pingpong
27th May 2012, 07:06 PM
Tetesan pertama hujan jatuh tepat di atas hidungku. Aku menengadah ke atas, langit gelap, angin berhembus, perlahan bumi seperti diserang oleh ribuan titik-titik kecil yang jatuh dari langit.
Wangi tanah yang basah, suara angin, hempasan udara disekitar ku, oh betapa aku menyukai hujan.
Perlahan aku berlari, bersama hujan yang mengelilingiku, melawan angin dan menjejakkan kaki ku cepat-cepat di aspal yang basah.
Sudah lama aku menanti hal ini, sejak musim kemarau menghantui ku, menyedot seluruh energi dan kebahagiaan ku, kini tetesan pertama hujan yang jatuh tepat di atas hidungku, turun deras kini, membawa kebahagiaan dan energi berlebihan yang begitu menjajikan.
kuhentikan langkahku, dan menunggu.
Mungkinkah sosok itu muncul lagi? sosok lelaki berjaket tebal yang kulihat di tengah hujan hampir setahun lalu. yang menatapku dengan tatapan aneh. sendu, rindu, kebencian.
Aku tidak mengenalnya, bahkan tak sempat menghampirinya.
kalau saja mobil sialan itu tidak menabrakku, mungkin aku akan sempat bertanya, siapa dia.
Atau dimana aku pernah mengenalnya?
Kini aku berdiri di pojok jalan sepi itu, meringkuk di depan sebuah toko kosong, dan menunggu. Ntah sampai kapan.
"Mau sampai kapan kau disana hey gadis bodoh!"
Aku malas menengok, paling-paling hanya si tua Robert yang sedang bersembunyi di balik rumah kardusnya.
"Dia tak akan datang. tak akan pernah. pulang saja sana!"
Kali ini kutolehkan kepalaku, memandang ke arah Robert. Lelaki tua yang tinggal di rumah kardus di sekitar pertokoan kumuh ini. Dia sedang asik mengunyah singkong goreng yang ntah darimana di dapatkannya.
Sudah pasti hasil mencuri, ejek ku dalam hati. Gembel seperti itu.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?bener kan apa yang aku bilang? sudah sana pergi! kalau orang-orang dari kalangan mu datang lagi kesini, aku yang akan mereka marahi! anak seperti mu tidak pantas berada di daerah ini!" kali ini Robert berseru seraya menggerak-gerakan tangannya, mengusir ku. Singkong goreng yang sedang di kunyahnya, muncrat kemana-mana.
Menjijikkan sekali, aku mengernyit tajam kepadanya.
"Dia pasti datang, sudah tutup saja mulutmu," desisku tajam.
"Hahaha.cinta buta untuk gadis bodoh seperti mu. Kau harusnya masuk rumah sakit jiwa! berhalusinasi. Tidak ada yang akan datang, kau sebut apa orang itu? lelaki hujan? hahaha," tawa Robert makin keras, ia bahkan tak mau repot-repot mengelap mulutnya yang belepotan makanan.
Kini aku beranjak menghampirinya, menyongsong hujan.
"Tutup mulutmu pak tua,atau haruskah aku yang melakukannya?" desisku tajam.
Aku berjalan menjauhinya, menembus hujan yang semakin tebal. Ntahlah mau kemana. Kudengar jelas ia masih menertawakan ku dibelakang sana. Biar saja, aku tak peduli kalau dia tak percaya, aku tak peduli bisa semua orang menganggapku gila. Biar saja, mati disambar petir biar tau rasa!
Aku menghentikan langkahku, kepalaku pusing. Aku berhenti sebentar. Hujan semakin ganas, menampar-nampar puncak kepalaku, dan tiba-tiba aku melihat sosoknya, sosok lelaki berjaket itu.
Lelaki hujan.
Dia berdiri disana, seolah kasat mata. Menatapku dengan tatapan yang sama, campuran kerinduan dan kebencian. Aku terpana dan semakin bertanya-tanya.
dan sebelum aku sempat melangkah untuk menghampirinya, aku menemukan diriku sudah tersungkur di atas aspal.
Kepalaku pusing, lututku berdarah, aku mengerang pelan. Berusaha menggapainya.
dan sebelum mata ku menutup, dari jauh dapat kudenger jelas, tawa Robert yang penuh ejekan .
"dasar kau gadis gila!"
Aku berusaha membalas perkataannya, dan mendadak semua gelap, kepala ku berat, dan aku pun pingsan.
http://www.volpen.com/read/380/lelak...#rt=submission (http://www.volpen.com/read/380/lelaki_hujan?#rt=submission)
</div>
Wangi tanah yang basah, suara angin, hempasan udara disekitar ku, oh betapa aku menyukai hujan.
Perlahan aku berlari, bersama hujan yang mengelilingiku, melawan angin dan menjejakkan kaki ku cepat-cepat di aspal yang basah.
Sudah lama aku menanti hal ini, sejak musim kemarau menghantui ku, menyedot seluruh energi dan kebahagiaan ku, kini tetesan pertama hujan yang jatuh tepat di atas hidungku, turun deras kini, membawa kebahagiaan dan energi berlebihan yang begitu menjajikan.
kuhentikan langkahku, dan menunggu.
Mungkinkah sosok itu muncul lagi? sosok lelaki berjaket tebal yang kulihat di tengah hujan hampir setahun lalu. yang menatapku dengan tatapan aneh. sendu, rindu, kebencian.
Aku tidak mengenalnya, bahkan tak sempat menghampirinya.
kalau saja mobil sialan itu tidak menabrakku, mungkin aku akan sempat bertanya, siapa dia.
Atau dimana aku pernah mengenalnya?
Kini aku berdiri di pojok jalan sepi itu, meringkuk di depan sebuah toko kosong, dan menunggu. Ntah sampai kapan.
"Mau sampai kapan kau disana hey gadis bodoh!"
Aku malas menengok, paling-paling hanya si tua Robert yang sedang bersembunyi di balik rumah kardusnya.
"Dia tak akan datang. tak akan pernah. pulang saja sana!"
Kali ini kutolehkan kepalaku, memandang ke arah Robert. Lelaki tua yang tinggal di rumah kardus di sekitar pertokoan kumuh ini. Dia sedang asik mengunyah singkong goreng yang ntah darimana di dapatkannya.
Sudah pasti hasil mencuri, ejek ku dalam hati. Gembel seperti itu.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?bener kan apa yang aku bilang? sudah sana pergi! kalau orang-orang dari kalangan mu datang lagi kesini, aku yang akan mereka marahi! anak seperti mu tidak pantas berada di daerah ini!" kali ini Robert berseru seraya menggerak-gerakan tangannya, mengusir ku. Singkong goreng yang sedang di kunyahnya, muncrat kemana-mana.
Menjijikkan sekali, aku mengernyit tajam kepadanya.
"Dia pasti datang, sudah tutup saja mulutmu," desisku tajam.
"Hahaha.cinta buta untuk gadis bodoh seperti mu. Kau harusnya masuk rumah sakit jiwa! berhalusinasi. Tidak ada yang akan datang, kau sebut apa orang itu? lelaki hujan? hahaha," tawa Robert makin keras, ia bahkan tak mau repot-repot mengelap mulutnya yang belepotan makanan.
Kini aku beranjak menghampirinya, menyongsong hujan.
"Tutup mulutmu pak tua,atau haruskah aku yang melakukannya?" desisku tajam.
Aku berjalan menjauhinya, menembus hujan yang semakin tebal. Ntahlah mau kemana. Kudengar jelas ia masih menertawakan ku dibelakang sana. Biar saja, aku tak peduli kalau dia tak percaya, aku tak peduli bisa semua orang menganggapku gila. Biar saja, mati disambar petir biar tau rasa!
Aku menghentikan langkahku, kepalaku pusing. Aku berhenti sebentar. Hujan semakin ganas, menampar-nampar puncak kepalaku, dan tiba-tiba aku melihat sosoknya, sosok lelaki berjaket itu.
Lelaki hujan.
Dia berdiri disana, seolah kasat mata. Menatapku dengan tatapan yang sama, campuran kerinduan dan kebencian. Aku terpana dan semakin bertanya-tanya.
dan sebelum aku sempat melangkah untuk menghampirinya, aku menemukan diriku sudah tersungkur di atas aspal.
Kepalaku pusing, lututku berdarah, aku mengerang pelan. Berusaha menggapainya.
dan sebelum mata ku menutup, dari jauh dapat kudenger jelas, tawa Robert yang penuh ejekan .
"dasar kau gadis gila!"
Aku berusaha membalas perkataannya, dan mendadak semua gelap, kepala ku berat, dan aku pun pingsan.
http://www.volpen.com/read/380/lelak...#rt=submission (http://www.volpen.com/read/380/lelaki_hujan?#rt=submission)
</div>