kuningtelur
27th May 2012, 06:13 PM
http://3.bp.blogspot.com/-j55DoTDxyOY/Ty56Spq50rI/AAAAAAAAAEk/-FDijrC6XLw/s320/kesawan.jpg
[/quote][quote]
SEJARAH BANGUNAN BERSEJARAH
Keberadaan bangunan bersejarah dalam jumlah yang cukup banyak di Kota Medan yang berkaitan dengan era penanaman tembakau Deli di Sumatera Timur tersebut dipelopori oleh J. Nienhuyis, Van Der Falk, dan Elliot. Keuntungan besar yang diperoleh dari perkebunan ini --pada tahun 1874 sudah dibuka 22 buah perkebunan�membuat pemerintah kolonial Belanda memindahkan ibukota Residensi Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tanggal 1 Maret 1887 (Sinar, 2001). Pada saat itulah, pembangunan infrastruktur dimulai dan arsitektur Eropa mulai mengisi wajah Kota Medan di mana, dapat dikatakan, pada saat itu sebagian besar Kota Medan terdiri atas rawa-rawa dan transportasi antarkota dilakukan melalui sungai. Arsitektur yang diperkenalkan mulai dari arsitektur klasik sampai arsitektur art deco yang dalam aplikasinya berusaha bersahabat dengan alam tropis.
Sarana pendukung yang dibangun oleh pemerintah kolonial antara lain Kantor
Pos Besar Medan yang didirikan pada tahun 1879 dan pada tahun itu pula dibentuk perkumpulan orang Belanda Wittie Societeit. Pada tahun 1881, Deli Mij membuka perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij dan pada tahun 1886 membuka sarana telepon yang pada tahun 1900 sudah memiliki 213 pelanggan. Mengingat kemajuan dagang yang memerlukan perputaran uang, didirikan cabang The Chartered
Bank pada tahun 1887 sedangkan gedung-gedung perkapalan di Belawan dibangun pada tahun 1889. Pada tahun 1888 dibangun Medan Hotel yang dahulu dikenal sebagai House of Food, sebuah tempat kesukaan tuan-tuan kebun saat datang ke Medan. Hotel ini juga menjadi pemasok bir dingin ke perkebunan-perkebunan yang ada di seputar Kota Medan.
Rumah sakit pertama yang dibangun adalah Eerste School voor Openbare Onderwijspada tahun 1888. Pada tahun 1898 dibangun sekolah untuk golongan bumi putera bernama Eereste Inlandsche School der 2e Klasse (Sinar, 2001). Di kota yang terus berkembang modern dan semakin turistik seperti Kota Medan, banyaknya bangunan bersejarah tertuang secara resmi dalam kawasan-kawasan pariwisata yang dikembangkan. Keseriusan mengembangkan diri menjadi sebuah kota wisata terlihat di antaranya dalam upaya penzonean wilayah kota ke dalam delapan kawasan wisata. Di luar kawasan-kawasan tersebut, masih banyak terdapat bangunan bersejarah tinggalan kolonial di samping yang sudah dihancurkan, yang sampai kini tidak atau belum (di)masuk(kan) kawasan wisata karena dianggap berada di luar jalur pariwisata Kota Medan. Di bawah ini adalah penggambaran seluruh kawasan pariwisata di Kota Medan dan beberapa bangunan bersejarah terpenting yang menjadi bagiannya
(lihat tabel).
Pengembangan Kawasan Wisata Berbasis Bangunan Bersejarah
di Kota Medan*
Kawasan I : Gedung Balai Kota, Gedung Bank Indonesia, Gedung Dharma Deli, Kantor Pos Besar, Stasiun Kereta Titi Gantung, dan Taman Merdeka.
Kawasan II : Kawasan perdagangan di Jalan Ahmad Yani dan sekitarnya (Kesawan Square).
Kawasan III : Gedung AVROS, Gedung PT. Wahid, Room Katolik.
Kawasan IV : Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mansun, Taman Sri Deli.
Kawasan V : Kawasan sekitar Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Letjen Suprapto, Jalan Ir. H Juanda.
Kawasan VI : Kawasan Jalan Diponegoro, Jalan Imam Bonjol, dan sekitarnya.
Kawasan VII : Kawasan Jalan Kapten Maulana Lubis dan sekitarnya, Jalan Pengadilan, Jalan Listrik, dan Jalan S. Parman.
Kawasan VIII : Kawasan Jalan Prof. Moh. Yamin dan Jalan Sena.
* Sumber: Diolah dari Laporan Akhir Rencana dan Strategi Revitalisasi Kawasan dan
Bangunan Bersejarah Kota Medan oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan Tahun 2003.
Kenyataan adanya begitu banyak bangunan bersejarah menunjukkan kerelevanan Kota Medan dijadikan sebuah kota kawasan wisata berbasis bangunan bersejarah sekaligus dalam rangka melestarikan warisan budaya bernilai sejarah dan estetika tinggi, terutama dengan mengedepankan city tour (tur keliling kota) berupa kunjungan di setiap gedung kuno yang masih tersisa. Sebagai kota wisata, Kota Medan tidak saja memiliki kekayaan bangunan bersejarah yang kaya dengan arsitektur yang mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya tertentu, tetapi juga beberapa objek dan daya tarik wisata menarik lainnya seperti Taman Buaya, Taman Margasatwa, Taman Ria, Taman Ahmad Yani, Danau Siombak Indah, Perumahan Nelayan Indah, Rahmad Gallery, Pusat Industri Kecil Menteng, dan sebagainya.
ESTETIKA BANGUNAN BERSEJARAH
Estetika memiliki pengertian yang sangat kompleks dan terus berubah-ubah dari masa ke masa sejalan perubahan zaman. Pengertian yang umum digunakan adalah, hasil pencerapan, komunikasi, dan kontak rasa (indah dan seni) yang dapat merangsang serta membangkitkan pengalaman atau kenikmatan yang bersifat kontemplatif dan transendental (Dibia, 2006).
Sementara itu, estetika kota tidak lain adalah estetika tentang (per)kota(an),
termasuk yang dibentuk oleh keindahan arsitektural bangunan bersejarahnya. Sementara estetika bangunan bersejarah dari sebuah kota adalah bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya tertentu. Tolok ukurnya dikaitkan dengan nilai estetis dan arsitektonis/arsitektural yang tinggi dalam bentuk antara lain struktur, tata ruang, dan ornamennya.
Dalam kaitannya dengan bangunan bersejarah di Kota Medan, secara konseptual, harus dibedakan antara art by destination dan art by metamorphosis sebagaimana yang dilakukan oleh Maquet (1986). Secara umum, Kota Medan dari segi estetikanya pada masa kini adalah art by metamorphosis. Jadi, membahas �keindahan wajah� Kota Medan adalah membahas art by metamorphosis karena pada waktu pendiriannya dahulu tentu bukan berkategori �bangunan bersejarah� yang memiliki keindahan arsitektural tetapi bangunan fungsional biasa. Predikat �bersejarah� baru diberikan belakangan ini. Namun, bangunan bersejarah di Kota Medan sebagai dirinya sendiri tetap merupakan art by destination. Istana Maimoon misalnya, sebagai dirinya sendiri, adalah sebuah karya seni. Hal ini karena, bangunan bersejarah sebagai sebuah karya agung yang artistik memang diciptakan dengan maksud dan tujuan untuk dipajangkan dan/atau dinikmati daya pikat artistiknya tersebut.
Sebelum dilakukan pengkajian secara estetika terhadap bangunan bersejarah di
Kota Medan perlu digarisbawahi bahwa penghancuran bangunan bersejarah yang dimaksud meliputi hegemoni dan demolition by neglection serta pengabungannya.
Hegemonisasi adalah proses penghancuran dengan cara menjebak masyarakat
agar masuk ke dalam alam pikiran pemerintah (dan pengusaha pemilik bangunan
bersejarah), sehingga seolah-olah penghancuran sah dan masuk akal dilakukan. Dengan kata lain, masyarakat setuju dengan penghancuran yang dilakukan. Hegemonisasi diambil dari konsep hegemoni Antonio Gramsci dalam bukunya Selections from Prison�sNotebook (1971).
Tidak mudah menerjemahkan demolition by neglection tetapi, sudah pasti,
bahwa yang dimaksud adalah penghancuran secara segaja dengan membiarkan sebuah
gedung rusak dengan sendirinya. Dengan rusaknya gedung, otomatis tampak bahwa
pembongkaran sah untuk dilakukan. Istilah demolition by neglection pertama kali
diungapkan oleh Hasti Teraket dari BWS yang memimpin perlawanan terhadap
penghancuran bangunan bersejarah di Kota Medan (wawancara dengan penulis pada awal 2006).
Penghancuran bangunan bersejarah secara koersif berarti bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan unsur paksaan, bila perlu dengan tekanan dan kekerasan, serta sering melibatkan aparat militer. Penghancuran dengan cara koersif adalah lawan dari cara-cara hegemonik karena hegemoni adalah kekuasaan yang halus, canggih, dan intelektual.
</div>
[/quote][quote]
SEJARAH BANGUNAN BERSEJARAH
Keberadaan bangunan bersejarah dalam jumlah yang cukup banyak di Kota Medan yang berkaitan dengan era penanaman tembakau Deli di Sumatera Timur tersebut dipelopori oleh J. Nienhuyis, Van Der Falk, dan Elliot. Keuntungan besar yang diperoleh dari perkebunan ini --pada tahun 1874 sudah dibuka 22 buah perkebunan�membuat pemerintah kolonial Belanda memindahkan ibukota Residensi Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tanggal 1 Maret 1887 (Sinar, 2001). Pada saat itulah, pembangunan infrastruktur dimulai dan arsitektur Eropa mulai mengisi wajah Kota Medan di mana, dapat dikatakan, pada saat itu sebagian besar Kota Medan terdiri atas rawa-rawa dan transportasi antarkota dilakukan melalui sungai. Arsitektur yang diperkenalkan mulai dari arsitektur klasik sampai arsitektur art deco yang dalam aplikasinya berusaha bersahabat dengan alam tropis.
Sarana pendukung yang dibangun oleh pemerintah kolonial antara lain Kantor
Pos Besar Medan yang didirikan pada tahun 1879 dan pada tahun itu pula dibentuk perkumpulan orang Belanda Wittie Societeit. Pada tahun 1881, Deli Mij membuka perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij dan pada tahun 1886 membuka sarana telepon yang pada tahun 1900 sudah memiliki 213 pelanggan. Mengingat kemajuan dagang yang memerlukan perputaran uang, didirikan cabang The Chartered
Bank pada tahun 1887 sedangkan gedung-gedung perkapalan di Belawan dibangun pada tahun 1889. Pada tahun 1888 dibangun Medan Hotel yang dahulu dikenal sebagai House of Food, sebuah tempat kesukaan tuan-tuan kebun saat datang ke Medan. Hotel ini juga menjadi pemasok bir dingin ke perkebunan-perkebunan yang ada di seputar Kota Medan.
Rumah sakit pertama yang dibangun adalah Eerste School voor Openbare Onderwijspada tahun 1888. Pada tahun 1898 dibangun sekolah untuk golongan bumi putera bernama Eereste Inlandsche School der 2e Klasse (Sinar, 2001). Di kota yang terus berkembang modern dan semakin turistik seperti Kota Medan, banyaknya bangunan bersejarah tertuang secara resmi dalam kawasan-kawasan pariwisata yang dikembangkan. Keseriusan mengembangkan diri menjadi sebuah kota wisata terlihat di antaranya dalam upaya penzonean wilayah kota ke dalam delapan kawasan wisata. Di luar kawasan-kawasan tersebut, masih banyak terdapat bangunan bersejarah tinggalan kolonial di samping yang sudah dihancurkan, yang sampai kini tidak atau belum (di)masuk(kan) kawasan wisata karena dianggap berada di luar jalur pariwisata Kota Medan. Di bawah ini adalah penggambaran seluruh kawasan pariwisata di Kota Medan dan beberapa bangunan bersejarah terpenting yang menjadi bagiannya
(lihat tabel).
Pengembangan Kawasan Wisata Berbasis Bangunan Bersejarah
di Kota Medan*
Kawasan I : Gedung Balai Kota, Gedung Bank Indonesia, Gedung Dharma Deli, Kantor Pos Besar, Stasiun Kereta Titi Gantung, dan Taman Merdeka.
Kawasan II : Kawasan perdagangan di Jalan Ahmad Yani dan sekitarnya (Kesawan Square).
Kawasan III : Gedung AVROS, Gedung PT. Wahid, Room Katolik.
Kawasan IV : Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mansun, Taman Sri Deli.
Kawasan V : Kawasan sekitar Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Letjen Suprapto, Jalan Ir. H Juanda.
Kawasan VI : Kawasan Jalan Diponegoro, Jalan Imam Bonjol, dan sekitarnya.
Kawasan VII : Kawasan Jalan Kapten Maulana Lubis dan sekitarnya, Jalan Pengadilan, Jalan Listrik, dan Jalan S. Parman.
Kawasan VIII : Kawasan Jalan Prof. Moh. Yamin dan Jalan Sena.
* Sumber: Diolah dari Laporan Akhir Rencana dan Strategi Revitalisasi Kawasan dan
Bangunan Bersejarah Kota Medan oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan Tahun 2003.
Kenyataan adanya begitu banyak bangunan bersejarah menunjukkan kerelevanan Kota Medan dijadikan sebuah kota kawasan wisata berbasis bangunan bersejarah sekaligus dalam rangka melestarikan warisan budaya bernilai sejarah dan estetika tinggi, terutama dengan mengedepankan city tour (tur keliling kota) berupa kunjungan di setiap gedung kuno yang masih tersisa. Sebagai kota wisata, Kota Medan tidak saja memiliki kekayaan bangunan bersejarah yang kaya dengan arsitektur yang mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya tertentu, tetapi juga beberapa objek dan daya tarik wisata menarik lainnya seperti Taman Buaya, Taman Margasatwa, Taman Ria, Taman Ahmad Yani, Danau Siombak Indah, Perumahan Nelayan Indah, Rahmad Gallery, Pusat Industri Kecil Menteng, dan sebagainya.
ESTETIKA BANGUNAN BERSEJARAH
Estetika memiliki pengertian yang sangat kompleks dan terus berubah-ubah dari masa ke masa sejalan perubahan zaman. Pengertian yang umum digunakan adalah, hasil pencerapan, komunikasi, dan kontak rasa (indah dan seni) yang dapat merangsang serta membangkitkan pengalaman atau kenikmatan yang bersifat kontemplatif dan transendental (Dibia, 2006).
Sementara itu, estetika kota tidak lain adalah estetika tentang (per)kota(an),
termasuk yang dibentuk oleh keindahan arsitektural bangunan bersejarahnya. Sementara estetika bangunan bersejarah dari sebuah kota adalah bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya tertentu. Tolok ukurnya dikaitkan dengan nilai estetis dan arsitektonis/arsitektural yang tinggi dalam bentuk antara lain struktur, tata ruang, dan ornamennya.
Dalam kaitannya dengan bangunan bersejarah di Kota Medan, secara konseptual, harus dibedakan antara art by destination dan art by metamorphosis sebagaimana yang dilakukan oleh Maquet (1986). Secara umum, Kota Medan dari segi estetikanya pada masa kini adalah art by metamorphosis. Jadi, membahas �keindahan wajah� Kota Medan adalah membahas art by metamorphosis karena pada waktu pendiriannya dahulu tentu bukan berkategori �bangunan bersejarah� yang memiliki keindahan arsitektural tetapi bangunan fungsional biasa. Predikat �bersejarah� baru diberikan belakangan ini. Namun, bangunan bersejarah di Kota Medan sebagai dirinya sendiri tetap merupakan art by destination. Istana Maimoon misalnya, sebagai dirinya sendiri, adalah sebuah karya seni. Hal ini karena, bangunan bersejarah sebagai sebuah karya agung yang artistik memang diciptakan dengan maksud dan tujuan untuk dipajangkan dan/atau dinikmati daya pikat artistiknya tersebut.
Sebelum dilakukan pengkajian secara estetika terhadap bangunan bersejarah di
Kota Medan perlu digarisbawahi bahwa penghancuran bangunan bersejarah yang dimaksud meliputi hegemoni dan demolition by neglection serta pengabungannya.
Hegemonisasi adalah proses penghancuran dengan cara menjebak masyarakat
agar masuk ke dalam alam pikiran pemerintah (dan pengusaha pemilik bangunan
bersejarah), sehingga seolah-olah penghancuran sah dan masuk akal dilakukan. Dengan kata lain, masyarakat setuju dengan penghancuran yang dilakukan. Hegemonisasi diambil dari konsep hegemoni Antonio Gramsci dalam bukunya Selections from Prison�sNotebook (1971).
Tidak mudah menerjemahkan demolition by neglection tetapi, sudah pasti,
bahwa yang dimaksud adalah penghancuran secara segaja dengan membiarkan sebuah
gedung rusak dengan sendirinya. Dengan rusaknya gedung, otomatis tampak bahwa
pembongkaran sah untuk dilakukan. Istilah demolition by neglection pertama kali
diungapkan oleh Hasti Teraket dari BWS yang memimpin perlawanan terhadap
penghancuran bangunan bersejarah di Kota Medan (wawancara dengan penulis pada awal 2006).
Penghancuran bangunan bersejarah secara koersif berarti bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan unsur paksaan, bila perlu dengan tekanan dan kekerasan, serta sering melibatkan aparat militer. Penghancuran dengan cara koersif adalah lawan dari cara-cara hegemonik karena hegemoni adalah kekuasaan yang halus, canggih, dan intelektual.
</div>