Log in

View Full Version : Cerita Mesum Cowo Korea yg Jadian ama Model IGO (Kintara Rahardjo aka Hoang Kintara)


ps3black
27th May 2012, 07:30 PM
[/spoiler] for Kintara Rahardjo 1:




http://cdn-u.kaskus.co.id/72/x0tspoz1.jpg










for Kintara Rahardjo 2:




http://cdn-u.kaskus.co.id/72/jyt1izqu.jpg










for Kintara Rahardjo 3:




http://cdn-u.kaskus.co.id/72/7j5bsbjo.jpg









Klo image nya di block, langsung simak disini gan: http://www.flickr.com/photos/hoangkintara/










[spoiler=open this] for Cerita Lengkapnya Kintara diterbitkan disini:




http://www.volpen.com/read/446/our_s...#rt=submission (http://www.volpen.com/read/446/our_same_word?#rt=submission)















Kim Jae-Won hanya bisa menatap cemas sementara sahabatnya terdiam seakan otak kecilnya yang tertimbun dibawah tumpukan rambut hitam itu sudah menguap. Lima menit sebelumnya Lee Jun-Hae dengan seenaknya datang ke restoran milik Jae-Won tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Lima menit berikutnya orang yang sama sudah menyesap teh jahe miliknya seraya Ia bermain dengan ujung kardigan yang sedang dipakainya. Kardigan. Kadang Jae-Won �pun bingung dengan selera berpakaian lelaki itu.



Tidak ada yang Ia lakukan. Mulutnya membeku membentuk garis lurus mengerikan yang sudah sangat dikenal Jae-Won. Ada sesuatu yang salah dan Jun-Hae tidak mau membicarakannya. Sesungguhnya Jae-Won ingin sekali meminumkan satu teko teh jahe kepada lelaki itu agar Ia cepat sadar. Apa gunanya Ia jauh-jauh datang dari kantor agensinya ke restoran milik Jae-Won hanya untuk duduk diam menunjukkan wajah menyeramkan ketika Ia sendiri menolak untuk bicara. Anak bodoh.



�Hey Lee Jun-Hae.� Gumam Jae-Won dari balik cangkir kopinya. �Apa yang terjadi di London sampai-sampai kau pulang kesini dengan wajah menyedihkan seperti itu?�



Jun-Hae terdiam selama beberapa detik. Matanya berkeliling menyapu ruang makan tempat Ia berada milik sahabat kecilnya. Dengan pelan Ia mendesah dan menurunkan cangkir tehnya. �Tidak ada,� jawabnya singkat.



�Sudahlah. Aku senewen.� Tukas Jae-Won keras-keras sambil setengah membanting cangkir kopinya. �Kau sudah menakuti pelangganku dengan memasang wajah itu. Antara kau cepat pergi dari sini atau ceritakan semuanya padaku sebelum aku menyeretmu keluar dari sini dengan tanganku sendiri. Pilih salah satu.�



�Hah.� Gumam Jun-Hae setengah mendelik. �Enam bulan tidak bertemu, apakah ini yang kau lakukan pada sahabat kesayanganmu ini ketika Ia datang bertamu ke restoranmu?�



�Bertamu apanya? Kau datang seenaknya tanpa konfirmasi apapun. ManusIa normal akan paling tidak memberitahu lewat ponsel atau apalah.� Jawab Jae-Won cepat. Masalah mesin kopi yang rusak tadi pagi sudah mulai merasuk ke kehidupan sosialnya. Ia jadi pemarah begini. Mesin kopi terkutuk.



Jun-Hae mendengus pelan dan kemudian melanjutkan kegiatannya menyesap teh jahe miliknya. Ia memang paling suka teh jahe restoran sahabatnya itu. Sesungguhnya Ia ingin memberitahu hal yang mengganggu pikirannya itu pada Jae-Won tapi saat ini otaknya benar-benar sudah berhenti bekerja.



Dengan kesal Jae-Won melempar bunga plastik dari dalam vas yang ada di atas meja. Apa gunanya dIa kesini jika dIa tidak mau mengatakan apapun?



�Hei!� Sergah Jun-Hae kesal. Dengan cepat Ia mengambil bunga plastik itu dan melemparkannya kembali kearah sahabatnya. �Aku sedang banyak pikiran,� tambahnya. �Tidak tahu apa yang harus kulakukan.�



Jae-Won berdecak keras, �Setelah datang kesini dengan wajah memelas seperti itu dan mencuri waktu berhargaku, apakah hanya itu yang mau kau katakan?�



�Iya.� Gumam Jun-Hae dengan mantap membuat sahabatnya kembali mendelik kesal. Terserah apa yang mau Ia katakan, Jun-Hae sendiri tidak mengerti bagaimana Ia bisa menceritakan apa yang terjadi di London pada sahabatnya yang berpikiran sempit itu. Sejauh yang Ia tahu, dunIa Jae-Won hanya terdiri dari restorannya dan kopi. Pacaran �pun tidak pernah, bagaimana bisa mendengarkan ceritanya dengan baik?



Jae-Won menarik nafas pelan. �Apa kau mau membunuhku lebih cepat?�



�Seorang Jae-Won yang dapat hidup dari secangkir kopi dan tidur di atas kompor karena terlalu mabuk? Tidak dibunuhpun kematianmu sudah melambai-lambai.�



�Sudahlah Jun-Hae. Aku terlalu senewen sampai-sampai bisa melemparmu dengan toples madu saat ini. Lebih baik aku pergi sekarang. Nikmatilah waktumu disini. Sendirian. Oh tidak, berdua dengan Han-Ryul.� Han-Ryul adalah pelayan restoran Jae-Won yang sempat diragukan kelaki-lakiannya. Meskipun Ia sudah dengan tegas mengatakan kalau Ia hanya suka wanita, Jun-Hae masih sedikit takut berada dekat-dekat Han-Ryul.



�Jahatnya. Paling tidak temani aku sampai tehku habis.� Gumam Jun-Hae sambil kembali menyesap cangkirnya. �Teh jahemu ini memang yang terbaik.�



�Kalau kau takut diapa-apakan oleh Han-Ryul lebih baik kau mulai berbicara sekarang. Sebelum Ia kusuruh kesini dan menceritakan acara belanjanya yang paling baru. Kudengar Ia membeli celana dalam baru.�



Sekarang giliran Jun-Hae yang mendelik pada sahabatnya. Lagipula kenapa Ia bisa tahu kalau pegawainya satu itu membeli celana dalam baru? Ah sudahlah, Jun-Hae tidak mau tahu. �Baiklah.�



Jae-Won mengangkat sebelah alisnya, �Baiklah apa?�



�Baiklah akan kuceritakan,� ucap Jun-Hae pelan sambil meletakkan cangkirnya. �Oh iya, aku bawa sesuatu untukmu. Kubeli dari sebuah toko di pulau Jeju.� Lanjutnya sambil merogoh kedalam saku jaketnya. Dengan santai Ia mengeluarkan gantungan kunci berbentuk bola kaki dan memberikannya pada Jae-Won.



�Kupikir kau baru dari London? Kenapa bisa pergi ke Jeju?� Tanya sahabatnya itu sambil memainkan gantungan kunci yang baru diterimanya. Tidak buruk juga.



�Tidak. Cuma ingin saja. Aku langsung ke Jeju setelah mendarat.�



�Sendirian?�



Jun-Hae tersenyum miris, �Ya. Sendirian.�



Jae-Won mendesah keras-keras sambil menyandarkan tubuhnya di tempat duduknya. Lelaki dihadapannya ini bisa memiliki semua wanita yang ada di dunIa ini dan Ia lebih memilih pergi sendirian ke pulau yang penuh tempat rekreasi itu. Tuhan harusnya tahu untuk tidak membuat orang-orang seperti ini mempunyai wajah tampan.



Apakah Ia benar-benar baru saja berpikir Jun-Hae berwajah tampan? Mesin kopi terkutuk.



�Temanku. Kau punya ribuan penggemar dan kau bisa-bisanya pergi sendirian ke Jeju. Kemana manager kesayanganmu itu?� Biasanya Seok-Hyun, manager Jun-Hae yang sudah berumur empat puluh tahun akan mengekor anak itu kemanapun Ia pergi. Setidaknya dalam hal pekerjaan. Mungkinkah Seok-Hyun akhirnya sadar dan melepaskan lelaki itu sendiri. Atau mungkin Ia sudah tidak sanggup mengurusi tingkah Jun-Hae yang aneh-aneh itu? Bukan tidak mungkin.



�Hyung sedang sibuk mengurus pemutaran Simplicity.� Jawab Jun-Hae singkat. Ia tidak sedang berbohong. Managernya itu memang sedang sibuk mengurus segala sesuatunya tentang film terbarunya itu di London. Walaupun Ia juga sedang menjatuhkan ultimatum kepada Jun-Hae karena apa yang sedang mengganggu pikirannya saat ini.



Jae-Won mengangkat sebelah alisnya tinggi-tinggi, �Film barumu itu? Yang dibuat di London?� Sahabatnya itu mengangguk pelan. �Akhirnya temanku yang satu ini bisa juga menjadi aktor yang diakui dunia,� ujarnya penuh kebanggaan sementara Jun-Hae meringis dihadapannya.



�Aku kan temanmu satu-satunya,� komentar Jun-Hae pedas. �Lagipula film ini tidak sepenuhnya dibuat oleh rumah produksi Inggris atau Amerika. Mereka hanya bekerjasama dalam pembuatannya saja.�



�Benarkah? Lalu?�



�Indonesia.� Jawab Jun-Hae sambil kembali memilin ujung kardigannya. �Bahkan pemeran utamanya juga orang Indonesia.�



Jae-Won berdecak, �Walau bagaimanapun namamu sudah terdengar ke luar Korea. Itu kan artinya statusmu sebagai aktor sudah diakui.�



Lelaki dihadapannya itu menatapnya sengit. Terserah kalau Jun-Hae mau merendah atau apa. Pokoknya sahabatnya itu sekarang sudah jadi aktor kawakan.



�Ngomong-ngomong siapa pemeran utamanya?� Tanya Jae-Won penasaran. Mungkinkah Jun-Hae jatuh cinta pada lawan mainnya? Kalau iya bukan tidak mungkin saat ini Seok-Hyun sedang mendiamkannya karena membuat masalah di London. �Cantik tidak?�



Jun-Hae mengangkat bahunya seakan tidak peduli. �Sierra Kwon. Lumayan manis.�



Jae-Won memastikan untuk segera mencari tahu tentang wanita itu di internet setelah pembicaraan ini. �Lalu apakah kau dan dIa berbuat yang aneh-aneh?� Tanya Jae-Won penasaran.



Karena dulu sahabatnya ini pernah terlibat skandal dengan seorang bintang iklan baru, Seok-Hyun sampai menolak seluruh permintaan wawancara dan membungkam Jun-Hae di rumah sampai akhirnya Ia merasa bersalah dan memutuskan hubungannya dengan bintang iklan itu dihadapan Jae-Won dan sang manager. Untung saja saat itu hanya urusan cinta lokasi yang tidak terlalu dalam. Entah apa yang akan terjadi kalau Jun-Hae memutuskan untuk menikahi bintang iklan menyebalkan itu.



�Bukan�,� gumam Jun-Hae pelan dengan penuh rasa bersalah.



�Heh?�



Jun-Hae menarik nafas panjang dan melanjutkan kalimatnya, �Bukan dengan Sierra.�



Jae-Won membenarkan posisi duduknya yang tadinya terlalu santai, dan menatap sahabatnya itu dengan mata terbelalak. �Kau ini keterlaluan.�



Sahabatnya itu tertawa pilu dan kembali menyesap teh jahe miliknya.



�Siapa wanita itu?� Jae-Won tahu benar kebiasaan Jun-Hae yang terlalu mudah jatuh cinta. Ia kadang curiga kalau temannya itu bisa saja jatuh cinta pada nenek baik hati yang Ia temui di tengah jalan. Sepertinya asalkan wanita itu berbuat kebaikan terhadapnya sekali, Jun-Hae akan dengan mudah memberikan hatinya padanya. Anak bodoh.



�Kintara. Kintara Rahardjo.�





http://www.volpen.com/read/446/our_s...#rt=submission (http://www.volpen.com/read/446/our_same_word?#rt=submission)

</div>