pingpong
27th May 2012, 11:21 PM
[/quote][quote]
Seusai melanda Thailand, hujan lebat mengancam Sumatera. Mengantisipasi gangguan cuaca ini, tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi beroperasi memodifikasi cuaca Sumatera Selatan, khususnya Jakabaring. Tujuannya, agar selama SEA Games ke-26 cuaca di kawasan itu tetap ramah.
Cuaca buruk memang dapat mengganggu, bahkan membuyarkan hajatan penting di luar ruang, termasuk kompetisi olahraga. Inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan meminta Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (UPT-HB BPPT) menerapkan teknik modifikasi cuaca (TMC) di Jakabaring, tempat SEA Games berlangsung.
Permintaan pemprov itu untuk memperkecil peluang hujan lebat di atas kawasan tersebut, terutama saat berlangsungnya kompetisi olahraga tingkat Asia Tenggara. Itu terkait prediksi adanya gangguan cuaca hingga berpeluang hujan lebat di selatan Sumatera. �Bahkan, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) memperkirakan hari Kamis (10/11) dan Jumat (11/11) akan terjadi hujan angin disertai petir dan guruh,� kata Tri Handoko Seto, Koordinator Lapangan dari BPPT untuk Operasi TMC Jakabaring.
Menggunakan empat pesawat dan radar bergerak, tim yang dikerahkan akan mencegah jatuhnya hujan. �Dalam radius 20 kilometer dari lokasi penyelenggaraan SEA Games,� kata Kepala Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan BPPT Samsul Bahri. Mereka melaksanakan TMC pada 25 Oktober hingga 24 November mendatang. �Target utama operasi, mencegah hujan lebat pada dua tanggal itu, 10 dan 11 November,� papar Samsul.
Operasi penerbangan selain bertujuan menjatuhkan hujan di luar kawasan itu, juga untuk menghambat pertumbuhan awan hujan di atas Jakabaring yang menjadi lokasi pesta olahraga tersebut. �Sejak operasi dilaksanakan, tim BPPT beberapa kali menjatuhkan awan hujan yang masuk dari perbatasan Bengkulu,� ujar Seto.
Pada operasi itu digunakan pesawat Casa 212-200 versi rain maker dan dipandu peralatan radar awan tipe C-Band�yang dipasang pada kendaraan�agar akurat mencapai target penyemaian awan.
Pelaksanaan operasi
Pelaksanaan TMC mulai pagi hingga petang hari. Operasi dilaksanakan berdasarkan pantauan stasiun cuaca yang mengukur paramater cuaca, seperti arah dan kecepatan angin, kelembaban, tekanan dan suhu udara, serta pertumbuhan awan yang terpantau radar.
Apabila terpantau pergerakan awan yang berpotensi hujan pada radius yang ditentukan, pesawat akan diterbangkan menuju target tersebut. Ketika sampai di atas awan target, dari perut pesawat akan diluncurkan serbuk garam (NaCl). Karena sifat garam yang higroskopis, uap air dalam awan segera membentuk butiran air hingga jadi hujan.
Sementara itu, untuk menghambat pertumbuhan awan hujan di atas Jakabaring, tim BPPT akan mengerahkan pesawat Piper Cheyenne II yang dilengkapi rangkaian tabung flare pada belakang kedua sirip sayapnya. Tabung berisi serbuk garam magnesium dan kalsium klorida (MgCl2 dan CaCl2) berukuran kurang dari dua mikron. Tabung yang dibakar ini menghasilkan asap selama terbang di dekat awan untuk mencegah pembentukan awan.
Saat ini, selain Sumatera Selatan, tim UPT-BPPT juga melaksanakan TMC di 10 provinsi untuk tujuan berbeda, seperti mencegah jatuhnya hujan lebat di suatu tempat dan sebaliknya, menjatuhkan hujan untuk mengisi waduk, menipiskan kabut asap, serta memadamkan kebakaran lahan dan hutan.
Keberadaan tim BPPT di Sumatera saja selama tahun ini tergolong lama. Sebelumnya, tim tersebut dikerahkan ke Sumatera Barat untuk hujan buatan guna mengisi Danau Singkarak. Pelaksanaan TMC di Singkarak dan Kotopanjang sepanjang Mei-Juni dan September-November, selama 65 hari. Adapun TMC di Jambi dan Riau bertujuan mengatasi kabut asap dan kebakaran hutan, pada Agustus lalu.
Awal pengembangan
Teknik Hujan Buatan yang kini disebut Teknologi Modifikasi Cuaca telah mengalami pengembangan teknik dan aplikasi, sejak dikenalkan di Indonesia tahun 1977. Pengembangannya oleh peneliti UPT-HB BPPT dilakukan pada jenis bahan penyemai awan atau partikel pencemar di atmosfer ataupun sarana pendukungnya. Operasi yang digunakan tak sebatas menyemai partikel menjadi awan hujan, tetapi juga sebaliknya, membuyarkan proses kondensasi hingga tak terbentuk awan.
Selama ini, operasi TMC juga mulai banyak dipilih instansi dan pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai penyimpangan cuaca, mulai dari mencegah curah hujan tinggi yang berpotensi banjir di satu wilayah, mencegah kekeringan, hingga mengatasi pencemaran asap kabut karena pembakaran lahan.
Pada beberapa tahun terakhir, TMC menjadi kegiatan rutin tahunan UPT-HB BPPT. Salah satu peran penting TMC adalah mengatasi kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan pencemaran asap, terutama di Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan pada era tahun 1990-an hingga tahun 2004.
Penguasaan TMC oleh peneliti BPPT, dimulai dari belajar pada Thailand yang lebih dulu menguasai teknik itu. Thailand mendapat ilmu itu pada tahun 1968 dari Amerika Serikat yang menyiapkan penyerbuan di Vietnam pada awal dasawarsa 1970-an. TMC untuk mendukung penerjunan tentara guna mencegah hujan yang bisa berlangsung berhari-hari di Vietnam.
Penyemaian awan
Sementara itu, teknologi penyemaian awan mengalami beberapa perkembangan di Indonesia. Pada awalnya, bahan yang digunakan adalah urea yang bersifat higroskopis atau menyerap uap air.
Namun, penggunaan bahan tersebut ditolak para petani. Pasalnya, dalam jumlah relatif besar ketika jatuh bersama hujan menyebabkan dedaunan menjadi berwarna kuning.
Penggunaan flare berupa tabung karton berisi garam padat yang dipasang pada bagian belakang sayap pesawat terbang, dikenalkan di Indonesia pada operasi hujan buatan untuk mengisi waduk di Soroako, 1996.
Pada perkembangannya, BPPT berhasil membuat sendiri tabung flare berisi bahan bakar magnesium dan sumber oksigen berasal dari kalium perklorat (KClO4). Sementara, bahan semainya adalah garam atau kalsium klorida.
�Penggunaan flare punya kelebihan, seperti mudah dan cepat pengoperasiannya, dan tidak melibatkan banyak orang dalam penyemaiannya,� ujar Samsul.
TMC di dunia
Pascaperang, AS mengembangkan TMC untuk tujuan damai, antara lain melumpuhkan badai yang kerap muncul akibat pemanasan global atau meredam pencemaran gas karbon.
Teknologi merekayasa cuaca itu dilakukan pertama kali oleh Tesla (berkebangsaan Serbia) yang berimigrasi ke AS pada tahun 1890. Ia mengembangkan teknik mengarahkan gelombang magnetik ke udara untuk memengaruhi cuaca. Temuan itu dipatenkannya tahun 1905.
Di Asia Timur, Rusia tergolong maju dalam pengembangan TMC. Salah satu ahlinya adalah Prof Dr Michail Arsenovich Ananyan yang mengenalkan alat generator dan penembak ion ozon dari darat ke udara. Lewat penembakan ion hingga ketinggian 3 kilometerm (km), dapat terbentuk butiran air. Uji coba di Rusia, alat ini dapat menghasilkan hujan dalam radius 10 km.
SEA Games ke-26 menjadi pembuktian keandalan TMC. Mari kita tunggu hasilnya.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2011....di.Jakabaring (http://regional.kompas.com/read/2011/11/10/03350114/Mencegah.Hujan.di.Jakabaring)
NOTE : pawang beraksi juga ga ya ? hheheh :P,denger2 make 7 pawang tuh
</div>
Seusai melanda Thailand, hujan lebat mengancam Sumatera. Mengantisipasi gangguan cuaca ini, tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi beroperasi memodifikasi cuaca Sumatera Selatan, khususnya Jakabaring. Tujuannya, agar selama SEA Games ke-26 cuaca di kawasan itu tetap ramah.
Cuaca buruk memang dapat mengganggu, bahkan membuyarkan hajatan penting di luar ruang, termasuk kompetisi olahraga. Inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan meminta Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (UPT-HB BPPT) menerapkan teknik modifikasi cuaca (TMC) di Jakabaring, tempat SEA Games berlangsung.
Permintaan pemprov itu untuk memperkecil peluang hujan lebat di atas kawasan tersebut, terutama saat berlangsungnya kompetisi olahraga tingkat Asia Tenggara. Itu terkait prediksi adanya gangguan cuaca hingga berpeluang hujan lebat di selatan Sumatera. �Bahkan, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) memperkirakan hari Kamis (10/11) dan Jumat (11/11) akan terjadi hujan angin disertai petir dan guruh,� kata Tri Handoko Seto, Koordinator Lapangan dari BPPT untuk Operasi TMC Jakabaring.
Menggunakan empat pesawat dan radar bergerak, tim yang dikerahkan akan mencegah jatuhnya hujan. �Dalam radius 20 kilometer dari lokasi penyelenggaraan SEA Games,� kata Kepala Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan BPPT Samsul Bahri. Mereka melaksanakan TMC pada 25 Oktober hingga 24 November mendatang. �Target utama operasi, mencegah hujan lebat pada dua tanggal itu, 10 dan 11 November,� papar Samsul.
Operasi penerbangan selain bertujuan menjatuhkan hujan di luar kawasan itu, juga untuk menghambat pertumbuhan awan hujan di atas Jakabaring yang menjadi lokasi pesta olahraga tersebut. �Sejak operasi dilaksanakan, tim BPPT beberapa kali menjatuhkan awan hujan yang masuk dari perbatasan Bengkulu,� ujar Seto.
Pada operasi itu digunakan pesawat Casa 212-200 versi rain maker dan dipandu peralatan radar awan tipe C-Band�yang dipasang pada kendaraan�agar akurat mencapai target penyemaian awan.
Pelaksanaan operasi
Pelaksanaan TMC mulai pagi hingga petang hari. Operasi dilaksanakan berdasarkan pantauan stasiun cuaca yang mengukur paramater cuaca, seperti arah dan kecepatan angin, kelembaban, tekanan dan suhu udara, serta pertumbuhan awan yang terpantau radar.
Apabila terpantau pergerakan awan yang berpotensi hujan pada radius yang ditentukan, pesawat akan diterbangkan menuju target tersebut. Ketika sampai di atas awan target, dari perut pesawat akan diluncurkan serbuk garam (NaCl). Karena sifat garam yang higroskopis, uap air dalam awan segera membentuk butiran air hingga jadi hujan.
Sementara itu, untuk menghambat pertumbuhan awan hujan di atas Jakabaring, tim BPPT akan mengerahkan pesawat Piper Cheyenne II yang dilengkapi rangkaian tabung flare pada belakang kedua sirip sayapnya. Tabung berisi serbuk garam magnesium dan kalsium klorida (MgCl2 dan CaCl2) berukuran kurang dari dua mikron. Tabung yang dibakar ini menghasilkan asap selama terbang di dekat awan untuk mencegah pembentukan awan.
Saat ini, selain Sumatera Selatan, tim UPT-BPPT juga melaksanakan TMC di 10 provinsi untuk tujuan berbeda, seperti mencegah jatuhnya hujan lebat di suatu tempat dan sebaliknya, menjatuhkan hujan untuk mengisi waduk, menipiskan kabut asap, serta memadamkan kebakaran lahan dan hutan.
Keberadaan tim BPPT di Sumatera saja selama tahun ini tergolong lama. Sebelumnya, tim tersebut dikerahkan ke Sumatera Barat untuk hujan buatan guna mengisi Danau Singkarak. Pelaksanaan TMC di Singkarak dan Kotopanjang sepanjang Mei-Juni dan September-November, selama 65 hari. Adapun TMC di Jambi dan Riau bertujuan mengatasi kabut asap dan kebakaran hutan, pada Agustus lalu.
Awal pengembangan
Teknik Hujan Buatan yang kini disebut Teknologi Modifikasi Cuaca telah mengalami pengembangan teknik dan aplikasi, sejak dikenalkan di Indonesia tahun 1977. Pengembangannya oleh peneliti UPT-HB BPPT dilakukan pada jenis bahan penyemai awan atau partikel pencemar di atmosfer ataupun sarana pendukungnya. Operasi yang digunakan tak sebatas menyemai partikel menjadi awan hujan, tetapi juga sebaliknya, membuyarkan proses kondensasi hingga tak terbentuk awan.
Selama ini, operasi TMC juga mulai banyak dipilih instansi dan pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai penyimpangan cuaca, mulai dari mencegah curah hujan tinggi yang berpotensi banjir di satu wilayah, mencegah kekeringan, hingga mengatasi pencemaran asap kabut karena pembakaran lahan.
Pada beberapa tahun terakhir, TMC menjadi kegiatan rutin tahunan UPT-HB BPPT. Salah satu peran penting TMC adalah mengatasi kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan pencemaran asap, terutama di Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan pada era tahun 1990-an hingga tahun 2004.
Penguasaan TMC oleh peneliti BPPT, dimulai dari belajar pada Thailand yang lebih dulu menguasai teknik itu. Thailand mendapat ilmu itu pada tahun 1968 dari Amerika Serikat yang menyiapkan penyerbuan di Vietnam pada awal dasawarsa 1970-an. TMC untuk mendukung penerjunan tentara guna mencegah hujan yang bisa berlangsung berhari-hari di Vietnam.
Penyemaian awan
Sementara itu, teknologi penyemaian awan mengalami beberapa perkembangan di Indonesia. Pada awalnya, bahan yang digunakan adalah urea yang bersifat higroskopis atau menyerap uap air.
Namun, penggunaan bahan tersebut ditolak para petani. Pasalnya, dalam jumlah relatif besar ketika jatuh bersama hujan menyebabkan dedaunan menjadi berwarna kuning.
Penggunaan flare berupa tabung karton berisi garam padat yang dipasang pada bagian belakang sayap pesawat terbang, dikenalkan di Indonesia pada operasi hujan buatan untuk mengisi waduk di Soroako, 1996.
Pada perkembangannya, BPPT berhasil membuat sendiri tabung flare berisi bahan bakar magnesium dan sumber oksigen berasal dari kalium perklorat (KClO4). Sementara, bahan semainya adalah garam atau kalsium klorida.
�Penggunaan flare punya kelebihan, seperti mudah dan cepat pengoperasiannya, dan tidak melibatkan banyak orang dalam penyemaiannya,� ujar Samsul.
TMC di dunia
Pascaperang, AS mengembangkan TMC untuk tujuan damai, antara lain melumpuhkan badai yang kerap muncul akibat pemanasan global atau meredam pencemaran gas karbon.
Teknologi merekayasa cuaca itu dilakukan pertama kali oleh Tesla (berkebangsaan Serbia) yang berimigrasi ke AS pada tahun 1890. Ia mengembangkan teknik mengarahkan gelombang magnetik ke udara untuk memengaruhi cuaca. Temuan itu dipatenkannya tahun 1905.
Di Asia Timur, Rusia tergolong maju dalam pengembangan TMC. Salah satu ahlinya adalah Prof Dr Michail Arsenovich Ananyan yang mengenalkan alat generator dan penembak ion ozon dari darat ke udara. Lewat penembakan ion hingga ketinggian 3 kilometerm (km), dapat terbentuk butiran air. Uji coba di Rusia, alat ini dapat menghasilkan hujan dalam radius 10 km.
SEA Games ke-26 menjadi pembuktian keandalan TMC. Mari kita tunggu hasilnya.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2011....di.Jakabaring (http://regional.kompas.com/read/2011/11/10/03350114/Mencegah.Hujan.di.Jakabaring)
NOTE : pawang beraksi juga ga ya ? hheheh :P,denger2 make 7 pawang tuh
</div>