rumahmenteng
27th May 2012, 10:57 PM
Bantu sundul http://static.kaskus.co.id/images/smilies/sundulgans.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/sundulgans.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/sundulgans.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/sundulgans.gif & rate ya gan...
[/quote][quote]
Semua orang yang berkecimpung di industri media cetak di negeri ini, sangat paham tentang �rivalitas� klasik antara Kompas vs Jawa Pos. Dalam banyak kesempatan bergaul dengan para pemimpin kedua penerbitan koran itu, saya menjumpai berbagai momen yang mempertontonkan aroma �persaingan� itu. Memang hawa kompetisi di level pucuk manajemen tidak �sepanas� di level operator. Tapi, saya tetap merasakan aura kompetisi itu selalu menyelimuti setiap perjumpaan bersama pucuk pimpinan kedua koran papan atas ini.
Kompas, selama ini dianggap sebagai representasi dari koran nasional yang sukses. Nyaris semua wilayah �pulau, propinsi, dan sebagian besar kota/kabupaten� tersentuh oleh Kompas. Dengan oplah yang berkisar 500-an ribu eksemplar (data Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Juni 2009), Kompas memang menguatkan eksistensinya sebagai koran nasional.
Adapun Jawa Pos, adalah potret sukses koran daerah atau regional. Dengan tiras berkisar 300-an ribu eksemplar (data SPS Pusat, Juni 2009), Jawa Pos merambah Jawa Timur dan sekitarnya. Jawa Pos pula yang mengawali gelombang ekspansi koran-koran lokal di seluruh Indonesia melalui koran divisi 1 (terbit di ibukota propinsi), maupun koran divisi 2 (di kota atau kabupaten dalam satu propinsi). Ini semua dibangun Jawa Pos sejak akhir dekade 80-an, yang membuat Jawa Pos grup kini memiliki lebih dari 100 koran.
Lambat laun, ekspansi ke daerah-daerah juga dilakukan Kompas. Awalnya, Kompas memang telah memiliki koran-koran daerah di bawah naungan Indopersda Primamedia, anak usaha Kelompok Kompas Gramedia. Tapi ekspansi tersebut tidak berkembang secara masif. Baru dalam kurun lima tahun terakhir, Kompas bergerak lebih cepat: menerbitkan koran-koran baru dengan label induk �Tribun�.
Catatan saya menunjukkan, saat ini �Tribun� sudah menjejak di Batam, Pekanbaru, Lampung, Pontianak, Makassar (Tribun Timur), Balikpapan (Tribun Kaltim), Manado, dan Jawa Barat (Tribun Bandung). Sebelum melahirkan �Tribun�, Kompas sudah memiliki Serambi Indonesia (Banda Aceh), Bangka Pos (Bangka-Belitung), Banjarmasin Post (Kalimantan Selatan), Sriwijaya Pos (Sumatera Selatan), dan Pos Kupang (Kupang).
Ekspansi Kompas dalam menerbitkan koran lokal terus berlangsung. Saya pun mendengar kabar jika Kompas sudah menyiapkan diri untuk menerbitkan �Tribun� di seluruh ibukota propinsi tersisa. Antara lain di Jambi, Padang, Palangkaraya, Gorontalo, Denpasar, dan seterusnya. Pendek kata, legiun �Tribun� akan menjadi wakil Kompas di daerah untuk berkompetisi dengan koran-koran divisi 1 Jawa Pos.
Di tengah persaingan klasik kedua koran itu, terdapat sejumlah koran papan atas yang menurut saya semestinya menjadi �penyeimbang�. Mereka adalah Waspada dan Analisa (Medan), Pikiran Rakyat (Bandung), Suara Merdeka (Semarang), Kedaulatan Rakyat (Jogjakarta), dan Bali Post (Bali). Tanpa keberadaan koran-koran legendaris �umumnya koran-koran ini sudah berusia lebih dari 40 tahun� itu praktis industri koran tidak menarik, karena cuma mempertontonkan perseteruan abadi Kompas vs Jawa Pos.
Kini, baik Kompas maupun Jawa Pos adalah pemimpin pasar di segmen masing-masing. Anak-anak perusahaan mereka, saat ini juga tengah �mewarisi� hawa kompetisi itu di berbagai propinsi. Lucunya, setiap saya berdiskusi dengan teman-teman Jawa Pos di daerah, mereka suka mengeluhkan ekspansi Kompas yang kian agresif di daerah itu. Salah satunya akibat strategi harga promosi Rp 1.000/eks yang dipraktekkan koran-koran baru �Tribun� saat awal muncul di pasar. Seperti �yang saya lihat sendiri� berlangsung di Pekanbaru dan Pontianak (2008) dan di Manado (2009). Ada rasa gerah yang timbul dari legiun Jawa Pos di daerah mendapati kenyataan ini.
Sebaliknya, teman-teman Kompas di daerah , juga tak lupa �curhat� tentang kiprah pasukan divisi 1 Jawa Pos setiap kali saya berjumpa mereka.
Ekspansi Kompas ke daerah dalam skala masif ini memang agak terlambat. Di masa sebelum dipimpin oleh Agung Adiprasetyo (CEO KKG sekarang), Kompas mengerem pertumbuhan koran lokal barunya. Sementara saat itu, Jawa Pos justru �ngebut� menerbitkan koran lokal di mana-mana. Apa sesungguhnya latar belakang Kompas mengambil kebijakan ini?
Walaupun masih bersifat menerka-nerka, saya yakin betul langkah Kompas yang agresif itu dipicu oleh tren pertumbuhan ekonomi lokal yang terus menguat. Pasar lokal, termasuk untuk koran, dianggap lebih berkembang dibanding pasar koran nasional. Tiras koran nasional memang semakin sulit bergerak naik, meski masih saja ada investor mau menerbitkan koran baru di Jakarta. Namun kue iklan koran, termasuk koran lokal, justru kian bertumbuh.
Karenanya, pasar koran di daerah diyakini masih menjanjikan. Paling tidak ini keyakinan Kompas dan Jawa Pos. Kalau tidak yakin, tentu mereka akan berpikir ulang untuk meneruskan langkah ekspansi yang sampai kini belum ada tanda berhenti itu.
Kelak jika Kompas sudah benar-benar menyebarkan pasukan �Tribun� di semua propinsi, kita akan saksikan persaingan yang mendekati �sempurna�. Pada situasi seperti itulah, koran-koran �kelompok penyeimbang� akan sangat vital perannya untuk mengurangi kebosanan publik terhadap kompetisi Kompas vs Jawa Pos.
Sebagai pemimpin pasar sekaligus lokomotif industri media cetak, Kompas dan Jawa Pos akan menjadi panutan penerbit koran lain. Adalah sangat bijaksana, bila mereka berdua menjaga suasana industri koran untuk tetap kondusif. Setiap gerak keduanya, pasti akan menjadi sorotan publik. Kedua kelompok usaha koran ini harus menunjukkan kepada publik industri maupun masyarakat di republik ini, bahwa koran merupakan ruang publik yang masih memelihara nilai-nilai idealisme dan independensi, serta patuh terhadap seluruh nilai-nilai etika bisnis. Semoga�!!! ***
Sumber (http://asmonowikan.wordpress.com/2009/11/04/kompas-vs-jawa-pos/)
Klo ane prefer baca yg jawapos gan, soalnya ane anggap jawapos lebih memahami anak muda, klo kompas lebih buat para orang tua & orang yg serius...
maaf klo repost. Jangan lupa di rate gan...
:rate5:rate5:rate5:rate5:rate5
bagi yg sudah iso mau donk yang seger-seger
http://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gif
</div>
[/quote][quote]
Semua orang yang berkecimpung di industri media cetak di negeri ini, sangat paham tentang �rivalitas� klasik antara Kompas vs Jawa Pos. Dalam banyak kesempatan bergaul dengan para pemimpin kedua penerbitan koran itu, saya menjumpai berbagai momen yang mempertontonkan aroma �persaingan� itu. Memang hawa kompetisi di level pucuk manajemen tidak �sepanas� di level operator. Tapi, saya tetap merasakan aura kompetisi itu selalu menyelimuti setiap perjumpaan bersama pucuk pimpinan kedua koran papan atas ini.
Kompas, selama ini dianggap sebagai representasi dari koran nasional yang sukses. Nyaris semua wilayah �pulau, propinsi, dan sebagian besar kota/kabupaten� tersentuh oleh Kompas. Dengan oplah yang berkisar 500-an ribu eksemplar (data Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Juni 2009), Kompas memang menguatkan eksistensinya sebagai koran nasional.
Adapun Jawa Pos, adalah potret sukses koran daerah atau regional. Dengan tiras berkisar 300-an ribu eksemplar (data SPS Pusat, Juni 2009), Jawa Pos merambah Jawa Timur dan sekitarnya. Jawa Pos pula yang mengawali gelombang ekspansi koran-koran lokal di seluruh Indonesia melalui koran divisi 1 (terbit di ibukota propinsi), maupun koran divisi 2 (di kota atau kabupaten dalam satu propinsi). Ini semua dibangun Jawa Pos sejak akhir dekade 80-an, yang membuat Jawa Pos grup kini memiliki lebih dari 100 koran.
Lambat laun, ekspansi ke daerah-daerah juga dilakukan Kompas. Awalnya, Kompas memang telah memiliki koran-koran daerah di bawah naungan Indopersda Primamedia, anak usaha Kelompok Kompas Gramedia. Tapi ekspansi tersebut tidak berkembang secara masif. Baru dalam kurun lima tahun terakhir, Kompas bergerak lebih cepat: menerbitkan koran-koran baru dengan label induk �Tribun�.
Catatan saya menunjukkan, saat ini �Tribun� sudah menjejak di Batam, Pekanbaru, Lampung, Pontianak, Makassar (Tribun Timur), Balikpapan (Tribun Kaltim), Manado, dan Jawa Barat (Tribun Bandung). Sebelum melahirkan �Tribun�, Kompas sudah memiliki Serambi Indonesia (Banda Aceh), Bangka Pos (Bangka-Belitung), Banjarmasin Post (Kalimantan Selatan), Sriwijaya Pos (Sumatera Selatan), dan Pos Kupang (Kupang).
Ekspansi Kompas dalam menerbitkan koran lokal terus berlangsung. Saya pun mendengar kabar jika Kompas sudah menyiapkan diri untuk menerbitkan �Tribun� di seluruh ibukota propinsi tersisa. Antara lain di Jambi, Padang, Palangkaraya, Gorontalo, Denpasar, dan seterusnya. Pendek kata, legiun �Tribun� akan menjadi wakil Kompas di daerah untuk berkompetisi dengan koran-koran divisi 1 Jawa Pos.
Di tengah persaingan klasik kedua koran itu, terdapat sejumlah koran papan atas yang menurut saya semestinya menjadi �penyeimbang�. Mereka adalah Waspada dan Analisa (Medan), Pikiran Rakyat (Bandung), Suara Merdeka (Semarang), Kedaulatan Rakyat (Jogjakarta), dan Bali Post (Bali). Tanpa keberadaan koran-koran legendaris �umumnya koran-koran ini sudah berusia lebih dari 40 tahun� itu praktis industri koran tidak menarik, karena cuma mempertontonkan perseteruan abadi Kompas vs Jawa Pos.
Kini, baik Kompas maupun Jawa Pos adalah pemimpin pasar di segmen masing-masing. Anak-anak perusahaan mereka, saat ini juga tengah �mewarisi� hawa kompetisi itu di berbagai propinsi. Lucunya, setiap saya berdiskusi dengan teman-teman Jawa Pos di daerah, mereka suka mengeluhkan ekspansi Kompas yang kian agresif di daerah itu. Salah satunya akibat strategi harga promosi Rp 1.000/eks yang dipraktekkan koran-koran baru �Tribun� saat awal muncul di pasar. Seperti �yang saya lihat sendiri� berlangsung di Pekanbaru dan Pontianak (2008) dan di Manado (2009). Ada rasa gerah yang timbul dari legiun Jawa Pos di daerah mendapati kenyataan ini.
Sebaliknya, teman-teman Kompas di daerah , juga tak lupa �curhat� tentang kiprah pasukan divisi 1 Jawa Pos setiap kali saya berjumpa mereka.
Ekspansi Kompas ke daerah dalam skala masif ini memang agak terlambat. Di masa sebelum dipimpin oleh Agung Adiprasetyo (CEO KKG sekarang), Kompas mengerem pertumbuhan koran lokal barunya. Sementara saat itu, Jawa Pos justru �ngebut� menerbitkan koran lokal di mana-mana. Apa sesungguhnya latar belakang Kompas mengambil kebijakan ini?
Walaupun masih bersifat menerka-nerka, saya yakin betul langkah Kompas yang agresif itu dipicu oleh tren pertumbuhan ekonomi lokal yang terus menguat. Pasar lokal, termasuk untuk koran, dianggap lebih berkembang dibanding pasar koran nasional. Tiras koran nasional memang semakin sulit bergerak naik, meski masih saja ada investor mau menerbitkan koran baru di Jakarta. Namun kue iklan koran, termasuk koran lokal, justru kian bertumbuh.
Karenanya, pasar koran di daerah diyakini masih menjanjikan. Paling tidak ini keyakinan Kompas dan Jawa Pos. Kalau tidak yakin, tentu mereka akan berpikir ulang untuk meneruskan langkah ekspansi yang sampai kini belum ada tanda berhenti itu.
Kelak jika Kompas sudah benar-benar menyebarkan pasukan �Tribun� di semua propinsi, kita akan saksikan persaingan yang mendekati �sempurna�. Pada situasi seperti itulah, koran-koran �kelompok penyeimbang� akan sangat vital perannya untuk mengurangi kebosanan publik terhadap kompetisi Kompas vs Jawa Pos.
Sebagai pemimpin pasar sekaligus lokomotif industri media cetak, Kompas dan Jawa Pos akan menjadi panutan penerbit koran lain. Adalah sangat bijaksana, bila mereka berdua menjaga suasana industri koran untuk tetap kondusif. Setiap gerak keduanya, pasti akan menjadi sorotan publik. Kedua kelompok usaha koran ini harus menunjukkan kepada publik industri maupun masyarakat di republik ini, bahwa koran merupakan ruang publik yang masih memelihara nilai-nilai idealisme dan independensi, serta patuh terhadap seluruh nilai-nilai etika bisnis. Semoga�!!! ***
Sumber (http://asmonowikan.wordpress.com/2009/11/04/kompas-vs-jawa-pos/)
Klo ane prefer baca yg jawapos gan, soalnya ane anggap jawapos lebih memahami anak muda, klo kompas lebih buat para orang tua & orang yg serius...
maaf klo repost. Jangan lupa di rate gan...
:rate5:rate5:rate5:rate5:rate5
bagi yg sudah iso mau donk yang seger-seger
http://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/melons.gif
</div>