kembangtahu
27th May 2012, 06:13 PM
Permisi agan2... maap kalo repost...
Ini trit pertama ane, kalo ada yg salah jangan dicabein ya....
Agan2, bangsa kita kan saat ini dilanda krisis multidimensi. Tiap nyalain berita di TV, baca koran ato browsing situs berita, semua didominasi berita korupsi pejabat, tindak kriminal, dan yang menjadi langganan adalah bentrokan (aparat vs PKL, warga vs warga, pelajar vs pelajar, warga vs wali murid), dan masih banyak lagi deh pokoknya. Padahal, waktu jaman sekolah dulu (terutama buat agan2 yg pernah duduk di bangku sekolah jaman orde baru), katanya Indonesia adalah bangsa yang ramah tamah, toleran, dan suka menolong.
Nah, ane cuman mau share, di tengah isu-isu tersebut, di Jombang (Jawa Timur) ternyata ada sebuah dusun yang justru memperlihatkan toleransi antar umat beragama. Dusun ini bernama Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro. Silakan disimak gan:
Jombang (GP Ansor Online): Sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain atau yang biasa disebut pluralisme agama sudah lama dijalankan oleh warga Dusun Ngepeh Desa Rejoagung Kecamatan Ngoro, Jombang.
Tidak ada yang tahu persisnya, namun seluruh masyarakat mengatakan bahwasannya kondisi itu terjadi sejak zaman dahulu. Jauh sebelum kata pluralisme itu sendiri muncul.
Menurut Sumitro, Kepala Dusun Ngepeh, jumlah warganya sebanyak 1.400 jiwa. Dari jumlah itu, 70 persen beragama Islam, 20 persen beragama Kristen dan Katolik, serta 10 persen beragama Hindu. Maka tidak heran jika di dusun yang terletak paling selatan Jombang itu juga terdapat tiga rumah ibadah yakni, Masjid, Gereja, dan Pura.
Semua penganut agama itu hidup berdampingan secara rukun. Tidak ada gesekan, tidak ada pertentangan. Satu warga kesusahan, semua ikut merasakan. �Meski beda agama, namun semuanya hidup rukun sejak zaman dahulu,� kata Sumitro ketika ditemui di rumahnya, Minggu (10/1/2010).
Contoh konkrit dari kerukunan itu adalah bila ada orang meninggal dunia. Semisal, jika yang meninggal orang beragama Islam, maka seluruh warga dusun ikut takziah. Ada yang beragama Kristen, Katolik, serta Hindu.
Mereka bahu membahu membantu prosesi pemakaman. Begitu juga sebaliknya, jika ada orang Kristen meninggal dunia, maka umat Islam, Hindu, dan lainnya juga datang melayat.
Bahkan area pemakaman di dusun Ngepeh juga menjadi satu.Tidak ada pembedaan signifikan antara makam Kristen, Islam, atau Hindu. Hanya saja, jika yang meninggal orang Islam maka jenazahnya membujur arah utara-selatan. Akan tetapi jika yang meninggal orang Kristen, maka jenazahnya membujur arah timur-barat. �Kalau yang meninggal umat Hindu, maka jenazahnya juga membujur arah utara-selatan. Tapi tempatnya masih satu area,�tambah Sumitro.
Bagaimana dengan perayaan hari raya umat beragama? Sumitro menjelaskan, semuanya berjalan dengan semangat kekeluargaan. Ia lalu mencontohkan, saat perayaan Hari Raya Idul Firi, bukan hanya umat Islam yang sibuk anjangsana. Namun pemeluk agama lain juga ikut larut didalamnya.
Semuanya saling bersalaman. Semuanya saling bermaafan. �Yang pasti tetap ada batasan pada masing-masing agama,� katanya. Hal senada juga dikatakan Nuralim, tokoh agama Hindu setempat. Menurutnya, untuk terus menjaga kebersamaan itu, di dusun Ngepeh juga terdapat radio komunitas milik warga.
Radio yang mempunyai jangkauan hingga radius 30 kilometer itu berfungsi untuk merekatkan tali silaturahmi. Pada hari Jumat, kata Nur, radio tersebut menyiarkan mimbar agama Islam, pada hari minggu diputar mimbar agama Kristen, dan pada hari Rabu disiarkan mimbar agama Hindu.
�Sikap saling menghormati ini sudah terjadi sejak dahulu. Jauh sebelum kata pluralisme muncul. Namun saya tidak tahu persisnya. Sebab, sejak saya lahir tatanan itu sudah berjalan,� kata penganut agama Hindu yang berusia 53 tahun ini. (bj)
Sumber: http://gp-ansor.org/15872-10012010.html
http://cdn-u.kaskus.co.id/49/7n0bzhdw.jpg
Warga di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang tengah menyiapkan prosesi pemakaman bagi Suparmin. (c) Ingki Rinaldi
http://cdn-u.kaskus.co.id/49/nogmesup.jpg
Potret masjid dan gereja yang berdampingan (yang ini terletak tak jauh dari Ngepeh). (c) Sang Pencangkul
</div>
Ini trit pertama ane, kalo ada yg salah jangan dicabein ya....
Agan2, bangsa kita kan saat ini dilanda krisis multidimensi. Tiap nyalain berita di TV, baca koran ato browsing situs berita, semua didominasi berita korupsi pejabat, tindak kriminal, dan yang menjadi langganan adalah bentrokan (aparat vs PKL, warga vs warga, pelajar vs pelajar, warga vs wali murid), dan masih banyak lagi deh pokoknya. Padahal, waktu jaman sekolah dulu (terutama buat agan2 yg pernah duduk di bangku sekolah jaman orde baru), katanya Indonesia adalah bangsa yang ramah tamah, toleran, dan suka menolong.
Nah, ane cuman mau share, di tengah isu-isu tersebut, di Jombang (Jawa Timur) ternyata ada sebuah dusun yang justru memperlihatkan toleransi antar umat beragama. Dusun ini bernama Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro. Silakan disimak gan:
Jombang (GP Ansor Online): Sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain atau yang biasa disebut pluralisme agama sudah lama dijalankan oleh warga Dusun Ngepeh Desa Rejoagung Kecamatan Ngoro, Jombang.
Tidak ada yang tahu persisnya, namun seluruh masyarakat mengatakan bahwasannya kondisi itu terjadi sejak zaman dahulu. Jauh sebelum kata pluralisme itu sendiri muncul.
Menurut Sumitro, Kepala Dusun Ngepeh, jumlah warganya sebanyak 1.400 jiwa. Dari jumlah itu, 70 persen beragama Islam, 20 persen beragama Kristen dan Katolik, serta 10 persen beragama Hindu. Maka tidak heran jika di dusun yang terletak paling selatan Jombang itu juga terdapat tiga rumah ibadah yakni, Masjid, Gereja, dan Pura.
Semua penganut agama itu hidup berdampingan secara rukun. Tidak ada gesekan, tidak ada pertentangan. Satu warga kesusahan, semua ikut merasakan. �Meski beda agama, namun semuanya hidup rukun sejak zaman dahulu,� kata Sumitro ketika ditemui di rumahnya, Minggu (10/1/2010).
Contoh konkrit dari kerukunan itu adalah bila ada orang meninggal dunia. Semisal, jika yang meninggal orang beragama Islam, maka seluruh warga dusun ikut takziah. Ada yang beragama Kristen, Katolik, serta Hindu.
Mereka bahu membahu membantu prosesi pemakaman. Begitu juga sebaliknya, jika ada orang Kristen meninggal dunia, maka umat Islam, Hindu, dan lainnya juga datang melayat.
Bahkan area pemakaman di dusun Ngepeh juga menjadi satu.Tidak ada pembedaan signifikan antara makam Kristen, Islam, atau Hindu. Hanya saja, jika yang meninggal orang Islam maka jenazahnya membujur arah utara-selatan. Akan tetapi jika yang meninggal orang Kristen, maka jenazahnya membujur arah timur-barat. �Kalau yang meninggal umat Hindu, maka jenazahnya juga membujur arah utara-selatan. Tapi tempatnya masih satu area,�tambah Sumitro.
Bagaimana dengan perayaan hari raya umat beragama? Sumitro menjelaskan, semuanya berjalan dengan semangat kekeluargaan. Ia lalu mencontohkan, saat perayaan Hari Raya Idul Firi, bukan hanya umat Islam yang sibuk anjangsana. Namun pemeluk agama lain juga ikut larut didalamnya.
Semuanya saling bersalaman. Semuanya saling bermaafan. �Yang pasti tetap ada batasan pada masing-masing agama,� katanya. Hal senada juga dikatakan Nuralim, tokoh agama Hindu setempat. Menurutnya, untuk terus menjaga kebersamaan itu, di dusun Ngepeh juga terdapat radio komunitas milik warga.
Radio yang mempunyai jangkauan hingga radius 30 kilometer itu berfungsi untuk merekatkan tali silaturahmi. Pada hari Jumat, kata Nur, radio tersebut menyiarkan mimbar agama Islam, pada hari minggu diputar mimbar agama Kristen, dan pada hari Rabu disiarkan mimbar agama Hindu.
�Sikap saling menghormati ini sudah terjadi sejak dahulu. Jauh sebelum kata pluralisme muncul. Namun saya tidak tahu persisnya. Sebab, sejak saya lahir tatanan itu sudah berjalan,� kata penganut agama Hindu yang berusia 53 tahun ini. (bj)
Sumber: http://gp-ansor.org/15872-10012010.html
http://cdn-u.kaskus.co.id/49/7n0bzhdw.jpg
Warga di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang tengah menyiapkan prosesi pemakaman bagi Suparmin. (c) Ingki Rinaldi
http://cdn-u.kaskus.co.id/49/nogmesup.jpg
Potret masjid dan gereja yang berdampingan (yang ini terletak tak jauh dari Ngepeh). (c) Sang Pencangkul
</div>