ps3black
27th May 2012, 11:24 PM
[/quote]
http://s.kaskus.id/images/4130622_20120315034730.jpg
[/spoiler][spoiler=open this] for sahabat sampah:
Rumah mungil itu hanya terdiri dari susunan bata tanpa dilapis semen dan cat, hingga kontras dengan bangunan lain yang ada di sekelilingnya. Di dalam ruangan yang sederhana, nampak rak dengan susunan hasil daur ulang yang menumpuk. Saat saya bertandang, si pemilik, Nursalam (45), sedang melipat surat undangan yang dibuat dari kertas daur ulang yang dicampur dengan pelepah batang pisang yang dihancurkan.
Lipatan surat undangan unik terhampar di meja. Sambil berbincang, saya berkesempatan mengamati serat-serat halus dalam kertas undangan itu. Warna cokelat yang didapat dari pelepah pisang memberikan nuansa alami yang menyejukkan, amat berbeda dengan kertas undangan lainnya, meski tidak kehilangan kesan elegan.
Selain kartu undangan, Nursalam juga memproduksi goodie-bag, kotak pinsil, beraneka kotak ragam ukuran sesuai pesanan, bingkai (frame) foto, dan lainnya. Semuanya dibuat dari sampah yang didaur ulang. Karenanya, Nursalam memasang plang �Kedai Daur Ulang� yang di rumahnya.
�Disebut kedai karena orang bisa datang kesini untuk membicarakan masalah sampah. Kalau biasanya kedai nasi orang datang mencari nasi, sekarang orang datang untuk membicarakan masalah sampah,� kata bapak dua anak ini. Menurut Nursalam, kedainya bukan sekedar berjualan produk, tetapi juga sekaligus meng-edukasi masyarakat sekitar untuk mendaur-ulang sampah.
Dibangunnya kedai daur ulang semata-mata karena kepedulian Nursalam terhadap masalah sampah. �Saya melihat tidak banyak orang yang konsen terhadap masalah sampah,� tandasnya. �Think globally, act locally, berpikir global tetapi kita melakukan sesuatu yang bermanfaat secara lokal, makanya kita buat daur ulang. Memang daur ulang kita ini ada unsur bisnisnya tetapi ngga jadi patokan, semacam kayak pusat informasi pada masyarakat tentang masalah sampah itu sendiri,� imbuh lulusan ABA Jakarta ini.
Pada awalnya usaha ini semata-mata keprihatinan Nursalam, tetapi ia mengaku akhirnya teriring. Sekali mendayung, dua pulau terlampau. �Kalo saya bilang, sambil menyelam, bukan minum air lagi, tapi minum teh botol kali ya,� senyumnya. Itu sebabnya, Nursalam membangun kedai daur ulang tidak berorientasi pada bisnis.
Tak berlebihan jika ia mengatakan demikian, karena ayah dari Feby (12) dan Oby (8), sudah mulai concern terhadap masalah sampah sejak tahun 1982, pada saat ia masih aktif sebagai relawan WALHI.
Tentu saja, tak ada yang melihat sampah sebuah masalah, kala itu. Menurut Nursalam, tahun 1982 lingkungan Jakarta masih lumayan asri, penduduk belum melebihi angka 10 juta. Rawa-rawa masih menjadi pemandangan alami yang menghias lingkungan. Burung masih berkicau riang, dan tetumbuhan masih dapat dijumpai sepanjang jalan. Lingkungan belum terganggu, dan sampah belum jadi masalah.
Namun, pria kelahiran 17 Januari 1963 ini memiliki pandangan akan Jakarta sepuluh tahun ke depan. �Saya yakin bahwa sampah akan menjadi masalah utama di Jakarta, sepuluh tahun ke depan,� tegasnya.
Nursalam memprediksi, ke depannya, Jakarta bermasalah dengan sampah, bahkan bukan dengan banjir yang kerap menyambangi Jakarta di tahun-tahun tertentu. �Ya banjir juga menjadi persoalan, tapi kita lihat setelah banjir, yang tersisa adalah sampah,� kata pehobi olahraga badminton ini.
Bermula dari pikiran itulah ia kemudian meng-konsep upaya daur ulang sampah. �Karena jika tidak ditanggulangi, ini akan menjadi masalah yang berlarut-larut,� ujarnya. Tak sedikit yang mencibir dengan apa yang dikonsepkan Nursalam, termasuk teman-temannya di WALHI.
Meski demikian, ia tak patah arang. Ia memaklumi sikap teman-temannya. Karena saat itu belum terlihat akan adanya masalah lingkungan tertama yang berkaitan dengan sampah.
�Pada saat itu kondisi lingkungan masih bagus. Kali Ciliwung saja airnya masih cokelat, belum hitam kayak sekarang, tapi Jakarta sudah memiliki konsep untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tentunya Jakarta akan menjadi kota tujuan bagi para urban. Nah, dengan kondisi yang seperti itu tentunya sepuluh tahun kedepan sampah akan menjadi masalah, karena pertumbuhan sampah dua kali lipat dibanding pertumbuhan manusia,� beber Nursalam.
Sebatas ide dan konsep itu sudah ada di kepala laki-laki yang mengidolakan Emil Salim ini, namun, realitanya baru dapat ia lakukan 16 tahun kemudian. Pada tahun 1998 barulah ia bisa merealisasikan konsepnya itu dengan membangun kedai daur ulang.
Karena aspek bisnis menjadi nomor dua bagi Nursalam, ia justru merasa senang jika ada yang mengikuti jejaknya berbisnis lewat daur ulang sampah. Meskipun kegiatannya itu kini sudah menjadi sandaran ekonomi keluarga, bahkan saat ini sudah memiliki enam pekerja.
�Tidak ada rasa terancam atau takut tersaingi. Saya malah merasa senang. Bagi saya, mungkin bahasa kerennya, ini berdakwah, walaupun dengan sampah,� ujarnya seraya tertawa.
Ia menjelaskan bahwa semua sampah bisa diolah, akan tetapi, kedai daur ulang miliknya lebih fokus pada sampah sampah kering yang dihasilkan dari perkantoran, seperti kertas. �Sampah kering seperti kertas ini gampang mengolahnya dan dapat dilakukan secara individu, sedangkan sampah-sampah plastik memerlukan teknologi yang lebih canggih dan modal yang lebih besar dalam mendaurulangnya,� tandas suami dari Ida Mufida ini.
Untuk itu, Nursalam lebih memfokuskan diri pada pengolahan sampah kering yang dapat dilakukan perorangan. Selain itu, kedai daur ulang miliknya juga selain menghasilkan produk-produk daur ulang, juga mengedukasi masyarakat sekitar akan manfaat sampah. Bukan hanya masyarakat sekitar, tetapi Nursalam juga menggaungkan pemeliharaan sampahnya sampai ke sekolah-sekolah.
�Karena berangkat dari niatan edukasi, kedai daur ulang juga masuk di sekolah-sekolah mulai tahun kemarin,� katanya. Sejak 2007, Nursalam sudah banyak diundang untuk mengisi pelatihan yang berwawasan lingkungan di berbagai sekolah. Ia masih memiliki obsesi, kegiatan daur ulang sampah menjadi ekstrakulikuler tetap di sekolah. (tr)
sumber (http://itsmeitet.wordpress.com/2008/09/16/nursalam-berdakwah-dengan-sampah/)
[quote]
Pengunjung setia selalu meniggalkan komennya minimal :rate5 atau :melonndan:
</div>
http://s.kaskus.id/images/4130622_20120315034730.jpg
[/spoiler][spoiler=open this] for sahabat sampah:
Rumah mungil itu hanya terdiri dari susunan bata tanpa dilapis semen dan cat, hingga kontras dengan bangunan lain yang ada di sekelilingnya. Di dalam ruangan yang sederhana, nampak rak dengan susunan hasil daur ulang yang menumpuk. Saat saya bertandang, si pemilik, Nursalam (45), sedang melipat surat undangan yang dibuat dari kertas daur ulang yang dicampur dengan pelepah batang pisang yang dihancurkan.
Lipatan surat undangan unik terhampar di meja. Sambil berbincang, saya berkesempatan mengamati serat-serat halus dalam kertas undangan itu. Warna cokelat yang didapat dari pelepah pisang memberikan nuansa alami yang menyejukkan, amat berbeda dengan kertas undangan lainnya, meski tidak kehilangan kesan elegan.
Selain kartu undangan, Nursalam juga memproduksi goodie-bag, kotak pinsil, beraneka kotak ragam ukuran sesuai pesanan, bingkai (frame) foto, dan lainnya. Semuanya dibuat dari sampah yang didaur ulang. Karenanya, Nursalam memasang plang �Kedai Daur Ulang� yang di rumahnya.
�Disebut kedai karena orang bisa datang kesini untuk membicarakan masalah sampah. Kalau biasanya kedai nasi orang datang mencari nasi, sekarang orang datang untuk membicarakan masalah sampah,� kata bapak dua anak ini. Menurut Nursalam, kedainya bukan sekedar berjualan produk, tetapi juga sekaligus meng-edukasi masyarakat sekitar untuk mendaur-ulang sampah.
Dibangunnya kedai daur ulang semata-mata karena kepedulian Nursalam terhadap masalah sampah. �Saya melihat tidak banyak orang yang konsen terhadap masalah sampah,� tandasnya. �Think globally, act locally, berpikir global tetapi kita melakukan sesuatu yang bermanfaat secara lokal, makanya kita buat daur ulang. Memang daur ulang kita ini ada unsur bisnisnya tetapi ngga jadi patokan, semacam kayak pusat informasi pada masyarakat tentang masalah sampah itu sendiri,� imbuh lulusan ABA Jakarta ini.
Pada awalnya usaha ini semata-mata keprihatinan Nursalam, tetapi ia mengaku akhirnya teriring. Sekali mendayung, dua pulau terlampau. �Kalo saya bilang, sambil menyelam, bukan minum air lagi, tapi minum teh botol kali ya,� senyumnya. Itu sebabnya, Nursalam membangun kedai daur ulang tidak berorientasi pada bisnis.
Tak berlebihan jika ia mengatakan demikian, karena ayah dari Feby (12) dan Oby (8), sudah mulai concern terhadap masalah sampah sejak tahun 1982, pada saat ia masih aktif sebagai relawan WALHI.
Tentu saja, tak ada yang melihat sampah sebuah masalah, kala itu. Menurut Nursalam, tahun 1982 lingkungan Jakarta masih lumayan asri, penduduk belum melebihi angka 10 juta. Rawa-rawa masih menjadi pemandangan alami yang menghias lingkungan. Burung masih berkicau riang, dan tetumbuhan masih dapat dijumpai sepanjang jalan. Lingkungan belum terganggu, dan sampah belum jadi masalah.
Namun, pria kelahiran 17 Januari 1963 ini memiliki pandangan akan Jakarta sepuluh tahun ke depan. �Saya yakin bahwa sampah akan menjadi masalah utama di Jakarta, sepuluh tahun ke depan,� tegasnya.
Nursalam memprediksi, ke depannya, Jakarta bermasalah dengan sampah, bahkan bukan dengan banjir yang kerap menyambangi Jakarta di tahun-tahun tertentu. �Ya banjir juga menjadi persoalan, tapi kita lihat setelah banjir, yang tersisa adalah sampah,� kata pehobi olahraga badminton ini.
Bermula dari pikiran itulah ia kemudian meng-konsep upaya daur ulang sampah. �Karena jika tidak ditanggulangi, ini akan menjadi masalah yang berlarut-larut,� ujarnya. Tak sedikit yang mencibir dengan apa yang dikonsepkan Nursalam, termasuk teman-temannya di WALHI.
Meski demikian, ia tak patah arang. Ia memaklumi sikap teman-temannya. Karena saat itu belum terlihat akan adanya masalah lingkungan tertama yang berkaitan dengan sampah.
�Pada saat itu kondisi lingkungan masih bagus. Kali Ciliwung saja airnya masih cokelat, belum hitam kayak sekarang, tapi Jakarta sudah memiliki konsep untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tentunya Jakarta akan menjadi kota tujuan bagi para urban. Nah, dengan kondisi yang seperti itu tentunya sepuluh tahun kedepan sampah akan menjadi masalah, karena pertumbuhan sampah dua kali lipat dibanding pertumbuhan manusia,� beber Nursalam.
Sebatas ide dan konsep itu sudah ada di kepala laki-laki yang mengidolakan Emil Salim ini, namun, realitanya baru dapat ia lakukan 16 tahun kemudian. Pada tahun 1998 barulah ia bisa merealisasikan konsepnya itu dengan membangun kedai daur ulang.
Karena aspek bisnis menjadi nomor dua bagi Nursalam, ia justru merasa senang jika ada yang mengikuti jejaknya berbisnis lewat daur ulang sampah. Meskipun kegiatannya itu kini sudah menjadi sandaran ekonomi keluarga, bahkan saat ini sudah memiliki enam pekerja.
�Tidak ada rasa terancam atau takut tersaingi. Saya malah merasa senang. Bagi saya, mungkin bahasa kerennya, ini berdakwah, walaupun dengan sampah,� ujarnya seraya tertawa.
Ia menjelaskan bahwa semua sampah bisa diolah, akan tetapi, kedai daur ulang miliknya lebih fokus pada sampah sampah kering yang dihasilkan dari perkantoran, seperti kertas. �Sampah kering seperti kertas ini gampang mengolahnya dan dapat dilakukan secara individu, sedangkan sampah-sampah plastik memerlukan teknologi yang lebih canggih dan modal yang lebih besar dalam mendaurulangnya,� tandas suami dari Ida Mufida ini.
Untuk itu, Nursalam lebih memfokuskan diri pada pengolahan sampah kering yang dapat dilakukan perorangan. Selain itu, kedai daur ulang miliknya juga selain menghasilkan produk-produk daur ulang, juga mengedukasi masyarakat sekitar akan manfaat sampah. Bukan hanya masyarakat sekitar, tetapi Nursalam juga menggaungkan pemeliharaan sampahnya sampai ke sekolah-sekolah.
�Karena berangkat dari niatan edukasi, kedai daur ulang juga masuk di sekolah-sekolah mulai tahun kemarin,� katanya. Sejak 2007, Nursalam sudah banyak diundang untuk mengisi pelatihan yang berwawasan lingkungan di berbagai sekolah. Ia masih memiliki obsesi, kegiatan daur ulang sampah menjadi ekstrakulikuler tetap di sekolah. (tr)
sumber (http://itsmeitet.wordpress.com/2008/09/16/nursalam-berdakwah-dengan-sampah/)
[quote]
Pengunjung setia selalu meniggalkan komennya minimal :rate5 atau :melonndan:
</div>