kuningtelur
27th May 2012, 06:31 PM
Assalamu�alaikum dan salam sejahtera
Salam kaskus,
Tulisan ini tidak akan repost karena murni tulisan ane. Mohon maaf kalau terlalu panjang, membosankan, atau agak rumit. Tulisan ini tidak ditujukan untuk memojokkan pihak tertentu, melainkan hanya sekedar pemikiran ane. Monggo disimak�
Salah satu tugas media pada hakekatnya adalah mendidik masyarakat. Media memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memberikan sajian yang cerdas kepada masyarakat. Namun, semakin hari media massa kita terjerumus pada budaya �latah� dan �murahan�. Para ahli mengatakan bahwa selera pasar adalah segalanya. Ia adalah kekuatan dominan yang bisa membuat idealisme media bersujud tak berdaya. Lihat saja, ketika suatu kejadian dianggap popular oleh masyarakat, maka yang terjadi adalah euforia dan booming pemberitaan yang berlebihan. Tidak peduli apakah yang diberitakan itu mendidik atau tidak. Tingkat kemanfaatan berita seolah ditepikan.
Fenomena Briptu Norman membuktikan hal tersebut. Hampir semua media, terutama televisi, mulai dari yang mengklaim dirinya sebagai stasiun berita yang bermuatan �knowledge� hingga stasiun TV yang memang sudah terkenal dengan sinetron manusia vs animasi naga-nya, latah memberitakan sosok dari Gorontalo tersebut. Stasiun TV seperti kambing congek yang dicocor mulutnya, ketika yang satu bunyi mbek, semuanya ikut-ikutan. Saya bukannya anti atau iri dengan Briptu Norman, tetapi pemberitaan tentang dia terlalu berlebihan untuk seseorang yang hanya menyanyi lipsync.
Tetapi, sekali lagi, semua itu karena masalah pasar. Pasar artinya adalah iklan dan iklan artinya uang untuk hidup. Kita lihat, acara-acara yang menonjolkan berita biasanya sepi iklan. Justru acara-acara yang tidak mencerdaskan yang rating-nya tinggi. Sangat jarang acara yang sukses, di satu sisi mencerdaskan, di sisi lain banyak peminatnya. Kick Andy misalnya. Tapi sebagian besar acara ya itu tadi, tunduk pada selera pasar, atau bahkan hanya sekadar tayang untuk mengisi jam siaran. Alhasil banyak acara impor atau film-film lawas yang ditayangkan berulang-ulang.
Ini seperti sebuah lingkaran setan. Masyarakat kita tidak cerdas-cerdas karena dicekoki acara-acara yang tidak bermutu, dan di sisi lain media terus saja menayangkan acara semacam itu karena itulah yang diinginkan oleh masyarakat. Sebenarnya hal ini berkaitan pula dengan tingkat pendidikan. Celakanya, tingkat pendidikan masyarakat kita juga umumnya masih rendah.
Saya kadang membayangkan media di negara kita bisa seperti media di negara Eropa atau Amerika. Setiap stasiun televisi memiliki spesialisasi masing-masing. Ada berita, olahraga, flora fauna, dan yang lainnya. Mereka tidak menayangkan acara secara �sembarangan�, tetapi mampu menghidupi dirinya dan memberi pencerahan kepada masyarakat. Semoga media di negara kita bisa seperti itu suatu hari nanti. Semoga.
Sekian tulisan ane. Sangat diharapkan komen yang bermutu dari agan/aganwati ceriwiser yang baik. Ane tidak nolak kalau dikasih :melon: tapi sangat tidak mengharapkan :cabendan:
Wassalam
</div>
Salam kaskus,
Tulisan ini tidak akan repost karena murni tulisan ane. Mohon maaf kalau terlalu panjang, membosankan, atau agak rumit. Tulisan ini tidak ditujukan untuk memojokkan pihak tertentu, melainkan hanya sekedar pemikiran ane. Monggo disimak�
Salah satu tugas media pada hakekatnya adalah mendidik masyarakat. Media memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memberikan sajian yang cerdas kepada masyarakat. Namun, semakin hari media massa kita terjerumus pada budaya �latah� dan �murahan�. Para ahli mengatakan bahwa selera pasar adalah segalanya. Ia adalah kekuatan dominan yang bisa membuat idealisme media bersujud tak berdaya. Lihat saja, ketika suatu kejadian dianggap popular oleh masyarakat, maka yang terjadi adalah euforia dan booming pemberitaan yang berlebihan. Tidak peduli apakah yang diberitakan itu mendidik atau tidak. Tingkat kemanfaatan berita seolah ditepikan.
Fenomena Briptu Norman membuktikan hal tersebut. Hampir semua media, terutama televisi, mulai dari yang mengklaim dirinya sebagai stasiun berita yang bermuatan �knowledge� hingga stasiun TV yang memang sudah terkenal dengan sinetron manusia vs animasi naga-nya, latah memberitakan sosok dari Gorontalo tersebut. Stasiun TV seperti kambing congek yang dicocor mulutnya, ketika yang satu bunyi mbek, semuanya ikut-ikutan. Saya bukannya anti atau iri dengan Briptu Norman, tetapi pemberitaan tentang dia terlalu berlebihan untuk seseorang yang hanya menyanyi lipsync.
Tetapi, sekali lagi, semua itu karena masalah pasar. Pasar artinya adalah iklan dan iklan artinya uang untuk hidup. Kita lihat, acara-acara yang menonjolkan berita biasanya sepi iklan. Justru acara-acara yang tidak mencerdaskan yang rating-nya tinggi. Sangat jarang acara yang sukses, di satu sisi mencerdaskan, di sisi lain banyak peminatnya. Kick Andy misalnya. Tapi sebagian besar acara ya itu tadi, tunduk pada selera pasar, atau bahkan hanya sekadar tayang untuk mengisi jam siaran. Alhasil banyak acara impor atau film-film lawas yang ditayangkan berulang-ulang.
Ini seperti sebuah lingkaran setan. Masyarakat kita tidak cerdas-cerdas karena dicekoki acara-acara yang tidak bermutu, dan di sisi lain media terus saja menayangkan acara semacam itu karena itulah yang diinginkan oleh masyarakat. Sebenarnya hal ini berkaitan pula dengan tingkat pendidikan. Celakanya, tingkat pendidikan masyarakat kita juga umumnya masih rendah.
Saya kadang membayangkan media di negara kita bisa seperti media di negara Eropa atau Amerika. Setiap stasiun televisi memiliki spesialisasi masing-masing. Ada berita, olahraga, flora fauna, dan yang lainnya. Mereka tidak menayangkan acara secara �sembarangan�, tetapi mampu menghidupi dirinya dan memberi pencerahan kepada masyarakat. Semoga media di negara kita bisa seperti itu suatu hari nanti. Semoga.
Sekian tulisan ane. Sangat diharapkan komen yang bermutu dari agan/aganwati ceriwiser yang baik. Ane tidak nolak kalau dikasih :melon: tapi sangat tidak mengharapkan :cabendan:
Wassalam
</div>