. Di tengah jalan, perbincangan mulai menjadi serius. Dengan logat Betawi kental, Pak Zainal pun menyebut-nyebut nama Fauzi Bowo, sang Gubernur berkumis tebal itu.



�Harapan saya, Gubernur DKI selanjutnya masih dipegang pak Foke,� demikian harapan Pak Supir itu.



Pernyataan ini sangat menarik bagi saya. Ada 2 hal yang menarik. Pertama, saya pribadi tidak menyangka ternyata masyarakat DKI Jakarta, khususnya kelas ekonomi bawah cukup memperhatikan juga ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Kedua, rupanya betul yang disebut-sebut oleh hasil riset berbagai lembaga survey bahwa Foke disukai masyarakat bawah DKI.



Saya tanya alasannya kepada Pak Supir itu, �Kenapa begitu Pak?�



�Karena pak Foke mampu mengayomi orang-orang kecil seperti kita pak,� ujar dia.



Menurut pak Supir itu, memang Foke belum berhasil mengatasi kemacetan DKI Jakarta, tetapi dari sisi lain Foke dinilai olehnya cukup berhasil. Keterangan pak Supir ini tentu tidak didasarkan riset melainkan pengalaman semata.



�Buat saya sih gampang aja pak. Foke berhasil mengurangi banjir, UMR juga naik. Dari segi keamanan, Jakarta juga lebih aman kok. Dan yang paling penting buat saya, pak Foke rajin mengunjungi warga, seperti ke kecamatan-kecamatan, kelurahan. Banyak lah yang sudah beliau lakukan. Jarang lho pak ada pemimpin yang mau sowan menemui warganya,� tutur pak Zainal.



Jujur saja, saya agak tertohok mendengarnya. Bagaimana tidak, saat kelas menengah atas meributkan segala kegagalan Fauzi Bowo di Twitter, Facebook, Blog, Koran dan obrolan-obrolan bapak-bapak yang menganggur disela arisan sembari menunggu istri-istrinya bergosip bersama keluarga besar, masyarakat kalangan pak Zainal malah memuji Fauzi Bowo.



Tapi itu kenyataannya.



�Sekarang gini deh, kalau pak Foke bertanya pada calon-calon Gubernur impor itu (mungkin maksudnya Jokowi dan Alex - penulis), gimana caranya ke Gunung Sahari dari Pejompongan. Kasih lah mereka itu peta, saya yakin nggak akan bisa jawab,� tantang pak Supir.



Saya enggan mengorek lebih jauh landasan pak Zainal mengatakan itu. Tapi pandangan beliau ada benarnya juga. Saya coba terjemahkan maksud dia, mungkin begini dia pikir, bagaimana mungkin sosok-sosok yang tidak mengenal DKI Jakarta (mengetahui rute Jakarta saja tidak bisa), bisa mengelola ibukota, apalagi menyelesaikan permasalahan DKI Jakarta.



�Memangnya modal pencitraan saja cukup untuk memimpin Jakarta?� pikir saya.



Saya pikir, itulah permasalahan yang menjadi tantangan bagi para kandidat Gubernur DKI Jakarta sebelum betul-betul menyatakan mampu mengalahkan Foke dan memimpin DKI Jakarta. Berdasarkan hasil survey, Foke menguasai elektabilitas 30% yang didominasi dukungan dari masyarakat kelas bawah.



Coba deh tilik peta persebaran Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi) di DKI Jakarta. Dimana mereka berada, itulah peta kekuatan Foke. Bagi masyarakat kelas menengah atas, aktivitas Forkabi tentu diklasifikasikan sebagai organ premanisme, kejagoan-jagoanan dan sebagainya.



Tapi kenyataannya, bagi rakyat kecil DKI Jakarta, keberadaan Forkabi memberikan rasa keamanan dan kenyamanan. Ketimbang mengadu ke pihak berwajib, masyarakat bawah lebih suka mengadu ke organ-organ macam Forkabi ketika memiliki masalah, karena memang organ-organ inilah yang lebih sigap membantu masyarakat ketimbang pihak kepolisian yang malah meminta sejumlah uang kepada rakyat jika ada aduan atau masalah.



Tulisan ini bukan untuk memberikan dukungan kepada Foke, tetapi lebih ditujukan untuk memberikan sudut pandang yang berbeda dari wacana umum yang beredar di masyarakat kelas menengah DKI Jakarta.



Saat ini, tercatat sekitar 7,044 juta penduduk DKI Jakarta yang berhak memilih. Dengan hitung-hitungan sederhana, jika Foke menguasai 30% elektabilitas boleh kita asumsikan Foke menguasai 2,1 juta pemilih.



Secara demografi, konon jumlah warga kelas bawah DKI diperkirakan sekitar 60% atau sekitar 4,2 juta penduduk, sedangkan sisanya 40% atau sekitar 2,8 juta tergolong penduduk menengah atas. Dengan demikian, untuk mengalahkan Foke, perlu merebut 2,1 juta suara warga kelas bawah atau 2,8 juta warga kelas menengah atas.



Merebut suara 2,1 juta warga kelas bawah yang belum memilih Foke, tentu sangat sulit dilakukan, mengingat pengalaman pak Zainal bahwa warga kelas bawah ternyata lebih menghargai kunjungan-kunjungan Foke ke masyarakat ketimbang mempertimbangkan konsep-konsep yang ditawarkan para kandidat. Sorry to say, sejauh ini tidak satu pun kandidat Gubernur DKI Jakarta yang sowan ke masyarakat bawah. Tidak seperti Foke.



Itulah sebabnya pertarungan para kandidat-kandidat selain Foke hanya berada pada perebutan 2,8 juta suara kelas menengah atas, yang notabene dominan Golput alias tidak menggunakan hak suaranya.



Mari kita hitung, sejauh ini 5 kandidat yang berniat maju ke Pilkada DKI 2012 melawan Foke. Semuanya merupakan perwakilan kelas menengah. Artinya, kue sebesar 2,8 juta suara itu diperebutkan oleh 5 kandidat. Hitung-hitungan sederhana, jika dipukul rata, masing-masing cuma dapat 560 ribu suara per kandidat.



Jika benar demikian, maka hampir dapat dipastikan, Foke bakal menang lagi.



Sebetulnya rumusnya sederhana, dengan kue tersisa cuma sebesar 2,8 juta suara, seharusnya kelas menengah atas hanya mencalonkan 1 kandidat saja guna merebut seluruh kue. Ah, tapi sulit kelihatannya. Bagi saya, kelas menengah atas lebih menyukai menciptakan konflik horizontal antar sesama kelas menengah yang malah kontraproduktif, karena pertarungan di segmen yang sama otomatis membuat potensi potongan kue yang akan diperoleh menjadi jauh lebih sedikit ketimbang bersama-sama bersatu mengusung 1 kandidat saja.



Mimpi kali ye mau menangkan suara di Jakarta kalau cuma modal pencitraan. Kalau memang begini keadaannya, jangan salahkan Foke jika dia menang lagi di Pilkada DKI Jakarta mendatang.



http://politik.kompasiana.com/2012/0...-sopir-angkot/ (http://politik.kompasiana.com/2012/05/07/foke-fauzi-bowo-di-mata-sopir-angkot/)



padahal ane anti foke http://static.kaskus.co.id/images/smilies/sumbangan/8.gifhammer:hammer:

ane ngarepin hidayat nur wahid laah yg menang,..

biar tertib n lurus jakarta,.. :loveindonesia:loveindonesia:loveindonesia




[/spoiler][spoiler=open this] for Penghasilan Tambahan:




Kerja Part time 1-2 jam perhari, penghasilan sampai jutaan rupiah. Hanya ada di bisnis ODAP terbukti membayar dan bukan penipuan (no jebakan betmen), KLIK: http://goo.gl/wZwef









</div>